Aku adalah seorang anak desa yang lugu nekat untuk melanjutkan sekolah di salah satu SMP yang berada di kota Bojonegoro, di mana rata-rata temanku hanya bersekolah di dekat desa tetapi aku memberanikan diri untuk pergi ke kota sendiri tanpa teman karena dalam pikiranku saat itu bersekolah di kota akan menyenangkan tentunya mendapat banyak wawasan baru.
Pastinya dengan aku melanjutkan sekolah SMP di kota, aku menjadi buah bibir oleh tentangga-tetanggaku kenapa tidak, orang desa selalu berpikiran bahwa seorang perempuan tidak usah berpendidikan tinggi apalagi sampai sekolah di kota mereka menganggap bahwa perempuan percuma untuk sekolah tinggi ujung-ujungnya ya hanya 3M yang berarti (Macak, Masak, Manak).
Saat itu aku sedih mendengar perkataan tersebut tetapi orang tuaku selalu meyakinkan aku bahwa aku harus berpendidikan tinggi harus mengerti dunia yang luas dan kata mereka sangat penting seorang perempuan berpendidikan agak tidak di bodohi cowok katanya, dan mereka bilang bahwa aku tidak salah untuk memilih sekolah di kota untuk banyak mendapat pengalaman. Dari situ aku selalu bertekad bahwa aku harus mewujudkan harapan orang tuaku.
***
Tiba di mana saat itu adalah hari pertama masuk sekolah tentunya aku bergegas dari rumah pukul 05.30 tentu saja itu masih sangat pagi bukan? Iya, itu dikarenakan jarak rumahku dengan sekolah SMP itu sekitar 17 km, jarak yang cukup jauh aku berangkat dengan di antar oleh orang tuaku kemudian hari-hari pengenalan mahasiswa baru pun telah usai.
Setelah itu hari-hariku di SMP aku jalani dengan senang hati ya memang terkadang banyak kendala untuk mengerjakan tugas dll, tetapi bagiku tidak masalah karena aku senang menjalaninya tentunya dengan masuk di sekolah yang aku idamkan juga menjadi pengaruhnya.
Benar sekali setelah aku bersekolah dan mengenali semua teman, guru, dan bahkan lingkungan sekolah yang sangat berbeda keadaan daripada di desa banyak sekali perubahan-perubahan dengan cara ku berpikir banyak sekali hal-hal baru yang mengubah cara pandang dan pikiranku, di mana saat aku berada di desa aku hanya lah anak polos yang tidak berani berbicara kepada orang tetapi berbeda saat aku sudah masuk SMP dan mengenali banyak orang aku menjadi lebih percaya diri kepada orang yang mungkin baru aku temui.
Tiba dimana saat itu aku melanjutkan ke jenjang SMA aku kembali memilih salah satu SMA di kota Bojonegoro karena aku merasa bebas jika bersekolah jauh seperti SMP dan aku sangat nyaman dengan hal itu di mana kata bebas aku bisa melakukan hal yang bisa membuat diriku berkembang tanpa omongan tetangga desa.
Di masa SMA aku habiskan dengan mengerjakan tugas, membuat makalah, menyusun PPT, serta aku juga mengikuti organisasi dan menghadapi masa daring akibat dari Covid-19. Tidak terasa masa SMA berlalu begitu saja dan tiba-tiba saja masuk pendaftaran kuliah.
Pada pendaftaran kuliah awalnya aku mendaftar di sebuah Universitas Negeri di Jawa Timur tentunya karena aku berasal dari daerah Jawa Timur dan sebab lain adalah aku anak perempuan yang tidak boleh tinggal jauh dari orang tua, katanya nanti kalo aku jadi nakal hehe.
Aku cukup berharap sebenarnya untuk masuk di Universitas itu, tetapi saat pengumuman berlangsung aku tidak lolos sangat sedih sekali tentunya melihat teman-temanku yang sudah keterima pada Universitas yang di impikan sedangkan aku belum.
Setelah itu aku memutuskan untuk mengulang saja tahun depan dan mungkin akan mencari kerja untuk 1 tahun tetapi saat aku membicarakannya kepada orang tuaku mereka tidak setuju dan menyuruhku untuk mencoba mengikuti tes mandiri di Universitas Sebelas Maret, kemudian hanya dengan berbekal restu orang tua aku mengikuti tes tersebut dan ternyata benar aku lolos.
Masalah muncul ketika aku lolos justru aku tidak mau mengambilnya karna sebuah kota Solo sangat jauh dalam pikiranku karena sudah beda provinsi, tetapi dengan dukungan orang tua ku akhirnya aku mengambil keputusan untuk merantau di sebuah kota yang di daerahku menyebutnya Solo adalah kota keraton. Untuk membuktikan pada tetanggaku bahwa perempuan harus mempunyai pendidikan tinggi agar menjadi calon orang tua yang cerdas.
Awalnya aku sangat kesulitan untuk beradaptasi pada kota asing ini untuk mengatur keuangan dan waktu untuk kegiatan. Sangat jauh beda jika dibandingkan pada saat di rumah di mana makanan, waktu sudah di atur oleh orang tua tetapi saat merantau semua harus di kerjakan sendiri dari makanan mencari sendiri, mencuci sendiri, membersihkan kamar sendiri, bahkan ke mana-mana juga sendiri.
Impianku untuk pulang kampung tiap weekend saat kuliah pun tidak terlaksana di mana tidak memungkinkan bagiku dengan jarak rumah 5 jam aku hanya bisa pulang saat liburan semester tiba. Tetapi tidak ada penyesalan bagi ku memilih untuk merantau dan memulai kehidupan di kota ini dengan menjalani hari-hari sebagai anak kost.
Menjadi anak ratau memang menyenangkan, tetapi jangan hanya melihat kebahagiaannya karena pada realita nya lebih banyak kesedihan dan bahkan kesulitan yang dihadapi. Dukungan yang diberikan oleh orang tua merupakan satu hal yang memperkuat dan juga semangat dari teman-teman juga sangat berarti.