Namaku Rudianto, aku musisi dan digital-komposer, pekerjaanku mengaransemen lagu untuk musik latar game, film, bahkan untuk mengiringi vlog. mungkin jika Indonesia mengenal apa yang namanya hikikomori, aku bisa dikategorikan sebagai hikikomori. Aku hampir tidak pernah keluar kamar apalagi sejak ada Go-Food dan GrabFood. Oh ya, panggil saja aku Rurt, itu adalah nickname yg biasa aku pakai saat online. Aku ini tak punya kehidupan sosial selain didalam internet. Teman kerja sesama digital-komposer umumnya juga berjauhan domisili, kami akrab lewat layar LCD tanpa pernah bertemu satu kalipun. Pacar?? hampir 32 tahun aku jomblo.... sorry aku tadi belum bilang kalo usiaku 31 tahun.
.
Hari ini adalah pertama kali aku keluar kota semenjak dua belas tahun yang lalu, saat liburan karya wisata bersama teman-teman SMU. Aku sekarang dalam perjalanan menuju kota Malang. untuk menemui seseorang... ha ha.. tepatnya, Pacar online. yeay..finally.. aku punya pacar walaupun jadian lewat online. Namanya Kemala Dahayu (Mala), kita sudah hampir setahun kenal dari sebuah grup facebook bernama BIJU (Biro Jodoh Unbelievers), yeah aku Ateis dan tentu saja aku lebih memilih biro jodoh non-believers daripada Gerakan Nikah Muda atau Ta'aruf Online dalam usahaku mendapat pacar.
Setelah hampir setahun melalui masa-masa chating, voice chat, dan video call, akhirnya kami memutuskan untuk meet-up, bahasa jadulnya kopi-darat. Aku jauh-jauh dari Bekasi menuju Malang naik kereta. dengan membawa setangkup haru dalam rindu. Aku sudah menyiapkan lagu yang aku ciptakan sendiri, dan membawa gitar kesayanganku, untuk nanti kunyanyikan di depan Mala.
.
Kereta sampai di stasiun kota-baru Malang, aku dijanjikan dijemput oleh Mala di stasiun, tapi sudah setengah jam lalu WA ku tidak dibaca, sudah hampir 10 menit aku menunggu tanpa kejelasan diluar stasiun. Aku sudah lama menyiapkan untuk menghadapi situasi ini, kecewa ketika meet-up pertama kali dengan pacar online. Dari kira-kira wajahnya tak secakep di foto, tenang aku sudah pernah video call. Atau tempramen nya tak sebaik ketika chating, tenang aku bisa tahan tempramen apapun. Atau.... yg seperti ini, di abaikan tanpa kejelasan. tenang..anggap saja liburan. senyum kecut.
.
"Permisi, Sampeyan Mas Rurt ?"
tiba-tiba ada gadis usia sekitar 18 tahun-an, muda, manis, cantik dan ramah.. menyapaku. kalau aku perhatikan wajahnya mirip fotonya Mala, hanya dia jauh lebih muda. dan lebih berisi.
"i..iya dik, adik siapa ya?"
"perkenalkan aku Rara Ayu Prameswari, adiknya mbak Mala, panggil saja aku Rara"
katanya sambil mengulurkan tangan yang langsung kusambut hmm.... halus, lembut dan...wangi.
"Aku disuruh jemput mas Rurt dan mengajak sampeyan ke rumah"
katanya lagi seraya menarik tanganku, menuju mobil Avanza, yang aku duga GrabCar, tak jauh dari situ.
.
"hmm..sepertinya kisah cintaku akan berujung manis". aku bergumam dan cengar-cengir sendirian didalam mobil.
.
Kami sampai di rumah. "Kuno".. pikirku. di kawasan perumahan yang seluruhnya seperti peninggalan kolonial Belanda, besar-besar dan kuno-kuno. Rumah Mala di depan nya ada pohon asem besar, halaman yang sangat luas, "bisa dipakai upacara bendera orang sekampung" pikirku. dan Arsitekturnya selain kuno juga terlihat angker....
"Silahkan masuk mas"
kata Rara membuyarkan lamunanku tentang rumah ini.
di ruang tamu ada foto sangat besar, ada seorang laki-laki duduk ditengah kursi, tua dan memakai pakaian khas jawa dengan keris serta blangkon, disebelahnya ada seorang perempuan yang walau tua, masih kelihatan cantik, juga dengan pakaian adat jawa lengkap dengan sanggul dan jarik. Lalu ada empat cewek cantik-cantik dibelakangnya, yang aku kenali hanya Mala dan Rara yg dua lagi aku tidak pernah melihatnya.
"Kakak-kakak mu cantik-cantik ya, Rara?" kataku untuk mengusir kesunyian. sepertinya tak ada orang lain dirumah selain aku dan Rara, bahkan batang hidung Mala pun tak kelihatan.
"By the way, Mala mana? mama dan papa mu mana? kok sepi?"
aku mulai tidak nyaman dg rumah besar yg sepi ini.. aku berpikir ada yg tak beres.
"duduk dulu mas, aku siapkan minum dulu. nanti aku jelaskan semuanya"
kata Rara dengan nada antara takut dan ragu. Aku juga bingung, apa yang musti dijelaskan dengan pertanyaan sederhana "Mala mana?"
.
beberapa saat kemudian, Rara kembali sambil membawa senampan biskuit dan dua cangkir teh, cangkir dan teko nya kuno dan antik banget. Sambil duduk dan mempersilahkan aku minum, dengan lirikan mata yang takut-takut dan ragu, Rara mulai bercerita.
"Mas Rurt, errrr.... dari mana ya... "
keraguan masih jelas ada dalam kata-kata nya,
"Bapak sudah lama nggak ada, kami memanggilnya bapak, bukan Papa"
Kata Rara agak berat, matanya tetap tertuju pada cangkir teh nya, tak berani menatapku.
"oh.. Maaf, aku turut berduka cita" sambungku.
"Selain mbak Mala, kedua kakakku, sudah menikah dan sudah punya anak. mereka sudah punya rumah sendiri, Ibuku lebih suka tinggal dirumah mereka karena ingin bermain bersama cucu-cucunya. kadang dia ke rumah mbakku yg pertama, kadang kerumah mbakku yang ketiga. Mbak Mala anak nomor dua, aku anak bungsu"
sekarang Rara mulai bisa menguasai keadaan dan mulai lancar menjelaskan.
"aku minta maaf mas"
"Haa..maaf untuk apa Ra?" tentu saja aku bingung.. mengapa dia minta maaf.
"Mbak Mala... sebenarnya juga sudah meninggal dunia 11 bulan yang lalu"
Kata Rara sambil memejamkan matanya, dg ekspresi takut aku akan marah...
"Meninggal dunia...???"
"Selama ini, yang chating dan voice chat sama kamu itu aku.. Rara, Adiknya mbak Mala. Mbak Mala meninggal karena serangan astma yang terlambat mendapatkan pertolongan, tiga hari setelah kalian berkenalan lewat grup BIJU (Biro Jodoh Unbelievers). dan setelah itu, 'system legacy' Facebook membuat ku bisa meng-akses akun Facebooknya mbak Mala.. dan aku mulai chating dg mas Rurt... hingga kemaren"
.
aku hanya tertegun mendengar penjelasan Rara, entah aku tak tahu harus berkata apa. dan kemudian dia menunjukkan HP nya, membuka akun bernama Kemala Dahayu, menunjukkan semua chat nya dg ku dan meyakinkan aku bahwa yg selama ini berkomunikasi dengan ku adalah dia.
.
"Dan yang ngajak mas jadian online itu.. aku, bukan mbak Mala" sambung Rara lagi, sementara aku masih terbengong-bengong enggak tahu harus berbuat apa.
Bagaimanapun juga, Rara juga cantik, kalo selama ini aku ngobrolnya sama dia harusnya tak ada masalah jika itu memang bukan Mala.
.
ehh...tunggu.... ada yang janggal dari kisah ini. pikirku....
.
"Rara.. yang video call sama aku setiap tengah malam, dan curhat sambil nangis-nangis itu.. Mala... sangat jelas dari mukanya, sama persis kayak foto Mala di facebooknya"
.
"Kapan Mas Rurt terakhir video call?? 11 bulan yg lalu kan?"
.
"Kemaren malam Ra, sebelum aku berangkat ke Malang"
.
"Nggak mungkin mas, mbak Mala sudah meninggal 11 bulan yang lalu"
kata Rara tak kalah ngotot, sementara di luar mulai gelap, adzan maghrib mulai berkumandang.
.
"Eh tunggu dulu, ini Jl. apa? daerah apa ini namanya?" Tanyaku kepada Rara, aku ingin mencocokkan nama jalan dg alamat yg diberikan Mala pada video call kita yang terakhir.
.
"Ini Jl.Lawu, daerah Idjen mas.. kenapa?" Kata Rara terbata-bata.
.
"Ini bukan rumah Mala, kamu mungkin menipuku Rara. di video callku kemaren, Mala mengatakan rumahnya di daerah Bong Londho, Jl. Sodancho Supriadi no. 38"
.
Rara menghela nafas berat, matanya terpejam, air matanya menetes... dan dengan suara berat dia berkata sangat lirih.
"Bong Londho itu kompleks pemakaman mas"
.
Belum selesai Rara berkata-kata, HP ku bergetar, ada panggilan WA dari Mala, Tapi PP nya sudah berubah seperti gambar dibawah ini.... Sekian.