“Nak, ditolak lagi ya?” Tanya si ibu.

“Iya bu, lamaranku ditolak...maaf ya bu”, jawab Arian lesu, sehabis gagal melamar pekerjaan di perusahaan bonafit ternama.

Percakapan diatas merupakan dinamika nyata yang sering terjadi belakangan ini. Arian merupakan anak tunggal dari 3 bersaudara. 7 bulan lamanya setelah lulus dari universitas terkemuka di daerah jawa barat, berbekal gelar S1 ia mencoba mencari kerja, namun tak kunjung menandatangani kontrak dengan perusahaan yang ia lamar.

Sudah bukan rahasia lagi bilamana sekarang ini sangat susah mencari pekerjaan, bahkan ketika seseorang memiliki titel sebagai sarjana, magister, ataupun doktor. Penyebabnya bukan hanya soal sempitnya lapangan pekerjaan, tetapi juga karena politik dalam perekrutan karyawan baru di dunia kerja yang carut-marut.

Kalau saja kita membicarakan hal ini kepada para sekumpulan pesimisme bergelar tinggi, jawaban sebagian dari mereka pasti akan merujuk kepada satu kalimat ‘Harus punya orang dalam'. Entah kenapa setiap mendengar perkataan tersebut, tangan saya merasa gatal untuk menjitak kepala mereka. “Kenapa bukan mereka saja yang buka lapangan pekerjaan”, batin saya.

Di masa pandemi seperti ini banyak sekali pekerja yang dirumahkan dan akhirnya lulusan perguruan tinggi yang sudah lama menganggur ataupun baru saja lulus, semakin terpojok dengan hadirnya saingan yang jauh lebih pengalaman. Habis sudah.

Dengan titel sebagai lulusan C Certificated of open high school alias paket C dari sekolah tinggi terbuka, saya memang merasa cukup kesulitan dalam mencari kerja. Pernah di satu waktu saya mencoba melamar sebagai office boy, namun ketika itu lamaran saya ditolak karena status pendidikan saya hanyalah lulusan paket C. Berada di situasi tersebut membuat saya depresi, hingga mencoba menamatkan hidup sebanyak 2 kali dengan meminum obat-obatan warung secara berlebihan.

Dan di waktu yang tidak terlalu jauh dari kejadian di atas, saya tiba-tiba diberi tahu oleh saudara bahwa ada lowongan sebagai security pusat perbelanjaan. Dia menyarankan saya untuk ikut menaruh surat lamaran, karena memang sudah hampir dipastikan lamaran saya diterima, sebab kepala bagian security tersebut merupakan teman baik saudara saya.

*****

Di lain sisi kita melihat perkembangan umkm semakin menjamur, yang tadinya mengurus administrasi di perusahaan besar, kini banting setir menjadi penjual pentol demi bisa bertahan hidup dan memberi uang jajan anak sehari-hari.

Momentum ini harusnya bisa dimanfaatkan oleh mahasiswa tingkat akhir dan yang sudah lulus untuk mendapatkan penghasilan di masa muda, Toh kuliah juga sedang diubah menjadi pembelajaran jarak jauh. Syukur-syukur usaha tersebut menjadi besar, serta bisa membuka lowongan pekerjaan bagi mereka yang membutuhkan.

Tidak harus punya modal besar belasan atau puluhan juta untuk memulai usaha, dengan modal kecil pun bisa asal telaten! Contohnya bisa memulai usaha thrifting pakaian, dengan modal 200 ribu dan sebongkah semangat, kalian bisa pergi blusukan ke pusat perbelanjaan seperti mangga dua atau tanah abang (khusus yang berdomisili di jakarta dan sekitarnya). Uang seminim itu bisa kita pakai untuk membeli 2 buah celana panjang atau 5 buah baju kaos dengan desain yang sekiranya bagus, dan akan laku di pasaran sesuai segmentasi pasar yang akan kita tuju. Lalu jualnya bagaimana? Kalian bisa gunakan sosial media seperti instagram, facebook ataupun marketplace sekelas shopee dan tokopedia, sebagai media pemasaran usaha thrifting shop kalian.

Semisal terjual, keuntungannya bisa dipakai untuk membeli modal pakaian lagi, agar usaha kalian semakin besar hingga kalian kerepotan mengurus order yang masuk sendirian. Akhirnya satu-satunya jalan adalah merekrut tenaga kerja atau karyawan untuk membantu urusan operasional.

Kalau kalian kuliah jurusan sistem informasi, maka itu bisa dijadikan modal untuk membangun bisnis startup teknologi, contohnya seperti gojek. Menemukan peluang dibalik sebuah masalah klasik, susahnya mencari ojek dan ke-tidak transparan soal tarif ongkos justru sekarang bisa menjadi sandaran hidup para karyawan dan mitra ojek yang jumlahnya ribuan.

Contoh terakhir, Ini pengalaman saya sendiri sebagai amatir dalam dunia usaha. Saya nekat membuka usaha petshop online dengan modal kurang dari 500 ribu, padahal sewajarnya membuka usaha petshop harus paling tidak menyiapkan modal 10 juta rupiah. Untuk membeli stok awal obat-obatan, makanan, dan snack hewan.

Berbisnis petshop sendiri merupakan bisnis yang sangat mainstream atau di dunia bisnis disebut sebagai Red Ocean. Dimana persaingan sangat berdarah-darah dan tak terlepas dari strategi perang harga. Tetapi disini saya mengambil jalan lain, dibanding harus menurunkan harga jual dan menipiskan margin keuntungan, saya lebih memilih untuk berinovasi. Yaitu dengan melakukan apa yang tidak dilakukan oleh petshop lain. Contoh, saya menyediakan paket bahan untuk membuat makanan kucing sendiri atau homemade. Target saya jelas, yaitu kalangan menengah keatas yang malas keluar rumah, namun tetap ingin memastikan hewan peliharaannya makan-makanan bergizi.

Dengan beberapa contoh yang sudah dibahas, semoga bisa membuka mata kalian agar lebih jeli dalam melihat peluang.

Bayangkan bila dalam setahun 50% alumni perguruan tinggi memilih membuka usaha, daripada ngalor ngidul mencari kerja yang semakin susah. Indonesia mungkin akan segera terlepas dari masalah banyaknya jumlah pengangguran.

Sampai kapan kalian lebih memilih kesana kemari mencari pekerjaan yang tak kunjung didapat. Sedangkan ada pilihan yang lebih menjanjikan dan berdampak untuk banyak orang.

Dengan susahnya mencari pekerjaan, seharusnya orang yang “lebih” berpendidikan mampu menjadi solusi untuk mereka yang kurang beruntung dalam hal pendidikan. Tidak peduli apapun bentuk usahanya, yang penting bisa menghidupi cacing di dalam perut orang banyak.

Dalam menghadapi pandemi seperti ini, kita harus bersama-sama memulai langkah untuk bangkit. Jika tidak menemukan jalan untuk bangkit, maka jadilah pembuka jalan untuk orang lain.