Beberapa bulan terakhir, Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, tiba-tiba saja menjadi buah pembicaraan dunia. Pasalnya, di kota tersebut muncul virus yang berbahaya nan mematikan. Dunia menyebutnya virus Corona atau Covid-19. Sekitar ratusan ribu warga Wuhan yang positif terjangkit Corona, ribuan meninggal dunia dan sebagian besar bisa disembuhkan.

Ketika Wuhan diserang virus Corona, para pakar menyebutkan, virus ini disebabkan oleh makanan ekstrem yang sudah menjadi tradisi di Wuhan, yakni memakan daging dari binatang liar. Wuhan pun menjadi sasaran cacian. Wuhan secara khusus dan China secara umum, dimaki, dihina, bahkan tak jarang mendapat sikap rasisme dari berbagai pihak.

Meski sudah banyak cacian, makian, fitnah, bahkan tindakan rasisme, Wuhan memilih diam, mereka tetap fokus melawan virus berbahaya nan mematikan itu. Masyarakatnya saling menguatkan, warganya saling membantu, para dokter terlihat tanpa lelah dalam mengobati setiap pasien. Pemerintah dengan sigap memberikan informasi dan membangun rumah sakit khusus hanya dalam hitungan hari.

Wuhan saling bahu membahu dan bantu membantu, ia tidak menghiraukan umpatan serta opini dunia terhadap mereka. Agenda fokus mereka adalah kerja, kerja, dan kerja untuk melawan ganasnya virus Corona. Loyalitas dan semangat pantang menyerah diperlihatkan oleh Wuhan dalam setiap levelnya, mulai dari lapisan masyarakat, aparat kepolisian, dokter, hingga pemerintah, semua turut bergotong royong dalam menangkal virus Corona.

Inilah wujud solidaritas sejati. Solidaritas yang ditunjukkan dengan belas kasih kepada sesama. Solidaritas yang saling membantu dan memberdayakan. Semangat gotong royong menjadi tameng pamungkas masyarakat Wuhan dalam melawan penyebaran virus Corona. Bagi mereka, virus Corona adalah sarana untuk menguatkan solidaritas, dan ikut aktif dalam merawat kehidupan manusia.

Walhasil, proses dari semangat gotong royong dan solidaritas yang telah diperlihatkan Wuhan membuahkan hasil. Sebagaimana kata pepatah, hasil tidak akan menghianati proses, persis yang telah dirasakan oleh Wuhan saat ini. Wuhan telah berhasil lolos dan keluar sebagai pemenang sejati dalam pertempuran melawan virus Corona yang mematikan.

Disaat Wuhan sudah berhasil, negara lain malah sedang sibuk-sibuknya melawan virus Corona. Ada puluhan negara terkena serangan dari virus yang mematikan ini. Seperti negara Italia, Korea Selatan, Iran, Portugal, Spanyol, Amerika dan beberapa negara lainnya.

Beberapa negara tercatat sudah memberlakukan kebijakan lockdown (kuncitara). Di sisi lain, Kebijakan untuk tetap stay di rumah juga menjadi pilihan. Tempat ibadah ditutup, ruang publik sepi, dan semua tempat wisata sunyi. Dunia seolah beristirahat sejenak. Dunia sedang berjuang melawan Corona.

Indonesia pun juga tak ketinggalan. Data terakhir (Jawa Pos/18/03) bahwa sudah ada 227 kasus yang positif terjangkit Corona. Angka ini betambah 55 kasus dari data sebelumnya. Jauh hari, beberapa daerah sudah mengeluarkan kebijakan untuk meliburkan sekolah dan membatasi pertemuan publik. Hampir rata-rata Kampus di Indonesia sudah memberlakukan sistem kuliah online. Presiden Jokowi sendiri sudah menghimbau masyarakat agar kerja, belajar, dan beribadah dilakukan di rumah saja.

Kendati demikian, ternyata kita tidak seperti Wuhan. Ditengah massifnya penyebaran wabah Covid-19, kita masih sibuk untuk saling menyalahkan, sibuk berdebat di media sosial, seakan tidak ada sinergitas antara masyarakat, pemerintah, dan dokter di sejumlah lapangan.

Budaya gotong royong yang selama ini “katanya” menjadi identitas, kini seakan buyar, atau bahkan hilang, yang hadir menyeruak kepermukaan malah budaya caci-maki, mencari kambing hitam, mencari untung di tengah kesempitan, dan tak jarang menyebar berita bohong (hoaks) untuk menakut-nakuti. Saat ini, kita tidak bersatu, kita lebih sibuk untuk saling menyalahkan. Solidaritas kita seolah diuji dengan adanya Corona.

Kini saatnya Indonesia belajar pada Wuhan bagaimana mereka bisa berhasil melawan Corona. Indonesia harus bersatu dan tidak saling menyalahkan. Indonesia mesti kembali kepada jati dirinya, yakni semangat sikap gotong royong.

Semangat gotong royong, itulah hikmah yang bisa kita petik dari kasus virus Corona di Wuhan. Mereka saling menguatkan, memberikan informasi sehat dan cerdas. Jika kita tidak bisa memberikan empati, setidaknya jangan menyebar katakutan, membuat stigma, apalagi sampai mencari keuntungan. Sekali lagi, Indonesia mesti belajar pada Wuhan, bahwa tidak ada cara lain untuk melawan Corona kecuali bersatu padu membudayakan kembali semangat gotong royong.

Sebab, mengingat bahwa Corona bukanlah azab yang bisa ditangkal dengan doa dan menjauhi maksiat. Corona adalah ujian. Tentu kita bisa keluar dari ujian ini kalau kita kompak untuk saling bahu membahu dan mengedepankan pendekatan saintis ketimbang mistis.

Virus Corona adalah jalan untuk mengingatkan kembali bahwa solidaritas kebangsaan, solidaritas kemanusiaan, itu sangatlah penting dan tidak bisa untuk kita tinggalkan. Saat ini, Wuhan adalah contoh terbaik. Semoga Indonesia bisa mengambil pelajaran dari Wuhan, bahwa gotong royong adalah kunci keberhasilan untuk melawan Corona dan keluar sebagai pemenang sejati.