Bahaya laten yang sekarang mengintai masyarakat Indonesia, yakni korupsi sepertinya semakin susah diselesaikan. Berbagai metode telah dilakukan, baik penjeraan, maupun pencegahan tampaknya belum bisa menghilangkan kebiasaan buruk korupsi ini.
Tentu kita semua bertanya-tanya, siapa dan apa yang salah dengan kebiasaan korupsi ini (?). Saya tidak mau menyalahkan siapa-siapa atau mencari penyebab kesalahan sehingga korupsi ini semakin susah dihilangkan. Akan tetapi, kita tetap harus berusaha mencari solusi untuk mencegah kebiasaan buruk ini.
Salah satu sikap atau karakater yang berhubungan dengan perilaku korup ini adalah sikap jujur. Sebagai tindakan pencegahan, kejujuran sangat dibutuhkan dalam mencegah, menghilangkan, dan bahkan melupakan korupsi ini. Jika kita menarik garis korelasi, perilaku korup akan berbanding terbalik dengan perilaku jujur. Semakin sering orang korupsi maka semakin berkurang sikap jujurnya. Oleh karena itu, perilaku jujurlah yang perlu digalakkan untuk mencegah atau melupakan korupsi ini.
Menanamkan atau membiasakan perilaku jujur kepada manusia dewasa sangatlah susah, apalagi jika sudah terkontaminasi dengan lingkungan yang korup. Satu-satunya masyarakat yang mudah dberikan penanaman sikap jujur adalah peserta didik yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan sekolah lanjutan. Usia SD dan SMP adalah usia yang masih dalam tahap mencoba segala sesuatu. Rentan usia ini sangat mudah dipengaruhi dengan sesuatu yang baru. Jadi, untuk menanamkan sikap tertentu, para guru dan orang tua dapat melakukannya dengan berbagai media dan teknik.
Salah satu media yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan membiasakan peserta didik menulis. Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, pelajaran menulis tentu tidak asing lagi bagi kita. Setiap perubahan kurikulum, pasti pelajaran menulis dimasukkan sebagai pelajaran pokok.
Pelajaran menulis di sekolah sangat berkaitan dengan pelajaran menulis kalimat di kelas. Sebelum memasuki pelajaran menulis wacana atau menulis secara utuh tentang satu hal, peserta didik biasanya diajari teknik menulis kalimat. Praktik menulis kalimat inilah yang dapat dimanfaatkan oleh guru agar peserta didik menulis sesuatu secara jujur. Peserta didik dapat diarahkan dan dibiasakan menuliskan keinginannya, kebiasaannya di rumah, atau pengalaman-pengalaman menarik yang pernah mereka rasakan.
Media menulis dengan curahan hati dan pikiran secara jujur dapat dilakukan dengan bermacam teknik. Misalnya, menulis narasi atau cerita, menulis deskripsi tentang suatu objek, atau menulis tentang riwayat hidup keluarga. Semua hal tersebut dapat menjadikan anak peserta didik untuk berpikir secara mendalam dan sekaligus jujur hasilnya. Guru dapat mengarahkan atau mengawasi jika teknik penulisan anak didiknya keluar dari etika, budaya, dan moral bangsa Indonesia.
Lebih teknis lagi, contoh menulis kalimat yang dapat menjadi fokus perhatian guru dapat dilihat dalam kalimat berikut ini. Misalnya, Adi mencuri mangga. Jika guru menemukan contoh kalimat dari siswanya seperti ini, tentu sang guru dapat menelusuri kebiasaan anak didiknya di luar sekolah. Mengapa, karena secara psikologi bahasa, kalimat yang ditulis anak tersebut berkorelasi dengan pengalamannya atau kebiasaannya sehari-hari.
Contoh lain, Budi menyembunyikan uang mamanya di bawah kasur. Kalimat ini dapat menjadi jembatan sang guru untuk mengetahui sikap dan kebiasaan yang terjadi di lingkungan rumah sang anak. Bisa saja hasil kalimat yang ditulis anak tersebut adalah kebiasaan yang sering terjadi di lingkungan keluarganya. Oleh karena itu, guru dapat mengetahui sekaligus memperbaiki sikap dan kebiasaan anak tersebut melalui pelajaran menulis.
Dengan demikian, sikap jujur ini dapat digalakkan melalui media pendidikan khususnya pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Jadi, beban guru agama dan guru PPKn dapat berkurang di dalam kelas. Atau dengan kata lain, guru-guru yang lain dapat bersinergi untuk menanamkan sikap jujur ini untuk seluruh bangsa Indonesia.