Bulan April selalu disandingkan dengan sosok R.A. Kartini. Perjuangannya mendobrak tradisi menjadikan perempuan Indonesia saat ini ikut menggaungkan emansipasi. Namun demikian, adakah konsep lain dari “Habis Gelap Terbitlah Terang” selain emansipasi perempuan?

Sebuah buku yang tak kalah menarik untuk dikaji adalah “Bahtera Nuh” karya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. Buku ini, di kalangan Jemaat Ahmadiyah, menjadi salah satu buku yang sangat dianjurkan untuk dibaca dan dikaji oleh para pengikut Sang Imam Mahdi yang dijanjikan.

Sebuah buku yang merupakan seruan keimanan ini, dicetak pertama kali pada tahun 1947, dengan judul asli “Noah’s Ark”. Terdiri atas 166 halaman, buku yang tidak terlalu tebal ini menyajikan 24 bab-bab pendek namun penuh dengan nasihat mendalam.

Salah satunya yang membuat penulis tertarik adalah, ketika Hadhrat Imam Mahdi Al-Masih Mauud as menegaskan makna salat sebagai sarana untuk mencapai kesucian. Barangkali, tidak ada seorang muslim pun yang akan mengelak bahwa salat memang merupakan sarana untuk mensucikan diri.

Sebagaimana halnya istighfar, salat juga mengandung permohonan ampunan dan doa-doa yang dipanjatkan secara sadar dengan penuh kerendahan hati, disertai juga dengan salawat kepada baginda Nabi salallaahu alaihi wasallam.

Salatlah yang akan mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar. Selain itu, pada setiap masalah yang dihadapi oleh manusia, meminta pertolongan dengan sabar dan salat menjadi perintah di dalam Al-Quran.

Melanjutkan menelaah buku ini, tibalah pada pembahasan yang menarik, di mana konsep kehidupan manusia dari tahun ke tahun, dari sebuah masa ke masa yang lainnya, tak ubahnya pergantian waktu di dalam salat yang tuntunannya telah diberikan dengan jelas kepada umat Islam.

Siklus Hidup Manusia dalam “Bahtera Nuh”

Di dalam buku ini, analogi tentang waktu salat dipersamakan dengan siklus gelap-terang yang dihadapi oleh manusia. Disebutkan sebuah permisalan ketika manusia menerima musibah berat, seperti menerima sebuah perintah penahanan.

Kondisi yang tidak menyenangkan ini tentu akan membuat hati gundah gulana. Siapapun pasti tidak ingin berurusan dengan hukum, apalagi sampai harus menerima sebuah panggilan pemeriksaan dan penahanan.

Keadaan inilah yang diumpamakan seperti halnya tergelincirnya matahari. Kebahagiaan mulai surut dan kegelapan mulai menjelang. Pada masa ini, diibaratkan seperti datangnya waktu salat zuhur yang harus dilakukan ketika matahari melewati masa puncaknya.

Inilah kondisi pertama manusia, yang disadari atau tidak, setiap manusia memiliki fasenya masing-masing. Andaipun tidak dengan sebuah penahanan, namun datangnya musibah dan penderitaan yang mengganggu ketenteraman adalah sebuah keniscayaan.

Siklus berikutnya adalah, ketika sore menjelang dan gelap semakin datang mendekat. Cahaya matahari mulai pudar ketika tiba waktunya salat asar. Demikian halnya kondisi kehidupan manusia, di mana terjadi sebuah peristiwa yang semakin mencekam.

Kondisi jasmani dan rohani seseorang dikatakan seperti hampir berpisah dari kebahagiaan. Jika melanjutkan peristiwa penahanan di atas, maka pada masa ini adalah sebuah waktu di mana seseorang harus menghadapi persidangan.

Perjalanan belum berhenti di persidangan, karena manusia harus memasuki fase yang lebih kelam yang diibaratkan waktu salat maghrib. Saat matahari sudah benar-benar tenggelam, maka habislah sudah harapan untuk melihat cahaya yang terang.

Pada analogi persidangan, maka tibalah masa ketika semua saksi dan bukti sudah diajukan, dan vonis hakim menyatakan bahwa “anda bersalah” dan harus menjalani hukuman. Menjadi seorang tahanan, adalah titik nadir yang tak seorangpun ingin melewatinya.

Meskipun demikian, kegelapan pekat masih harus lebih panjang dilewati. Demikian halnya di dalam waktu salat Isya, sebagai waktu salat yang terpanjang di antara waktu-waktu salat lainnya. Dalam keadaan gelap yang sangat panjang, seseorang harus tetap mampu berdiri seraya mengingat Tuhan.

Fase ini, hampir dikatakan sangat jauh dari cahaya yang terang. Bukan tidak mungkin seseorang bahkan harus wafat di dalam masa kegelapan ini, sebelum sempat melihat cahaya di kehidupan yang baru.

Dibutuhkan kesabaran dan kekuatan untuk melewati malam, ketenangan di dalam istirahat panjang, disertai zikir-zikir kepada Allah demi meminta perlindungan dari kejahatan di tengah gelapnya malam. Tak pernah ada yang tahu seberapa lama ujian akan membuat manusia jatuh terpuruk dalam kegelapan.

Layaknya seorang terpidana harus menjalani bertahun-tahun lamanya di dalam kegelapan penjara, selama itu jugalah fase kegelapan dalam hidup manusia harus dengan tabah dijalani. Tidak ada pilihan lain, selain bertahan dalam tawakal dan melewati kegelapan dengan penuh keikhlasan.

Fase Datangnya Terang Setelah Kegelapan Panjang

Kesabaran menjadi nikmat yang akan berbuah kasih sayang Tuhan. Demikian pula datangnya titik harapan baru. Ketika kegelapan perlahan tertiup angin dan berganti dengan terbitnya terang, sebagaimana tiba waktunya fajar menyingsing menyuarakan subuh.

Manusia pun pada akhirnya akan menikmati masa yang indah, kembali kepada semangat hidup yang bergelora. Asalkan, ia berhasil melewati kegelapan yang panjang dengan sabar, berteman bulir-bulir doa dan munajat kepada Allah semata.

Demikianlah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad memberikan sebuah pemahaman, bahwasanya salat tak ubahnya adalah masa yang akan dilewati di sepanjang usianya. Ujian yang datang dan pergi, tak lain adalah waktu-waktu salat yang silih berganti.

Siang berganti malam, hingga tiba siang kembali, seharusnya menjadi tanda untuk direnungkan oleh umat manusia. Waktu salat yang sudah ditentukan, adalah sebuah pelajaran mendalam, bahwa tak akan pernah ada kebahagiaan yang abadi, demikian halnya kegelapan yang tak mungkin berlangsung selamanya.

Jika kita tidak pernah bisa menebak akan seperti apa hidup kita beberapa saat ke depan, maka dirikan dan renungkanlah salat, sebagai sebuah peringatan akan fase gelap-terang yang pasti akan dilalui.

Begitu juga, jika seseorang tidak mengetahui apa yang sedang diperjuangkan orang lain ketika terpuruk di dalam kegelapan, maka tak ada hak bagi kita untuk memberikan penghakiman. Karena, mereka mungkin akan segera menikmati masa terangnya, dan kita berganti memasuki masa gelap kita.