“Kita enggak harus sempurna untuk bahagia” Sebuah monolog yang dikatakan Rara dalam film imperfect, kutipan itu seolah menyadarkan kita bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, jadi jangan pernah membandingkan diri kita dengan orang lain.

Kita adalah makhluk sosial yang tak luput dari meminta bantuan orang lain tidak jarang pula orang lain meminta bantuan kita. Dua tahun ini menjadi tahun yang sangat melelahkan untuk kita semua, yang biasanya kita bisa berkumpul dan bersosial dengan yang lain sekarang hanya bisa dilakukan secara online.

Selama masa pandemi pengguna media sosial meningkat cukup signifikan, majunya teknologi memang memudahkan kita dalam hal komunikasi dan bidang lainnya, namun pernahkah kalian sadar akan kesehatan mental pengguna media sosial? Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kondisi kesehatan mental sedang meningkat.

Data menunjukkan bahwa sekitar 20% anak-anak dan remaja di seluruh dunia hidup dengan kondisi kesehatan mental yang terganggu. Berbicara soal kesehatan mental mungkin kata insecure di kalangan remaja sudah tidak asing, keduanya saling berkaitan apalagi pada media sosial.

Insecure sendiri adalah rasa cemas, dan kurang percaya diri yang membuat seseorang merasa tidak aman. Lantas apa yang membuat remaja merasa insecure saat menggunakan media sosial? Terlepas dari manfaat positif dari media sosial, ternyata media sosial memiliki dampak negatif, contohnya adalah body shaming.

Sering kali ketika kita ingin rehat sejenak dari segala aktivitas, kita biasanya akan cenderung bermain telepon genggam hanya untuk sekedar membagikan aktivitas kita atau yang lainnya. Fitur teknologi yang semakin maju memang sangat menyenangkan dan menguntungkan tapi tidak dengan oknum yang tidak bertanggung jawab.

Ujaran komentar negatif tentang fisik memang sudah identik dengan wanita, mirisnya pelaku menganggap hal itu sebagai gurauan saja bahkan dianggap wajar. Berpendapat memang tidak salah, namun mengkritik fisik sudah bukan ranah kita untuk berpendapat apalagi mencela dengan kata-kata kasar.

Peraturan dan hukum yang berlaku nyatanya tidak membuat para pelaku jera. Kurangnya edukasi dan pemahaman menggunakan media sosial sudah sepatutnya menjadi bahan evaluasi, selain itu yang membuat kita terganggu karena media sosial adalah sering membandingkan diri kita dengan orang lain.

Dari kalian pasti pernah membandingkan diri sendiri pada orang lain setelah melihat media sosial. Contohnya begini, teman mu memposting fotonya di Instagram lalu kamu berpikir “Cantik banget putih jerawatan. Andai aku kaya dia pasti banyak yang suka”.

Kalian sadar tidak? Kalau terkadang apa yang membuat kita cemas itu bukan orang lain melainkan pemikiran kita sendiri. Di sinilah peran penting pola pikir kita agar tidak terjebak dalam kata insecure jangan sampai karena pemikiran negatif tersebut membuat kita membenci orang lain bahkan diri kita sendiri.

“Tapi kan orang lain juga sering bilang kata-kata yang buat kita insecure” Memang tidak bisa dipungkiri hal itu juga bisa membuat kita merasa kurang percaya diri, tapi balik lagi ke diri kita. Bagaimana kita mencernanya, apakah kita akan berpusing-pusing dengan terus memikirkannya atau sebaliknya memotivasi diri kita agar jauh lebih baik lagi.

Dunia ini terlalu luas, manusia begitu banyak tidak mungkin kita bisa membuat semua senang akan kehadiran kita. Jadi focus terhadap dirimu, masih banyak yang bersyukur akan kehadiranmu. Jangan biarkan orang yang membencimu berada di atas mu, bungkam mereka dengan kelebihan yang kamu punya.

Lantas mana yang membuat kita insecure? Social media atau perkataan orang lain? Sudah jelas pola pikir kita sendiri lah yang membuat kita takut dan khawatir, maka dari itu kita perlu mengenali diri kita sendiri, dengan bicara sendiri di depan kaca hanya untuk sekedar menyemangati sudah termasuk bentuk self love lho sobat.

Insecure itu memang hal yang wajar, tapi jangan sampai kita lupa dengan apa yang kita punya dan yang tidak dimiliki orang lain. Jangan sampai kita terganggu tentang hal itu atau bahkan membuat kita depresi karena terlalu sering memikirkan nya.

Seperti kupu-kupu yang memiliki sayap yang indah tapi dia tidak bisa melihatnya, begitu pula kita yang mempunyai kelebihan namun orang lain lah yang dapat melihatnya, jadi jangan risau kalau ada yang lebih dari kita. Tidak akan ada kata cukup bila kita tidak pernah  bersyukur.

Keberadaan orang lain yang membenci kita dengan cara mengomentari hal buruk atau yang lainnya memang sangat mengganggu, namun ketika kamu menanamkan rasa ikhlas di hati pasti akan jauh lebih ikhlas dan mengerti bahwa tidak semua orang harus menyukai kita.

Terlepas dari persoalan itu, dapat disimpulkan bahwa media sosial memang memiliki banyak manfaat, namun ada oknum yang tidak bertanggung jawab menggunakan media sosial untuk hal yang sebenarnya sudah melanggar Undang-Undang Informasi dan Elektronik. Keadaan ini semakin memburuk ketika  pelaku tidak merasa bersalah dan menganggap hal itu wajar.

Antisipasi yang dapat kita lakukan agar tidak mengalami depresi dan kesehatan mental terganggu adalah mau menerima diri kita dengan sepenuhnya dan tidak membandingkan diri kita dengan orang lain, karena untuk bahagia tidak harus sempurna cukup menjadi dirimu sendiri.