Mengawali fase grup Liga Champions musim ini, tim-tim besar melibas lawan-lawannya dengan mudah. Mereka menang telak tanpa balas dengan skor 3 gol ke atas. Manchester United dan Chelsea yang musim ini kembali berlaga di Liga Champion juga mendulang kemenangan dengan sangat meyakinkan. Chelsea bahkan mencetak gol setengah lusin.

Di antara tim-tim papan elit Eropa hanya Juventus yang jeblok. Anak asuh Massimiliano Allegri ini gagal mengulang sukses seperti pada musim sebelumnya, dimana Gianluigi Buffon dkk berhasil menyingkirkan Barcelona di perempat final dengan agregat 3-0.

Tapi sebetulnya ada yang lebih memantik perhatian di luar kemenangan tim-tim besar itu. Apa itu? Fakta bahwa Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi kembali memperlihatkan dirinya sebagai dua sosok yang terus bersaing menjadi top skor.

Sama-sama bermain di depan publiknya sendiri, kedua pemain ini sukses menyumbang dua gol. Messi yang bermain lebih dulu di Rabu dini hari melawan Juventus seolah menjadi trigger bagi Ronaldo untuk mengoleksi gol yang sama, bahkan kalau bisa lebih.

Ronaldo menorehkan dirinya sebagai striker paling tajam di Liga Champion musim 2016/2017. Pundi-pundi golnya mencapai 12, selisih satu poin dengan rival utamanya, Messi. Padahal sebelum laga final, Ronaldo masih tertinggal dua poin dari Messi.

Barcelona yang gagal melaju ke semifinal musim lalu membuat Messi tidak lagi bisa menambah koleksi golnya. Koleksi golnya "tertambat" di angka 11 poin. Melihat selisih angkanya tidak terlampau jauh, Ronaldo benar-benar tidak menyiakan-nyiakan kesempatan terakhirnya saat bermain di laga final.

Ronaldo tampil brilian. Buffon yang sudah malah melintang di Liga Champion dibuat tidak berdaya. Buffon harus mengambil bola yang tersarang ke gawangnya. Berkat dua gol yang dilesakkan ke gawang Juventus itu, Ronaldo bukan hanya menjadi "predator" yang paling mematikan, tapi sekaligus mengantar klubnya menjuarai Liga Champion berturut-turut.

Ronaldo dan Messi memang menjadi sosok yang sangat fenomenal. Perseteruan antar keduanya sudah berlangsung sangat lama, kurang lebih sekitar 10 tahun. Terhitung sejak tahun 2008 hingga tahun 2017, Ronaldo dan Messi "saling jegal" untuk menjadi pemain terbaik dunia.

Ketika Messi berturut-turut selama empat 4 musim (2009, 2010, 2011, 2012) merebut tropi Ballon d'Or, Ronaldo terus membuntuti. Pemain yang ditempa dengan baik oleh Alex Ferguson ini tidak kehilangan semangat sedikitpun untuk menyamai rekor Messi.

Sebagai mantan anak asuh Opa Fergie, Ronaldo memiliki karakter yang sama dengan "orang tua angkatnya" itu. Alex Ferguson terkenal sebagai sosok yang ambisius. Karakter inilah yang mengalir dalam ranah Ronaldo.

Sekalipun menjadi pemain mega bintang, Ronaldo dikenal sangat disiplin. Pemain berkebangsaan Portugal ini tidak pernah datang terlambat ke sesi latihan. Itulah mengapa ada yang bilang bahwa skill Ronaldo terus berkembang karena hasil kerja keras dan latihan yang disipilin, sementara kepiawaian Messi tumbuh secara alamiah. Kerja keras dan disiplin itu tentu tidak lepas dari karakter Ronaldo yang ambisius.

Dalam satu dasawarsa terakhir, tidak ada pemain yang mampu menjegal dominasi Ronaldo dan Messi. Sebetulnya ada banyak pemain yang potensial melampaui keduanya. Neymar Jr, Luiz Suarez, Philippe Coutinho, Paulo Dybala, Robert Lewandowski, Andres Iniesta, Xavi Hernandes, Sergio Aguero memiliki skill yang mumpuni untuk mengalahkan Ronaldo dan Messi.

Tapi dalam setiap momen menjelang pengumuman penghargaan pemain terbaik dunia, Ronaldo dan Messi selalu menjadi kandidat utamanya. Dengan kata lain, sejumlah pemain yang disebutkan di atas sebagus apapun skill individunya selalu berada di bawah bayang-bayang kebesaran Messi dan Ronaldo.

Kita tentu tidak ingin peraih Ballon d'Or hanya dihuni oleh dua mega bintang Ronaldo dan Messi. Menurut saya, kalau perseteruan menjadi pemain terbaik dunia hanya menjadi milik mereka berdua, berarti dunia sepakbola mengalami kemunduran dalam mengorbitkan generasi pemain-pemain terbaik dunia.

Kepindahan Neymar ke PSG bisa dimaknai sebagai langkah pemain Brazil itu agar keluar dari bayang-bayang Messi. Selama di Barcelona, Neymar tampil sangat kompetetif. Tidak hanya meraih tropi di liga domestik, Neymar juga mengantarkan Barcelona mencapai puncak prestasi di Liga Champion. Tapi kalau tetap bertahan di Camp Nou, Neymar akan kesulitan menjadi pemain terbaik sejagad karena titik sentral perhatian di Barcelona akan selamanya terpusat pada Messi.

Menurut saya, keputusan Neymar meninggalkan Camp Nou merupakan langkah tepat guna mengejar ambisi pribadinya meraih Ballon d'Or. Sudah cukup lama pesepakbola Brazil kehilangan dominasinya dalam ajang penghargaan Ballon d'Or.

Terakhir kali pemain Brazil yang dianugerahi titel pemain terbaik sejagad adalah Kaka. Pada tahun 2007, bintang AC Milan itu mengumpulkan poin terbanyak mengalahkan Messi dan Ronaldo. Setelah itu, belum ada lagi pemain Brazil yang bersinar dan menyabet prestasi yang fantastis itu.

Hijrahnya Neymar digadang-gadang menjadi bagian dari misi dia meneruskan generasi pesepakbola Brazil sebelumnya yang selalu mendapat tempat utama di momen penghargaan pemain terbaik dunia. Misi pribadi Neymar ini sekaligus selaras dengan keinginan rakyat Brazil yang sudah lama merindukan pemainnya menggondol tropi Ballon d'Or.