Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan seni, kebudayaan, adat, legenda, kepercayaan, dan lain-lain. Kekayaan Indonesia yang beragam itu tak lupa diwariskan oleh para nenek moyang dalam bentuk naskah. Zaman sekarang, kami para generasi muda menikmati kekayaan yang telah dimiliki Indonesia melalui naskah-naskah tersebut.

Naskah kuno adalah dokumen dalam bentuk apapun yang ditulis dengan tangan atau diketik yang belum dicetak atau dijadikan buku tercetak yang berumur 50 tahun lebih (UU Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010).

Lalu, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan. Mendefinisikan naskah kuno sebagai dokumen tertulis yang tidak dicetak atau tidak diperbanyak dengan cara lain, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, dan yang mempunya nilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan.

Masyarakat Indonesia sedang giat mengumpulkan naskah-naskah tersebut. Naskah kuno yang memiliki nilai-nilai mengenai sejarah tentang Indonesia dari segala aspek. Naskah tersebut akan diabadikan oleh UNESCO. Banyak sekali naskah-naskah kuno yang telah diabadikan oleh Perpustakaan Nasional, salah satunya adalah naskah kuno berjudul Damarwulan.

Naskah kuno Damarwulan ini saya dapatkan dari kunjungan saya ke Perpustakaan Nasional (03/10/2022). Namun, naskah kuno yang saya dapatkan sudah dalam bentuk alih aksara dan terjemahan. Walaupun begitu, saya tetap dapat mengakses naskah aslinya melalui web https://khastara.perpusnas.go.id.

Naskah Damarwulan dalam buku ini adalah naskah yang tersimpan pada koleksi naskah Merapi-Merbabu, Perpustakaan Nasional dengan nomor 149 L 24. Naskah Damarwulan adalah satu-satunya naskah di koleksi Merapi-Merbabu sehingga disebut sebagai codex unicus. Teks naskah Damarwulan ini berlatar sejarah akhir Majapahit. Kisah yang tertulis dimulai setelah wafatnya Prabu Brawijaya terakhir.

Naskah Damarwulan yang telah dialih aksara dan diterjemahkan ini adalah naskah yang ditulis oleh Ki Nalamarta pada hari Kamis Pon, Rabiul Awal, wuku Wayang, tahun 1673 S atau 1748 M. Tahun penulisan tersebut identik dengan tahun penulisan naskah Damarwulan yang disebutkan oleh Roorda van Eysinga (1842).

Naskah Damarwulan ini ditulis di atas lontar berukuran 30.3 x 3.4 cm. Berjumlah 40 lempir. Teks pada naskah ditulis menggunakan aksara buda. Teks Damarwulan yang terdapat di Perpustakaan Nasional tidak lengkap, hanya berisi 5 pupuh, yaitu: 1). Asmarandana (21), 2). Durma (16), 3). Sinom (41), 4). Dhangdhanggula (51) dan 5). Sinom (13).

Cara mengalih aksarakan naskah Damarwulan ini adalah dalam bentuk edisi faksimili disertai dengan alih aksara diplomatik. Namun, naskah Damarwulan sudah rapuh dan sebagian sudah kehitaman yang membuat sebagian teks tak terbaca.

Maka, penulis buku Alih Aksara dan Tejermahan Damarwulan ini yaitu Abimardha Kurniawan dan Agung Kriswanto cukup membuat edisi diplomatik dan edisi kritik tanpa menyertakan edisi faksimili. 

Saya akan menunjukkan dan memberikan hasil memahami sebagian isi naskah Damarwulan ini dari sisi alih aksara Edisi Kritik. Karena saya tidak memahami alih aksara edisi diplomatik, berikut bagian teks Asmarandana.

Asmarandana

8i, 8a, 8e/o, 8a, 7a, 8u, 8a

1.1 > Ywa(n)tĕn amilya angawi/caritane jaman kuna/ing Dite Pahing Tahune/sasi Mulud ta(ng)gal pisan/ring Wayang Wukunira/kasmaraningsun angrungu/atĕmbang asmaradana.

1.2 > tatkala wiwiting tulis/nuju Rĕspati Pon ika/kala tanggal ping kalihe/hing sasi Rabiyul Awal/wukuni[ng]pun ing wayang/hanĕ(ng)gih ring tahun Wawu/sarĕng kapitu /1r/mongsanya.

1.3 > Hikang adarbeni tulis/rare sang(k)ing Bacakan/karsa gumangkit hangĕnne/sakehe ka(ng) sudy amaca/den samya hangpura/mangkana sangkalanipun/mantr(i) kuda hobaning rat.

1.4 > akĕdah hamangun tulis/kang nama Ki Nalamarta/kang wisma kiduling lepen/pinipil hingamḅil anak/ḍatĕng kiyahi Nglapak/sekehe kang maca hangrungu/sampun wo(n)tĕn kang kacipta.

1.5 > Sri Narendra Mahospahit/punika bubukanira/dening kalang /1v/ kung sĕktine/nanging ta sampun pralinna/sang nata denya seda/kagĕ(n)tosan putranipun/jumnĕng tĕḍak ping tiga.

1.6 > Brawijaya hikang kari/tan adarbe putra lanang/hamung hestri hatmajane/keringaning pramudita/sang nata Majalĕngka/kusuma Kancana Wungu/hayawah patḅĕlas warsa.

1.7 > tinarikrama tan apti/kasaru kang rama seda/mangkana hatmaja wadon/hagĕ(n)tosi hikang rama/hana hing Wilatikta/nĕ(ng)gih sakaprabonipun//2r/ jumnĕng ratu wanodya.

Terjemahan

1.1 > Ada yang ikut menulis/cerita zaman kuno/di hari Minggu Pahing tahunnya/bulan Mulud tanggal satu/Wayang wukunya/saya terpersona mendengar/tembang Asmarandana.

1.2 > Saat mulai menulis/di hari Kamis Pon/tanggal kedua/di bulan Rabiul Awal/wukunya Wayang/ketika tahun Wawu/saat masa Ketujuh

1.3 > yang mempunyai tulisan/anak dari Bacakan/maksudnya ingin mecoba/seluruh yang mau membaca/agar mau memaafkan/inilah sangkalanya/mantri kuda geraknya bumi (1673)

1.4 > harus membuat tulisan/yang bernama Ki Nalamarta/yang tinggal di selatan sungai/diangkat anak/oleh Kyai di Nglapak/semua yang membaca dan mendengar/jangan ada yang dipikirkan

1.5 > sang Raja Majapahit/itu pembukaannya/karena kesaktiannya yang luar biasa/tetapi beliau sudah meninggal/setelah kematian sang raja/digantikan anaknya/bertahta keturunan ketiga

1.6 > Brawijaya yang terakhir/tidak mempunyai anak laki-laki/anaknya hanya perempuan/diikuti dengan kesejahteraan/sang Raja Majapahit/Kusuma Kancana Wungu/Sedang berumur empat belas tahun

1.7 > tidak mau diminta untuk menikah/ayahnya sudah meninggal/demikianlah anak perempuan/menggantikan ayahnya/ada di Wilatikta/dan setelah dinobatkan sebagai raja//2r/ menjadi raja perempuan

Jadi, setelah saya menuliskan alih aksara dari edisi kritik dan menulis terjemahannya dapat dipahami bahwa, enam bait naskah Damarwulan yang saya tuliskan kembali dari buku ini menceritakan kapan naskah ini ditulis, tujuan naskah ini ditulis, siapa penulis naskah ini, menceritakan bahwa Raja Majapahit telah meninggal dan digantikan oleh puterinya sebagai awal penulisan naskah ini.

Wah, setelah membaca dan memahami naskah kuno Damarwulan ini saya menjadi lebih memahami sejarah tentang Kerajaan Majapahit. Menambah wawasan tentang Indonesia dan melestarikan budaya adalah tugas kita sebagai generasi penerus bangsa.

Daftar Pustaka: Kurniawan, Abimardha, dan Kriswanto, Agung. "Alih Bahasa Damarwulan Alih Aksara dan Terjemahan". Jakarta: Perpusnas Press, 2021.