Kampanye politik merupakan suatu tujuan untuk mempengaruhi proses pengambilan suara keputusan dalam pemilihan politik. Dapat dikatakan bahwa kampanye ini sendiri adalah suatu sarana tercapainya cita-cita politik. Kampanye politik dilakukan demi menarik perhatian masyarakat agar menggunakan hak suara dalam pemilihan.

Dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa para pemilih di era ini sudah semakin mengikuti perkembangan jaman, informasi mengenai sang calon dapat dengan mudahnya dilihat dan diakses kapan saja dan dimana saja melalui media, khususnya media sosial seperti jejaring sosial facebook, twitter, hingga instagram. Sehingga tidak heran, media sosial sering kali dijadikan alat bantu dalam bekampanye oleh para calon politisi demi terkumpulnya hak suara.

Kekuatan media sosial ini sudah tidak dapat disepelekan lagi keberadaannya.  Bahkan setelah media Televisi, media sosial dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan media lain yang sering digunakan seperti spanduk atau baliho. Masyarakat di era ini memang cenderung lebih percaya pada isi dari media sosial dibandingkan spanduk-spanduk yang berderet di tepian jalan raya. Informasi dapat menyebar dengan cepat dan mudah melalui media sosial, media sosial dapat dikatakan memiliki kekuatan yang sifatnya dapat mempengaruhi.

Sebenarnya sudah banyak contoh-contoh kampanye politik yang telah terjadi di media sosial. Kampanye politik ini dilakukan  oleh para politisi ataupun para pendukung politisi melalui interaksi langsung dengan para pengguna media sosial, misalnya lewat diskusi-diskusi singkat.

Tidak jarang juga melalui media sosial ini para politisi dapat dengan mudahnya menarik simpati masyarakat. Cara yang paling sering mereka lakukan dalam menarik simpati masyarakat misalnya dengan menunjukan aksi sosialnya yang sengaja diunggah ke media sosial. Aksi-aksi sosial ini jelas sering mendapatkan respon positif dari masyarakat.

Contoh kecil yang sebenarnya secara tidak langsung dapat dikatakan sebagai kampanye politik dapat kita lihat dari apa yang dilakukan oleh bapak wali kota Bandung, Ridwan Kamil. Beliau semakin popular karena sering diperbincangkan di media sosial seperti twitter, ataupun instagram. Informasi mengenai  bagaimana Pak wali kota Bandung yang di cap gaul ini menyebar dengan mudah melalui media sosial, dan telah sukses menjadi perbincangan hangat di media sosial itu sendiri.

Hal ini tentu mempengaruhi kekuatan politik dan menarik banyak simpati dari masyarakat khususnya para pengguna media sosial. Bapak Ridwan Kamil ini sendiri memang sangat aktif di media sosial, ia kerap berinteraksi dengan masyarakat melalui media ini, ia bahkan membuka diri dengan berdiskusi, ataupun menyampaikan ide-ide, simpati serta empatinya pada masyarakat, yang tentu akan semakin menjadi daya tarik untuk pak Ridwan Kamil dalam memperoleh hak suara masyarakat.

Masyarakat yang menaruh kekaguman pada tindakan-tindakan yang telah dilakukan oleh pak Ridwan Kamil tentu akan membuat masyarakat terus memperbincangkan keseriusan pak Ridwan Kamil dalam mengurus masyarakat. Jadi tidak salah lagi jika media sosial dikatakan telah menjadi media kampanye yang penggunaannya dapat membantu dalam menarik perhatian demi pencapaian suara.

Selain itu kampanye politik dapat dilakukan oleh orang-orang berpengaruh melalui media sosialnya. Misalnya artis-artis terkenal dengan ribuan atau jutaan followers. Mereka dapat membantu proses kampanye untuk para politisi, misalnya artis terkenal tadi melakukan promosi dengan sengaja menyampaikan kelebihan calon politisi, atau secara terang-terangan menyatakan dukungan penuh pada calon politisi tertentu lewat media sosialnya, hanya dalam sekali postingan, tulisan mereka mampu mendapatkan banyak viewers atau pembaca.

Jadi para pengguna media sosial yang membaca tulisan itu secara tidak langsung sebenarnya dapat terpengaruh. Sehingga sebenarnya dalam media sosial ini tidak berlaku istilah one man one vote, karena faktanya hanya dengan satu orang dapat memberikan pengaruh berpuluh bahkan beratus-ratus orang pengguna media sosial.

Apalagi jika kita lihat, para pengguna media sosial ini lebih ke remaja-remaja yang cenderung apatis dalam hal berpolitik. Para remaja memang cenderung cuek dan tidak menaruh minat pada hal-hal berbau politik. Maka melalui media sosial sebenarnya para politisi mampu “mempengaruhi” remaja-remaja yang apatis tadi.

Para politisi dapat pelan-pelan masuk dan menggiring para remaja itu untuk menggunakan hak pilih mereka. Karena di media sosial, para remaja dapat menyaksikan bagaimana dan seperti apa tindakan-tindakan nyata yang dilakukan oleh para politisi tadi, tanpa perlu menyaksikan kampanye-kampanye di dunia nyata yang bagi kebanyakan remaja itu adalah hal membosankan, dan bahkan rata-rata remaja berpendapat bahwa kampanye politik di dunia nyata tidak lebih dari tong kosong nyaring bunyinya, keras suara tidak ada buktinya.

Meskipun demikian, media sosial ini seringkali juga di salah gunakan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab, seringkali terjadi kampanye hitam dengan menjelek-jelekkan calon lain, saling menjatuhkan dengan menyebar fitnah dan kabar-kabar miring mengenai lawan politiknya, dan parahnya seringkali para pelaku-pelaku tidak bertanggung jawab itu sengaja menggunakan akun-akun fake untuk menyembunyikan identitas asli mereka.

Tidak heran seringkali juga di media sosial terjadi perdebatan-perdebatan yang semakin menarik perhatian publik. Seringkali ada debat kusir antar pengguna media sosial yang sampai saling gunjing dan mencemoh satu sama lain.

Seharusnya untuk mengatasi hal-hal negatif ini perlu aturan yang ketat sehingga dapat meminimalisir terjadinya hal-hal tersebut. Perlu adanya aturan-aturan tegas dari KPU yang dapat digunakan sebagai solusi dalam menindak lanjuti kecurangan dari media sosial, misalnya dengan memberikan sangsi tegas pada mereka yang sudah terlalu “berlebihan” dalam menggunakan media sosial sebagai media politik. Agar tidak ada lagi isu-isu tidak benar yang sering menjadi kecemasan masyarakat.

#LombaEsaiPolitik