Entah bermula dari dan sejak kapan, yang jelas, kebebasan sudah dari lahirnya diperkenalkan sebagai hak tiap-tiap individu atau manusia. Bahkan bisa diklaim, kebebasan adalah hak paling mendasar yang harus manusia miliki dalam hidup dan kehidupannya.
Adalah benar bahwa teramat banyak alasan mengapa kebebasan harus kita bela. Di samping sebagai hak, kebebasan pun tak lebih sebagai suatu kewajiban, dalam arti aktualisasi diri. Untuk hidup dan bagi kehidupan misalnya, kebebasan jauh memberi arti daripadanya.
Bayangkan saja jika kita tak punya kebebasan sebagai manusia. Apa bedanya kita dengan domba-dombanya para penggembala? Saya kira, tak ada di antara kita yang menghendaki jadi domba, yang hanya tahu patuh dan tunduk pada aktualisasi diri orang lain.
Mengerti posisi kebebasan di atas, tak salah ketika banyak orang berusaha memperjuangkan, merebut, mempertahankan, serta mengembangkan kebebasannya masing-masing.
Lihatlah Soekarno, Hatta, dan para pendiri bangsa yang lain. Mereka telah berjuang dan merebut kebebasan bangsa dari tangan para penjajah. Dan dengan lantang, mereka proklamirkan kebebasan itu ke seantero dunia.
Terlepas bahwa para pendiri bangsa kita sendiri tak kuasa mempertahankannya, bahkan justru kembali meruntuhkan kebebasan yang telah diperjuangkan dan direbutnya, tugas kitalah yang hari ini ada untuk merebutnya kembali.
Kebebasan harus kita bela dan pertahankan, dan jika perlu dikembangkan. Karena memang demikian, tanpa kebebasan, sama artinya bahwa manusia hanya hidup untuk kematian.
Kebebasan Individu
Ya, manusia hidup tidak sekadar hidup, sebagaimana Buya Hamka pernah menyembulkan kata-kata ini. Manusia tak sama seperti kera. Manusia punya kebebasan yang wajib untuk ia bela. Namun pertanyaannya adalah, kebebasan seperti apa yang harus manusia bela?
Dalam konteks manusia atau individu sebagai warga negara, tentu kebebasan yang dimaksud adalah hak-hak sebagai warga negara. Secara garis besar, hak-hak ini mencakup hak sipil dan politik, serta hak ekonomi, sosial dan budaya, yang pada dasarnya harus dijamin dan dilindungi oleh negara sebagai sang pengabdi.
Sebagai negara demokrasi, Indonesia tentu sudah mengatur dan mengamanatkan hak-hak tersebut dalam konstitusi dan UUD 1945. Dan secara konsep, kesemuanya telah tersirat dalam pedoman bernegara kita sendiri, yakni Pancasila.
Sila pertama, yakni Ketuhanan yang Maha Esa, mengandung arti bahwa manusia diberi hak atas kebebasan berpikir, berkesadaran, dan beragama. Manusia tidak boleh dikekang, diarahkan, dan diatur, bahkan untuk beragama atau tidak beragama sekalipun. Dan jangankan negara, agama saja tak mengatur hal-hal transendensi semacam ini.
Begitupan hak atas persamaan di depan hukum (equality before the law). Hak yang termaktub dalam sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab ini, jelas menghendaki bahwa hukum tak boleh diskriminatif. Di saat kondisi apa dan bagaimanapun, hukum tetap harus ditegakkan. Dan hanya pada kebenaranlah hukum itu boleh berpihak. Lebih dari itu, prinsip hukum mutlak dan harga mati.
Hak untuk berkumpul, berserikat dan bermusyawarah secara damai, juga tersirat dalam sila Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Prinsip persatuan ini tentu sangat logis mengingat fatta bahwa keberadaan Bangsa Indonesia tiada lain untuk bersatu dalam perbedaan (bhinneka tunggal ika). Di samping itu, prinsip musyawarah menjadi sarana yang sangat tepat. Bertukar pikir secara damai dan proporsional, tentu mengindikasikan suatu bangsa yang beradab.
Dan pada sila terakhir, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, memuat hak-hak seperti hak atas pekerjaan, hak untuk mendapatkan tingkat hidup yang layak, dan hak untuk memperoleh pendidikan. Bisa dikatakan, prinsip inilah yang menjadi tumpuan dari keseluruhan prinsip-prinsip kebebasan sebelumnya.
Peran Negara
Meski telah secara terang kita gambarkan apa yang menjadi hak atau kebebasan manusia sebagai warga negara, tentu ada hal lain yang harus dan paling kita sesalkan. Bagaimana tidak, hak atau kebebasan yang hakiki tersebut seolah terabaikan. Seolah rangkaian demi rangkaian kata-kata itu hanya bisa mewujud sebagai teks yang tak berbunyi.
Selain karena faktor individu yang tak mau atau tidak tahu bagaimana cara memperjuangkan, merebut, dan mempertahankannya, juga karena ketidaksanggupan atau ketidakseriusan negara sebagai penjamin dan pelindung bagi kebebasan. Saya kira, faktor terakhir inilah yang jadi sebab utamanya.
Kita tahu, peran negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memegang peranan yang begitu sentral. Seperti disebutkan di awal, negara hadir sebagai penjamin dan pelindung bagi kebebasan warga negaranya.
Ketika terjadi pelanggaran atas kebebasan, dan negara abai terhadap hal ini, di sanalah letak kegagalannya sebagai pihak yang bertanggungjawab. Bukankah negara dibentuk hanya untuk menjamin dan melindungi kebebasan individu sebagai warga negara? Jika hal mendasar ini saja tak bisa diselesaikan, lantas apa gunanya negara ada?
Di sini, saya tidak lantas seperti kaum anarkhis yang tak membutuhkan fungsi dan peran negara dalam hal apapun sebagai pihak penanggungjawab. Tiap-tiap individu memang harus bertanggungjawab pada hidup dan kehidupan yang dijalaninya. Bahwa bukan semata-mata negara sebagai institusi yang harus berperan demikian.
Hanya saja, jika tiap-tiap individu (warga negara) tidak sanggup menyelesaikan beragam persoalan karena beberapa sebab seperti tumpang-tindihnya kebebasan dan kepentingan di masing-masingnya, maka di sanalah negara harus ada, berfungsi, dan berperan.
Kembali ke soal mengapa kebebasan harus kita bela, seperti yang saya maksudkan di awal, membela kebebasan berarti membela hak paling asasi dalam hidup manusia itu sendiri. Hanya pada mereka yang berani memperjuangkanlah yang pantas diberi kebebasan.
Dan meski pembelaan model ini sangat menyiratkan kepentingan tiap-tiap individu, tentu bukan berarti bahwa ketika kepentingan itu terpenuhi maka selesailah perjuangan atas kebebasan. Hematnya, perjuangan mencapai kepentingan individu adalah sarana untuk memenuhi kepentingan-kepentingan yang lain, seperti masyarakat, bangsa dan negara.
Terakhir, yang juga hendak dituju oleh adanya pembelaan atas kebebasan adalah berusaha meminimalisir beragam konflik kepentingan yang lahir sebagai konsekuensi logis dari aktualisasi kebebasan itu sendiri. Ini yang utama. Dan semua pihak termasuk negara, harus ikut serta dalam persoalan ini.