Generasi pasca milenial atau generasi z adalah golongan manusia paling muda di dunia saat ini. Golongan ini adalah mereka-mereka yang lahir pada tahun 1995 hingga 2010. Di Indonesia sendiri terdapat 74,93 juta atau 27,94% dari total penduduk Indonesia.
Hasil sensus penduduk Indonesia pada tahun 2020 ini juga menunjukan bahwa masyarakat Indonesia didominasi oleh golongan mereka. Tentu dengan dominasi ini mereka adalah golongan yang paling berperan dalam kemajuan bangsa.
Maju atau tidaknya suatu bangsa tentu bergantung pada sumber daya manusia yang ada. Ketersediaan sumber daya alam (natural resources) yang melimpah sulit memiliki kontribusi yang bernilai makin baik, tanpa didukung oleh adanya sumber daya manusia (human resources) yang berkualitas.
Dengan demikian, kualitas lebih berarti daripada kuantitas dan kesejahteraan suatu bangsa sesungguhnya bertopang pada peningkatan kualitas sumber daya manusianya.
Jika dirinci lebih detail, faktor utama dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah pendidikan yang juga berkualitas.
Pendidikan mempunyai kontribusi penting dan signifikan dalam meningkatkan kualitas suatu bangsa, khususnya bagi bangsa Indonesia.
Untuk mengoptimalkan kontribusi pendidikan tersebut, semua pihak (stakeholders) mempunyai kontribusi yang penting termasuk pengelola pendidikan itu sendiri, pihak swasta, pemerintah, dan masyarakat pada umumnya.
Dalam hal pengelola pendidikan selayaknya industri pendidikan harus dipandang sebagai noble industry (industri mulia) yang harus dikelola secara profesional, dengan bertumpu pada kualitas pendidikan tersebut.
Kebutuhan akan kualitas SDM yang baik melalui pendidikan akan sangat bermanfaat bagi kualitas pembangunan Indonesia.
Namun jika melihat fakta saat ini, pendidikan di Indonesia begitu memprihatinkan. Berdasarkan data yang dipublikasikan World Population Review pada tahun 2021 lalu terkait pemeringkatan kualitas pendidikan dunia, Indonesia berada pada peringkat 55 dari 78 negara didunia.
Selain itu pada hasil PISA (Programme for Internatinal Student Assesment) pada tahun 2018, Indonesia menempati peringkat 10 terendah dari 78 negara.
Bahkan, menurut survei PERC (Politic and Economic Risk Consultan), kualitas pendidikan Indonesia berada pada urutan terakhir yaitu nomor 12 dari 12 negara di Asia.
Pendidikan merupakan suatu upaya membuat manusia lebih baik, namun realitanya banyak orang yang bersekolah justru membuat dirinya tertekan, tidak bahagia dan tidak bisa mengembangkan skilnya.
Artinya ada yang tidak tepat dengan pendidikan kita selama ini. Jika kita menginginkan sistem pendidikan yang baik, harusnya kita mengacu kepada bapak pendidikan Indonesia.
R.M Suwardi Suryaningrat atau yang bias akita kenal Ki Hajar Dewantara yang merupakan konseptor pendidikan haruslah dijadikan pedoman.
Mengapa generasi muda harus mengembangkan soft skills?
Generasi z lahir di zaman digital dan teknologi yang serba canggih. Artinya jika generasi ini tidak mempunyai soft skills ia akan tergerus zaman.
Soft skills di sini adalah 4C yang meliputi; critical thingking, creative, communicative, dan collaborative. Empat keterampilan tersebut harus dikembangkan agar kita mampu menghadapi abad 21 ini dengan baik.
Alasan lain generasi z harus mengembangkan soft skills nya yang berupa 4C tadi, karena generasi mempunyai karakteristik yang individualis.
Selain itu, mereka merupakan generasi yang instan, kurang menghargai proses, tidak fokus dan emosi yang labil. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan softskills pada generasi z guna membentuk perilaku unggul dalam mengelola diri personal dan antar personal. Nantinya generasi z ini juga akan menjadi generasi yang lebih berkualitas.
Bagaimana cara mengembangkan soft skills dengan Konsep Three-Con untuk mewujudkan pendidikan merdeka?
Jika kita mengacu pada tujuan pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu pendidikan ada untuk memerdekakan manusia.
Manusia akan merdeka jika ia selamat dan Bahagia. Oleh karena itu, output dari pendidikan harusnya untuk mencari keselamatan dan mencari kebahagiaan.
Jika, ada yang mengenyam pendidikan namun malah merasa tertekan karena tugas-tugas yang diberikan, artinya pendidikan tersebut tidak sesuai dengan yang diajarkan Ki Hajar Dewantara.
Dengan mencari keselamatan dan kebahagiaan setiap orang akan punya keinginan untuk terus berkembang dan belajar seumur hidup.
Konsep Three-Con tentu bisa menjadi solusi untuk mengembangkan soft skills pada generasi z sehingga bisa mewujudkan pendidikan merdeka nantinya. Pertama continew, di mana sistem pembelajaran sifatnya haruslah berkelanjutan.
Pembelajaraan tidak boleh hanya sesaat atau diam di tempat. Kita juga harus mempelajari hal-hal yang sampai nanti akan kita pakai ilmunya.
Convergen merupakan con kedua dari konsep yang penulis tawarkan. Artinya ilmu harus dari berbagai sumber. Hal ini bertujuan agar pandangan dan keterampilan yang kita miliki semakin luas.
Sehingga kita tidak mudah menghakimi orang lain yang berbeda dan kita dapat menyelesaikan banyak masalah sesuai situasi serta kondisinya.
Con yang ketiga adalah consentris, maksudnya kita boleh belajar sejauh mungkin tapi harus tetap disesuaikan dengan identitas diri dan konteks yang ada di lingkungan/hidup kita masing-masing.
Jangan sampai karena kita belajar hal baru, kita menjadi apatis terhadap lingkungan kita sendiri. Jadi di mana pun kita belajar, kita harus punya pemahaman bahwa ilmu ini nantinya akan direalisasikan utamanya di hidup dan lingkungan kita.
Untuk melengkapi konsep Three-Con dan benar-benar bisa mengembangkan soft skills pada generasi z, mereka harus mengubah mindset bahwa; semua tempat adalah sekolah, semua orang adalah guru dan setiap waktu adalah belajar.
Dengan demikian generasi z tidak terpaku pada sekolah sebagai sistem pendidikan. Sekolah tetap harus dijalankan dengan baik, namun di luar itu soft skills yang meliputi 4C juga harus dikembangkan dengan cara yang lebih baik.
Dengan demikian akan mewujudkan generasi z yang berkualitas dan mewujudkan pendidikan merdeka yang akan berpengaruh pada kemajuan Indonesia.