Mengeja Rindu
Hari-hari telah kujalani tanpamu
Menit demi menit habis setiap harinya
Karena jarum jam tak terhalangi untuk berputar
Dan memang itu hakikat dari si penunjuk waktu
Juga rindu yang tak berujung
Ketika aku mengeja susunan huruf itu
Pada sela-sela huruf itu aku temukan kita yang dahulu
Tetapi rindu juga telah membuat suasana ini semakin sendu
Ia tak membuat denting piano itu berbunyi merdu
Karena kesedihan yang pekat berasal dari lima huruf itu
Hari-hari telah kujalani tanpamu
Menit demi menit habis setiap harinya
Karena jarum jam tak terhalangi untuk berputar
Dan memang itu hakikat dari si penunjuk waktu
Juga rindu yang tak berujung
Ketika aku mengeja susunan huruf itu
Pada sela-sela huruf itu aku temukan kita yang dahulu
Tetapi rindu juga telah membuat suasana ini semakin sendu
Ia tak membuat denting piano itu berbunyi merdu
Karena kesedihan yang pekat berasal dari lima huruf itu
Dari Balik Jendela
Diluar hujan deras tiba memahat jendela
Cuaca buruk itu mengingatkan aku kepada Charlie Chaplin yang mengaku menyukai hujan karena dibawah derasnya tak ada yang tahu bahwa ia sedang menangis
Dari balik jendela aku lihat luar rumah
Dan awan mencerminkan suasana: mendung
Awan kelam itu seolah telah sewarna dengan langit yang juga ikut bersedih dengannya
Apakah mereka adalah aku? Begitu hati bertanya
Pertanyaan itu muncul tak terhalang, karena hati dengan awan dan langit sama-sama kelam
Yang membedakannya hanyalah huja langit membasahi tanah dan hujan deras disini membasahi wajah
Yang Mengiringi Perjalanan Pulang
Aku datang ke tempatmu
Berharap reuni segera terjadi
Berpelukan segera terlakukan
Harapan besar itu pupus begitu saja
Ketika denting handphone menunjukkan pesanmu yang mengucapkan bahwa kau tak bisa bertemu
Dan jemari tak mampu mengirimkan balasan untuk pesan itu lagi
Segera ku kemas barang-barang ku
Memakai masker dan kacamata serta helm
Aku cari earphone lalu kusambungkan ke bluetooth handphoneku
Ku buka album Suara Dari Jauh Ari Reda
Musikalisasi puisi dan banjir air mata mengiringi perjalanan pulang ku
Tak Masalah
Tak masalah jika pertemuan itu tak tiba
Tak masalah jika kau mencintai yang lain
Tak masalah jika cinta sudah tak memiliki definisi dalam kisah ini
Tetapi jika nanti kau ucapkan rindu
Kau akan temukan aku berbaring lemah
Diatas tanah
Karena aku adalah ranting yang telah jatuh dari dahannya dan menanti patah
Seperti Angin
Semua yang ada saat ini adalah
Masalah hati yang berenang
Dan membuat wajah menjadi basah
Sembab ketika di seka ia lembab
Tetapi itu bagian dari perjalanan
Seperti angin ia memberi nafas pada siapapun yang ingin hidup
Tanpa menerima terimakasih
Tanpa menerima tanda jasa
Tanpa diberi gelar pahlawan hidup
Dan kini aku berada di posisi angin itu
Selalu dihina sebagai penyebab dari sakit perut manusia-manusia itu
Potret mu
Lalu cinta bertaburan dibawah
Dan ia pun ku sapu agar rumah tak berdebu kenangan tentang kita lagi
Ada beberapa potret di dinding kamar ku
Yang enggan mata ini untuk memandangnya
Karena itu menyayat hati
Membuat perih semakin pedih
Lebih tepatnya potret itu
Adalah potret mu
Potret yang menunjukkan kejelasan
Dari senyum tulus mu
Tetapi sial dan sia-sia
Kau telah berpaling
Dan aku harus tertikam sepi disini
Di kamar tidur ini dengan bantal basah beraroma air mata
Mengeja Rindu
Hari-hari telah kujalani tanpamu
Menit demi menit habis setiap harinya
Karena jarum jam tak terhalangi untuk berputar
Dan memang itu hakikat dari si penunjuk waktu
Juga rindu yang tak berujung
Ketika aku mengeja susunan huruf itu
Pada sela-sela huruf itu aku temukan kita yang dahulu
Tetapi rindu juga telah membuat suasana ini semakin sendu
Ia tak membuat denting piano itu berbunyi merdu
Karena kesedihan yang pekat berasal dari lima huruf itu
Hari-hari telah kujalani tanpamu
Menit demi menit habis setiap harinya
Karena jarum jam tak terhalangi untuk berputar
Dan memang itu hakikat dari si penunjuk waktu
Juga rindu yang tak berujung
Ketika aku mengeja susunan huruf itu
Pada sela-sela huruf itu aku temukan kita yang dahulu
Tetapi rindu juga telah membuat suasana ini semakin sendu
Ia tak membuat denting piano itu berbunyi merdu
Karena kesedihan yang pekat berasal dari lima huruf itu
Dari Balik Jendela
Diluar hujan deras tiba memahat jendela
Cuaca buruk itu mengingatkan aku kepada Charlie Chaplin yang mengaku menyukai hujan karena dibawah derasnya tak ada yang tahu bahwa ia sedang menangis
Dari balik jendela aku lihat luar rumah
Dan awan mencerminkan suasana: mendung
Awan kelam itu seolah telah sewarna dengan langit yang juga ikut bersedih dengannya
Apakah mereka adalah aku? Begitu hati bertanya
Pertanyaan itu muncul tak terhalang, karena hati dengan awan dan langit sama-sama kelam
Yang membedakannya hanyalah huja langit membasahi tanah dan hujan deras disini membasahi wajah
Yang Mengiringi Perjalanan Pulang
Aku datang ke tempatmu
Berharap reuni segera terjadi
Berpelukan segera terlakukan
Harapan besar itu pupus begitu saja
Ketika denting handphone menunjukkan pesanmu yang mengucapkan bahwa kau tak bisa bertemu
Dan jemari tak mampu mengirimkan balasan untuk pesan itu lagi
Segera ku kemas barang-barang ku
Memakai masker dan kacamata serta helm
Aku cari earphone lalu kusambungkan ke bluetooth handphoneku
Ku putar album Suara Dari Jauh Ari Reda
Musikalisasi puisi dan banjir air mata mengiringi perjalanan pulang ku
Tak Masalah
Tak masalah jika pertemuan itu tak tiba
Tak masalah jika kau mencintai yang lain
Tak masalah jika cinta sudah tak memiliki definisi dalam kisah ini
Tetapi jika nanti kau ucapkan rindu
Kau akan temukan aku berbaring lemah
Diatas tanah
Karena aku adalah ranting yang telah jatuh dari dahannya dan menanti patah
Seperti Angin
Semua yang ada saat ini adalah
Masalah hati yang berenang
Dan membuat wajah menjadi basah
Sembab ketika di seka ia lembab
Tetapi itu bagian dari perjalanan
Seperti angin ia memberi nafas pada siapapun yang ingin hidup
Tanpa menerima terimakasih
Tanpa menerima tanda jasa
Tanpa diberi gelar pahlawan hidup
Dan kini aku berada di posisi angin itu
Selalu dihina sebagai penyebab dari sakit perut manusia-manusia itu
Potret mu
Lalu cinta bertaburan dibawah
Dan ia pun ku sapu agar rumah tak berdebu kenangan tentang kita lagi
Ada beberapa potret di dinding kamar ku
Yang enggan mata ini untuk memandangnya
Karena itu menyayat hati
Membuat perih semakin pedih
Lebih tepatnya potret itu
Adalah potret mu
Potret yang menunjukkan kejelasan
Dari senyum tulus mu
Tetapi sial dan sia-sia
Kau telah berpaling
Dan aku harus tertikam sepi disini
Di kamar tidur ini dengan bantal basah beraroma air mata