Pada setiap bulan Februari, seluruh umat manusia di dunia menantikan hari yang disebut “valentine day” atau hari kasih sayang. Seluruh umat manusia, bereuforia menyambut hari tersebut dengan berbagai kegiatan. Diantaranya dengan memberikan bunga kepada orang terkasih, memberikan coklat sebagai symbol kasih sayang dan sebagainya. 

Hal demikian dilakukan untuk mengekspresikan rasa cinta seseorang kepada orang lainnya. Maka tak heran, jika hari tersebut datang banyak simbol-simbol hari “valentine day” yang telah terpampang di mana-mana baik di toko-toko maupun di lingkungan umum dengan berbagai ucapan.

Dalam sejarahnya, “valentine day” merupakan budaya orang Romawi, yang memperingati seorang pendeta yang Bernama Santo Valentino yang dibunuh oleh Raja Claudius karena dianggap telah menentang perintah Raja. Dalam berbagai literasi, dijelaskan bahwa Santo Valentino yang dilarang oleh Raja untuk menikahkan semua prajurit Romawi, yang akan mempengaruhi mereka untuk tidak ikut dalam peperangan karena mereka telah terikat dengan kasih sayang terhadap istri maupun kekasih mereka saat itu. 

karena sedikitnya anak muda yang ingin ikut dalam peperangan, itu berimbas kepada keberlangsungan kerajaan tersebut untuk mampu menaklukkan kerajaan lainnya di Romawi. Walaupun sebenarnya menurut beberapa literatur sejarah “valentine day” ini banyak yang simpang siur sejarah aslinya.

Dalam perjalanannya, “valentine day” menjadi budaya seluruh umat manusia di dunia. Dengan alasan memperingati hari kasih sayang atas pengorbanan Santo Valentine dalam menentang perintah Raja demi untuk menyambung kasih sayang antara pemuda yang telah menjalin cinta. 

Sejatinya, pemberian kasih sayang terhadap orang yang di cintai merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh agama. kasih sayang itu tentunya tanpa memandang status sosial, suku, agama dan sebagainya, karenanya kasih sayang itu tumbuh atas kesadaran fitrah hati manusia yang paling dalam. Bagi beberapa golongan perayaan “valentine day” tentunya memiliki efek negative terhadap perkembangan budaya maupun agama sebagai norma yang berlaku di suatu negara.

Indonesia sendiri, tentunya ada sebagian banyak masyarakat yang kemudian ikut dalam proses perayaan “valentine day” tersebut. Tentunya jika melihat sejarah, ini bukanlah budaya orang Indonesia atau budaya timur. Apalagi perspektif “valentine day” ini telah bergeser kepada orientasi yang berpeluang menimbulkan berbagai masalah diantaranya sex bebas, hilangnya jati diri seorang muslim, dan sebagainya. 

Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi kita semua untuk membendung budaya yang akan merusak nilai moral bangsa yang penduduknya mayoritas Muslim. Dalam Islam sendiri, tidak mengenal Namanya “valentine day” yang ada adalah setiap momen, setiap hari dan merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh seluruh manusia untuk selalu menebarkan kasih sayang kepada seluruh alam raya ini. 

Sebagaimana firman Allah yang mengatakan “tidaklah kami mengutusmu (Muhamamd) dimuka bumi ini, kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam raya ini”. selain itu, manusia juga diperintahkan untuk saling tolong menolong dalam kebaikan, agar tercipta kehidupan yang harmonis, cinta sesama manusia yang berdasarkan keyakinan atas sang pencipta. Sebagaimana juga yang telah dilakukan oleh MUI dengan mengeluarkan fatwa Haram terhadap umat Islam yang ikut perayaan “valentine day” yang tertuang dalam surat keputusan No 3 tahun 2017.

Kehadiran Islam di jagat raya ini, tentunya cukup memberikan satu pandangan bahwa Islam hadir untuk menjadi rahmat penebar kasih sayang terhadap seluruh makhluk hidup di dunia ini. 

Nabi dalam hijrahnya dari Mekkah ke Madinah tentunya tugas awal yang dilakukan ialah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Ansor dengan rasa cinta kasih. Jadi jelas keliru bahwa perayaan “valentine day” yang di khususkan dan berpotensi merusak generasi dan budaya moral bangsa ini.

Meningkatkan Edukasi

Realitas yang terjadi umat Islam pun mengikuti budaya tersebut. padahal jelas bahwa berbuat baik, saling memberikan kasih sayang merupakan ajaran Islam yang tidak mengenal hari. Kebaikan terus di galakkan dan termanisfestasikan dalam realitas sosial. Maka untuk itu, perlunya edukasi yang lebih terhadap umat Islam berkaitan dengan budaya-budaya yang bisa meruntuhkan aqidah.

Edukasi tersebut bisa melalui keluarga untuk memberikan pemahaman kepada anak maupun anggota keluarga lainnya terkait dengan ajaran-ajaran Islam yang dibenarkan. Kedua perlunya pemahaman yang lebih oleh para pendidik kita di lingkungan pendidikan baik umum maupun Islam untuk memberikan edukasi terkait dengan budaya-budaya yang bisa merusak moral anak bangsa. 

Walaupun dalam pengertian tekstualnya “valentine day” yang diartikan sebagai kasih sayang, seharusnya perayaan dan makna “valentine day” mampu di filter dengan baik sehingga mampu memberikan manfaat kepada banyak orang.

Perayaan tersebut juga seharusnya mampu menjadi transformasi sosial di lingkungan masyarakat. karena budaya ini telah mandarah daging di tubuh masyarakat, maka perlu di transformasikan kepada nilai yang sesuai dengan ajaran Islam. 

Transformasi tersebut bisa berupa memberikan nilai pentingnya saling menghargai sesama, tolong menolong, saling mencintai dalam bingkai agama dan kemanusiaan. Agar perayaan yang dilakukan setiap Februarinya bisa di pahami bahwa kewajiban kita ialah setiap saat, setiap hari harus berbuat kasih sayang dengan menebarkan rahmat.