Membaca  Ulang tulisan Bung Muhammad Reza Fahlevi Fhona: Menghitung Kerugian Merokok, sepintas membuat sebagian besar rambut yang mendiami beberapa obyek vital tubuh ini bergemuruh (setidaknya beberapa detik). Berbagai informasi seputar bahaya rokok yang disuguhkan menjadikan diri susah untuk membantahnya. Mulai dari informasi bahaya klinis yang mengancam hingga kerugian materiil yang ditimbulkan.

Mungkin Bung Muhammad Reza Fahlevi Fhona dengan sungguh-sungguh menuliskan itu, entah sebagai bentuk tanggung jawab moril atau bagian dari upaya mengartikulasi jargon Agent Of Change yang melekat pada diri seorang mahasiswa. Sungguh-sungguh disini maksud saya menjadikan Bung berharap bisa memberikan pencerahan seperti halnya berbagai public figure yang akhirnya mendaku untuk menjadi bagian dari Aktivis Anti Rokok.

Lagi-lagi saya teringat kicauan Bung Farhat Abbas di salah satu  social media dengan nada yang hampir serupa juga menempatkan para perokok ke lembah penistaan level terbawah dengan hastek BudayaTidakMerokok. Seolah Indonesia akan tampak lebih Gemah Ripah Loh Jenawi jika para perokok disatukan kemudian mengalami Geneosida (untuk pilihan hukuman semoga Bung Muhammad Reza Fahlevi Fhona tidak berpikir begitu).

Atau bagaimana seorang Mario Teguh dengan sabda yang penuh puja kaum hawa atau golongan adam yang Alay juga mengambil peran untuk “memperingatkan” kategori pasangan ideal adalah yang bukan perokok. Tutur yang begitu menggugah akhirnya untuk beberapa saat membuat saya juga terhentak (setidaknya saat mendengar itu atau membaca quote itu bersiliweran di social media).

Ini kita belum berbicara bagaimana Tere Liye juga mengambil posisi serupa untuk menyerang secara bertubi-tubi perokok. Dengan memakai logika terbalik, penulis yang lebih sering jadi motivator kagetan ini “menyadarkan” para perokok dengan mengangkat isu jumlah kekayaan para pemilik perusahaan rokok jika dibandingkan dengan kekayaan para perokok secara umum,yang secara tidak sadar justru semakin memperkaya pemilik perusahaan rokok.

Antara Bung Muhammad Reza Fahlevi Fhona dan nama-nama lain yang saya sebutkan di atas saya anggap satu shaft dalam kelompok Aktivis AntiRokok, karena memiliki selembar benang merah terkait bagaimana menghujat para perokok. Kalian kemudian berjibaku untuk setidaknya mengurangi jumlah perokok aktif dengan dalil menyayangi kelompok perokok pasif yang menjadi korban tanpa sadar.

Karena keterbatasan pengetahuan sebagai machuk yang fana, saat ini saya hanya mencoba menilik beberapa hal yang diungkapkan Bung Muhammad Reza Fahlevi Fhona, terkait  Menghitung Bahaya Rokok. Ini menjadi tidak menarik jika saja sebelumnya Bung Muhammad Reza Fahlevi Fhona mencoba lebih adil, dan untungnya itu tidak terjadi, syukurlah.

Adalah seorang penulis terbaik sepanjang masa pernah menulis:

“Seorang Terpelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam fikiran apalagi dalam perbuatan”

Penulis ini adalah seorang perokok aktif di atasnya perokok aktif (seandainya bisa merokok sambil tidur, mungkin beliau niscaya akan melakukan) - Pramoedya Ananta Toer. Qoute ini menjadi relevan jika dipersandingkan dengan Bung Muhammad Reza Fahlevi Fhona.

Adakah Bung sudah lebih adil, jika belum melakukan telaah lebih jauh terhadap berbagai permasalahan kesehatan tapi telah melakukan penghakiman secara sepihak pada kaum perokok, seolah merokok adalah satu-satunya penyebab kematian dan kerugian secara materil di Indonesia. Karena Indonesia ini Bung, sukunya saja ada beragam, apalagi permasalahannya, jadi ayolah Bung…

Apakah Bung mengetahui jika dibandingkan dengan jumlah kematian akibat diabetes, angka kematian rokok masih jauh, tapi apakah Bung sudah mengkritisi bagaimana massifnya perusahaan gula membuat manis bangsa ini tanpa melekatkan peringatan Konsumsi Gula Berlebihan Bisa Menyebabkan Diabetes. Ingat Bung, kematian akibat diabetes terjadi setiap 6 detik di Indonesia di tahun 2014.

Ini kita belum berbicara, bagaimana kebiasaan di beberapa suku di Indonesia yang gemar mengkonsumsi gula berlebihan dalam sajian di setiap kesempatan berkumpul. Selain terancam mengidap diabetes, tentunya juga para pengkonsumsi gula berlebihan tadi juga terancam rusak susunan giginya. Tapi kenapa Bung tidak menyerang para produsen gula karena tidak menampilkan gambar susunan Gigi yang rusak akibat mengkonsumsi Gula yang berlebihan.

Ataukah Bung Muhammad Reza Fahlevi Fhona pernah memungut bungkus garam kemudian memastikan di bungkus garam di dapur itu tidak ada peringatan seputar bahaya hipertensi yang mengancam Indonesia. Ingat (lagi) Bung, kematian akibat hipertensi dari tahun ke tahun meningkat sebagai salah satu varian penyakit tidak menular di Indonesia, hingga 9,4 Juta tiap tahun.

Untuk itu jika diperkenankan memberikan sedikit masukan, untuk Bung agak hati-hati dalam memilih issue terkait masalah kesehatan. Karena jika tidak, jangan sampai Bung Muhammad Reza Fahlevi Fhona terjebak dalam pusaran mafia kesehatan Global. Oh iya Bung, sebelum mempublish tulisan di atas apakah pernah terpikir bagaimana nasib para petani Tembakau jika shaft para Aktivis AntiRokok akhirnya menang atas perokok aktif?

Untuk kalimat terakhir faragraph di atas, saya yakin Bung menganggap saya cocology, tapi tak mengapa, kalaupun kalian (para Aktifis AntiRokok) menang di Indonesia, akhirnya bisa menaikkan harga tembakau dalam negeri di pasar global, semoga ini ada hubungannya dengan MEA yang lagi hangat belakangan ini.

Oh iya Bung Muhammad Reza Fahlevi Fhona, tulisan ini bukan merupakan perwakilan suara lirih kaum perokok yang merasa diri perlu dibela. Karena besar keyakinan saya orang seperti Soekarno, Pramoedya Ananta Toer, atau Al-Mokarromah Karl Marx yang merupakan perokok aktif, sudah secara sadar melakukan perilaku merokok dan sudah barang tentu tidak perlu membutuhkan orang seperti saya yang hina ini untuk membela hak-hak merokok mereka.