Salah satu tokoh pembaharu yang berupaya untuk meningkatkan standar moral dan intelektual Islam dalam rangka menjawab bahaya ekspansionisme Barat adalah Jamaluddin Al Afghani as-Sayyid Muhammad bin Shafdar Al-Husaini. Namun ia lebih akrab dikenal dengan nama Jamaluddin Al-Afghani.

Ia dilahirkan di Desa Asadabad, Afganistan pada tahun 1838 M. Keluarganya merupakan pengikut madzhab Hanafi. Al-Afghani memiliki hubungan darah dengan seorang perawi hadist terkenal, Imam at-Tirmidzi yang selanjutnya terhubung dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

Masa remajanya banyak ia habiskan di Afghanistan. Ia adalah anak yang cerdas. Sejak umurnya 12 tahun ia telah hafal al-Qur’an, kemudian saat usianya menginjak 18 tahun ia sudah mendalami berbagai bidang ilmu ke-Islaman dan ilmu umum.

Al-Afghani dikenal sebagai seorang yang banyak melakukan pengembaraan. Dari Teheran ia pindah ke al-Najd di Irak, pusat studi keagamaan Syi’ah, disitulah ia menghabiskan waktunya selama empat puluh tahun sebagai murid Murtadha al-Anshari, seorang teologi dan sarjana yang terkenal.

Masa Muda dan Aktivitas Politik 

Ketika berusia 20 tahun ia telah menjadi pembantu Pangeran Dost Muhammad Khan di Afganistan. Di tahun 1864 M ia menjadi penasehat Sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian diangkat oleh Muhamad Azam Khan menjadi Perdana Menteri Afghanistan.

Al-Afgani juga aktif berpolitik. Ketika berada di Mesir ia secara terbuka menantang pemerintah Mesir dan pengaruh serta campur tangan Inggris di negeri itu. Meskipun hal tersebut menyebabkan ia terusir dari Mesir pada tahun 1879 M.

Ia merupakan seorang pemikir Islam, aktivis politik, dan jurnalis terkenal. Ia pandai, berwibawa, memiliki karisma yang besar, dan berkeyakinan tegas akan masa depan peradaban Islam yang cemerlang.

Di tengah keterbelakangan kaum muslim dan gejolak kolonialisme bangsa Eropa di negeri-negeri Islam, al-Afghani menjadi tokoh yang amat mempengaruhi perkembangan pemikiran dan aksi-aksi sosial pada abad ke-19 dan ke -20.

Karya dan Ide Pembaharuan al-Afghani

Buku sejarah politik, sosial dan budaya Afganistan. Pertama kali diterbitkan di Haydarabad-Deccan, 1298 H/ 1881 M, ini adalah karya intelektual al-Afghani paling utama yang diterbitkan selama hidupnya.Merupakan suatu kritik pedas dan penolakan total terhadap materialisme.

Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Abduh dengan judul Al-Radd’ala al-dahriyyin (Bantahan terhadap Materialisme).

Adapun karya tulis dan bukunya yang telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia antara lain; Pembebasan Tentang Sesuatu Yang Melemahkan Orang-Orang Islam, Tipu Muslihat Orientalis: Risalah Menjawab Golongan Kristen, Hilangnya Timur dan Barat, Hakikat Manusia, dan Hakikat Tanah Air.

Nama al-Afghani sering diidentikkan dengan dua gerakan yang secara gentar ia serukan. Yang pertama adalah nasionalisme dan yang kedua adalah pan-Islamisme atau persatuan negara-negara Islam. Kejayaan melalui persatuan inilah salah satu kunci penting al-Afghani.

Ia mengampanyekan gagasannya tentang nasionalisme di Mesir dan India untuk menentang kolonialisme. Beliau  juga pencetus gagasan pan-Islamisme.

Berkat perannya dalam kehidupan politik dan keagamaan dibanyak wilayah Islam (Turki, Mesir, India, Iran, dan Asia Tengah), Pan-Islamisme benar-benar menemukan personifikasi dan juru bicara yang kuat dan tepat.

Ia menyadari bahwa umat muslim secara keseluruhan sedang terancam kolonialisme, dan karena itu, persatuan yang kuat di kalangan umat muslimm harus digalakkan.

Nasionalisme dan Pan-Islamisme

Nasionalisme adalah semangat atau perasaan kebangsaan (cinta terhadap bangsa dan tanah air).

Secara luas, Nasionalisme diartikan sebagai ideologi suatu kelompok masyarakat yang memiliki kesamaan budaya, bahasa, wilayah, serta cita-cita dan ditandai dengan adanya kesetiaan terhadap bangsanya.

Al-Afghani merupakan salah seorang tokoh penting yang mendukung gagasan pan-Islamisme, seperti yang diterangkan sebelumnya.

Ide pan-Islamisme erat kaitannya dengan kondisi abad ke-19 yang merupakan abad kemunduran dunia Islam dan dunia Barat sedang dalam kemajuan serta menguasai atau menjajah negeri-negeri Islam.

Ia menyadarkan umat Islam untuk bangkit dan bersatu menciptakan satu kesatuan di dalam panji Pan-Islamisme.

Dalam banyak tulisan dan ceramahnya, al-Afghani mencoba menafsirkan kembali nilai-nilai Islam. Ia berupaya menemukan landasan yang kokoh bagi pembaharuan kehidupan kaum muslim, sehingga mereka akan lebih modern dan rasional dalam berfikir.

Salah satu penyebab kemunduran umat Islam pada saat itu ialah, karena telah meninggalkan ajaran Islam yang sebenarnya mengikuti ajaran  yang datang dari luar lagi asing bagi Islam.

Maka ia mengajukan konsep-konsep pembaharuannya yaitu; Musuh utama adalah penjajahan (Barat), hal ini tidak lain dari lanjutan perang salib, umat Islam harus menentang penjajahan dimana dan kapan saja, dan untuk mencapai tujuan itu umat Islam harus bersatu (Pan-Islamisme).

Gerakan al-Afghani dengan  pan-Islamismenya mempunyai dua tujuan utama, yaitu membangun dunia Islam dibawah satu pemerintahan dan mengusir penjajahan dunia Barat atas dunia Islam (Masyhur Amin, Sejarah Peradaban Islam).

Dengan cara demikian umat Islam akan memperoleh kemerdekaannya kembali dari penjajah Barat.

Apa yang dikatakan dengan nasionalisme dan patriotisme serta cinta tanah air bagi Barat, untuk dunia Islam mereka katakan sebagai fanatisme, ekstrimisme dan chauvinisme.

Oleh sebab itu, seru al-Afghani, tidak ada jalan lain bagi umat Islam, kecuali bersatu melawan penjajah Barat tersebut.