Dari Biologi kelas 12 kita semua diajarkan bahwa manusia berevolusi dari “kera”. Namun, apakah yang bakal berevolusi dari manusia?

Menurut Zarathustra, yang bakal muncul setelah manusia ialah Adimanusia (Manusia-Unggul, kalau dalam terjemahan H. B. Jassin, dkk.). Adimanusia ialah evolusi kehidupan berikutnya, dan dirinya akan lebih kuat dari apa pun yang pernah kita lihat sebelumnya.

Tak seorang pun dari kita, manusia zaman now, yang bisa menjadi Adimanusia. Namun, kita bisa menjadi katalisator kelahirannya. Kita bisa menjadi buah yang mengandung benih-benih masa depan; kita bisa menjadi tanah subur tempat pohon termegah tumbuh; kita bisa menjadi kumpulan awan tempat petir bergemuruh.

Sebelum melahirkan Adimanusia, kita perlu menjadi roh yang bebas; kita perlu menjadi kumbang yang kaya akan madu. Dan berikut ini adalah tiga metamorfosis yang perlu dilalui roh (menurut tafsiran abal-abal saya):

Manakala roh pertama kali muncul, dirinya terpaksa bersemuka dengan Sang Naga yang besar lagi bersisik emas. Sang Naga ialah keindahan juga teror; sumber kekaguman sekaligus ketakutan; pelindung pun perusak—dan di tiap sisik emasnya, terpatri segala perintah yang harus dilakukan pun segala larangan terhadap hasrat.

“Seluruh nilai benda-benda—menjadi kilauan bagiku. Semua nilai telah diciptakan, dan semua nilai ciptaan—terhadap padaku. Sungguh, tak akan ada lagi ‘aku hasrat!” demikianlah berkata Sang Naga.

Roh kagum bukan main dan langsung menaruh hormat kepada Sang Naga. Ia ingin setia melayani Sang Naga dan mempelajari segala hal yang diperintahkan. Ia ingin menjadi bagian dalam skema besar Sang Naga. Dan manakala roh mengakui kebesaran Sang Naga, ia mulai menyadari kekurangannya sendiri.


Sebab itulah transformasi pertama terjadi: roh menjadi si Unta.


Si Unta ialah pemelihara. Ia mempelajari, menyerap, dan menjunjung tinggi nilai-nilai Sang Naga. Si Unta amatlah disiplin. Ia menjalankan kewajiban, memikul segala apa yang ditaruh ke punuknya. Si Unta begitu bangga akan kemampuannya dalam memikul beban sendiri, bahkan beban orang lain—dan sudah seharusnya begitu.

Namun kemudian, si Unta menyadari bahwa ia lelah; beberapa beban terlalu berat untuk dipikul. Si Unta menyadari selama ini ia hanyalah alat. Si Unta menyadari selama ini ia hanyalah budak.

Sang Naga, yang awalnya ialah kiblat si Unta, sekarang menjadi tempat si Unta meluapkan keluh kesah. Si Unta menuntut kebebasan, dan oleh sebab itu, metamorfosis kedua terjadi: si Unta, makhluk pemikul beban, menjadi si Singa.

Si Singa ialah perusak. Si Singa ialah pemberontak. Dirinya mulai berani menentang Sang Naga. Manakala Sang Naga berkata “engkau harus!”, si Singa menjawab “aku hasrat”. Manakala Sang Naga berkata “engkau harus!”, si Singa menjawab “aku hasrat untuk tidak harus.”

Si Singa menentang tradisi. Si Singa menghancurkan segala nilai. Pada titik ini, si Singa menghancurkan hal yang dulunya sangat ia hormati. Sulit memang, karena dalam proses menghancurkan Sang Naga, si Singa perlu mengacaukan diri sendiri.

Namun ini bukanlah akhir segalanya. Seperti si Unta, si Singa ialah bagian dari perulangan abadi (eternal recurrence). Perjuangan dalam menggapai kebebasan, kesadaran untuk mengafirmasi kekurangan (lack), dan keberanian untuk membiarkan hasrat berkuasa (will to power), telah membuka kemungkinan baru.

Maka dari itu, metamorfosis ketiga terjadi: si Singa menjadi Anak.

Anak ialah pembuat karya, dan berkarya ialah cara membiarkan hasrat berkuasa. Anak ialah awal yang baru. Anak ialah adegan terakhir film 2001: A Space Odyssey karya Stanley Kubrick. Anak ialah seniman. Anak ialah kumbang yang terlalu banyak mengumpulkan madu.

Anak ialah cawan yang isinya melimpah ruah. Anak ialah cawan yang ingin menjadi kosong kembali. Anak ialah orang yang bulu nyawanya berdiri manakala mendengar simfoni Also sprach Zarathustra karya Richard Strauss. Anak ialah orang yang turun gunung.

Anak ialah musuh utama gravitasi. Anak ialah katalisator kelahiran Adimanusia. Anak ialah nenek moyang Adimanusia. Anak ialah buah yang mengandung benih-benih masa depan. Anak ialah tanah subur tempat pohon termegah tumbuh. Anak ialah kumpulan awan tempat petir bergemuruh.

Anak ialah adegan kuda dicambuk di jalanan Turin. Anak ialah setumpuk naskah setinggi dengkul orang dewasa yang mendekam di sudut kamar kumuh di Jalan Boom Lama, di tepian Kali Semarang. Anak ialah para Andi Lukito yang berpura-pura menjadi Anto Labil, S.Fil. Anak ialah mesin pembunuh transendensi.

Anak ialah tokoh dalam sebuah novel yang ceritanya akan tetap sama meskipun dibaca berulang-ulang kali. Anak ialah orang yang menari-nari merayakan keterperangkapannya di dalam perulangan abadi. Anak ialah imanensi. Anak ialah seniman.

Anak ialah orang yang menggunakan metafora sebagai kedok. Anak ialah orang yang membenci metafora tetapi terperangkap di dalam metafora. Anak ialah orang yang perutnya menghilang. Anak ialah tubuh tanpa organ. Anak ialah skizofrenia. Anak ialah orang yang pada akhirnya meninggalkan metafora. Anak ialah Anak.

Sebagai penutup, berikut sepenggal kutipan terjemahan dari buku Also sprach Zarathustra: Ein Buch für Alle und Keinen karya Friedrich Wilhelm Nietzsche:


Aku katakan kepada kau: seseorang harus mengandung kekacauan di dalam dirinya guna melahirkan bintang menari. Aku katakan kepada kau: masih ada kekacauan di dalam kau punya diri.