Dapur menjadi tempat favorit untuk bereksperimen : mencoba resep baru, mengreasikan aneka bahan makanan menjadi menu ala resto, juga tempat untuk meracik menu makanan sehat dan hemat. Ada yang mengatakan "Dapur adalah tempat berpetualang dan menyenangkan, tidak membosankan".

Setelah urusan memasak selesai dan masakan terhidang, makanan pun disantap dengan lahap. Yang tersisa di dapur adalah sampah sisa makanan. Aneka sampah itu kemudian langsung dimasukkan jadi satu di kantong plastik, berlanjut masuk  tong sampah, diangkut petugas kebersihan dan berakhir di tempat pembuangan sampah. Selesailah sudah urusan dengan dapur dan sampahnya.

Nyatanya, urusan dengan sampah dapur belumlah selesai, karena sampah yang dibuang itu tidak hilang. Dia hanya berpindah tempat saja. Dari rumah pindah ke truk sampah kemudian berpindah ke tempat pembuangan sampah. Disana, tumpukan sampah bertambah hari, bertambah tinggi.

Semestinya ada hal yang perlu dilakukan terhadap sampah kita. "Duh, mana sempat ngurusin sampah dapur. Masakan bisa matang saja sudah bersyukur", begitu tanggapan seorang teman yang berprofesi sebagai ibu guru, juga beberapa teman yang menjadi karyawati, ketika mengobrol tentang sampah dapur ini.

Berikut ini beberapa hal yang bisa dilakukan untuk manajemen sampah dapur ala ibu bekerja.

Kuatkan Niat untuk Peduli

Banyak hasil kajian yang menunjukkan bahwa perempuan adalah manajer yang paling baik dalam pengelolaan lingkungan hidup. Tentu saja seorang ibu akan memulainya dari rumah, berawal dari dapurnya.

Namun, dengan banyaknya tugas domestik di rumah ditambah tugas di tempat kerja, urusan persampahan ini akan menjadi nomor kesekian atau bahkan pada saat tertentu, urusan ini menjadi hal yang sering diabaikan.

Maka, diperlukan niat yang kuat untuk mengeksekusi urusan sampah dapur ini.  niat yang baik maka akan memberikan kebaikan pula. Meski sedang luang atau sedang sibuk, urusan sampah dapur tetap akan masuk dalam daftar tugas harian kita.

Cari Tahu Tentang Ilmu Mengolah Sampah Dapur

Para ibu biasanya sangat antusias mengikuti kelas-kelas masak : kelas frozen food, kelas food preparation, kelas menu sehat, kelas barbeque dan sebagainya.

 Tren kelas memasak semakin meningkat dikalangan para ibu muda. Namun, para ibu perlu mengetahui informasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2020 yang menyajikan data bahwa  timbunan sampah di Indonesia ditaksir telah mencapai 67,8 juta ton.

 Yang mengerikan adalah 70% nya adalah sampah dari rumah tangga. Maka, tren belajar memasak perlu dibarengi pula dengan tren belajar mengolah sampah dari dapur.

Biasakan Memilah Sampah

Untuk mengolah sampah dapur,  hal pertama yang dilakukan adalah memilah sampah. Kebiasaan banyak orang yang mencampur sampah organik dengan sampah anorganik dalam satu tempat yang kedap udara itu akan menimbulkan bahaya. Sampah tersebut akan menghasilkan gas metan yang mencemari udara. Ditambah juga cairan yang dihasilkan akan memengaruhi kualitas air dan tanah.

 Kegiatan memilah sampah ini sangat penting dilakukan dan dibiasakan.

Sampah dapur tidak hanya dipilah antara sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik perlu dipilah lagi menjadi dua yaitu sampah sisa sayuran, buah-buahan, dan nasi. Kemudian sampah sisa daging, tulang ikan, dan makanan yang mengandung minyak.

Memilah sampah organik dari dapur menjadi dua bagian ini akan memudahkan untuk proses selanjutnya.

Oleh karena itu, dalam proses pemilihan sampah ini, setidaknya membutuhkan tiga wadah sampah yang akan digunakan setiap harinya.

Siapkan Alat Tempur

Di beberapa kota besar, Dinas Lingkungan Hidup meminta warga untuk memilah sampah organik dan anorganik. Selanjutnya mereka yang akan mengolahnya. Sedangkan di banyak kota masih belum menerapkan hal demikian. Maka, para ibu bisa mengolah sampah dapurnya secara mandiri.

Untuk mengolah sampah dapur secara mandiri, kita bisa menggunakan metode pengomposan.

Sampah yang sudah dipilah bisa dimasukkan ke dalam komposter maupun biopori.

Sampah organik berupa sisa sayuran, nasi, dan buah-buahan bisa langsung dimasukkan ke dalam komposter. Komposter yang hanya berisi sisa sayuran, nasi dan buah-buahan tidak akan berbau atau muncul belatung. Kita bisa membeli atau membuat komposter. Namun, untuk lebih memudahkan, bisa membelinya dari bank sampah terdekat.

Sedangkan untuk sampah organik yang berupa sisa daging, tulang ikan, makanan yang mengandung minyak dan sejenisnya bisa dimasukkan ke dalam biopori. Pembuatan biopori ini terbilang mudah dan tidak memakan  banyak tempat.

Sampah organik yang dimasukkan ke dalam komposter maupun biopori ini akan segera layu. Sehingga kita bisa memasukkan sampah organik ke dalamnya setiap hari. Bahkan, kita hanya perlu sesekali saja mengaduk komposter.

Nah, untuk minyak jelantah bisa ditampung pada botol bekas untuk selanjutnya di jual atau di donasikan ke komunitas pengolahan minyak jelantah. Mereka akan mengolahnya menjadi beberapa produk. Sebagai bahan biodiesel salah satunya. Minyak jelantah yang di buang ke saluran air akan mengakibatkan tersumbatnya saluran air dan mencemari tanah.

Sedangkan sampah anorganik berupa kantong plastik, botol plastik maupun botol kaca dan sejenisnya bisa dimasukkan di bank sampah terdekat

Konsisten

Kegiatan memasak di dapur adalah sebuah rutinitas harian. Begitu juga dengan memilah dan mengolah sampah dapur semestinya seiring dengan rutinitas memasak.

Rutinitas memilah dan mengolah sampah ini tidak membutuhkan waktu khusus karena bersamaan dengan waktu memasak di dapur.

Langkah sederhana untuk peduli sampah dapur ini akan memberikan dampak yang besar untuk bumi yang kita tempati. Mau mencoba?