Nilai-nilai ketuhanan yang dikehendaki Pancasila adalah nilai ketuhanan yang positif, yang digali dari nilai-nilai profetis agama-agama yang bersifat inklusif, membebaskan, memuliakan keadilan dan persaudaraan. Ketuhanan yang lapang dan toleran yang memberi semangat kegotong-royongan dalam rangka pengisian etika sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan penempatan sila ketuhanan di atas sila-sila yang lain, negara mendapat akar kerohaniaan dan dasar moral yang kuat. Ketuhanan yang maha esa tidak lagi hanya dasar hormat menghormati agama masing-masing seperti yang dikemukakan oleh Bung karno pada 1 juli 1945 melainkan menjadi dasar yang memimpin ke jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, dan persaudaraan.
Nilai ketuhanan dalam pancasila menjadi hidup di tengah masyarakat Indonesia di tengah keberagamaanya sebagai bangsa yang majemuk, sila ketuhanan juga menekankan prinsip bahwa moralitas dan spiritualisme keagamaan berperan penting sebagai bantalan vital bagi keutuhan dan keberlangsungan suatu negara dan bangsa.
Pada hakikatnya, setiap agama memiliki kepedulian bersama dalam persoalan publik yang menyangkut keadilan, kesejahteraan, kemanusiaan dan keberadaban. Oleh karena itu, agama harus mencari titik temu dalam semangat gotong-royong untuk membentuk semacam “civic religion” bagi pengelolaan ruang publik bersama.
Berbicara agama dalam wilayah ke indonesiaan kita menjadi hal yang sangat sensitif karena menyangkut hal-hal yang bersifat privat bagi pemeluknya, domain agama yang menjadi doktrin sejak kecil menjadi landasan dan identitas setiap pemeluknya yang bermacam – macam, dan seyogyanya hadir sebagai epicentrum pemersatu bangsa Indonesia yang memiliki toleransi dan kemajemukan.
Menjalankan kehidupan sehari - hari kita sebagai bangsa yang besar dan mencintai perbedaan sebagai perekat kebangsaan kita, menjadi hal yang kontra produktif ketika agama orang lain kita jelek - jelekan dan dijadikan guyonan di media, seolah - olah agama menjadi perbandingan baik dan buruk nya manusia menjalankan hidup serta mulailah menghilangkan egosentrisme semata.
Media sebagai lokomotif perubahan sering sekali dijadikan alat untuk melakukan tindakan -tindakan hate speech yang mengatasnamakan kebencian terhadap agama tertentu dan itu sangat berbahaya bagi keutuhan bernegara kita, aparat penegak hukum harus melihat dengan jernih setiap hal-hal yang dapat mengganggu stabilitas negara kita yang berbentuk ujaran kebencian.
Sebagai negara yang beragama dan memiliki banyak agama Indonesia seyogyanya memiliiki ruang publik yang jelas untuk menciptakan kemaslahatan ummat jangan sampai politisasi agama yang sekarang mulai muncul lagi di negara kita yang mengarah pada kecendrungan triumfalisme, bahkan melahiran gerakan eksteremisme fundamentalis.
Kontribusi terbaik agama terhadap kehidupan publik bukanlah dengan membiarkan intoleransi terfragmentasi atas dasar ideologi keagamaan yang membuat disintegrasi bangsa, tetapi ormas-ormas keagamaan yang sering melakukan sweeping agar berhenti karena bukan menjadi domain dan tanggung jawabnya karena ada penegak hukum, agar suara kebebasan dalam menganut agama tetap terdengar.
Menjadi agak menggelitik melihat situasi Indonesia sekarang yang mudah teprovokasi dan terpecah belah akibat isu – isu yang bersifat hoax dan menghasut di media manapun tanpa mencari kebenaranya dan ini membuat persekusi terjadi di mana – mana ustads yang ingin berdakwah di tolak dikalangan minoritas, inikah yang dinamakan pluralisme dan sikap toleransi?
Setiap stekholder atau pengikut agama yang memiliki komunitas dituntut agar lebih mampu menempatkan diri dan menampilkan ajaran agama mereka sebagai pembawa kebaikan untuk semua. Secara khusus dihadapi suatu komunitas agama adalah tidak dapat di pandang akan dapat diselesaikan hanya oleh mereka sendiri melainkan secara bersama – sama.
Jika intoleransi yang menjadi penyebab krisis kenegaraan maka rasanya perlu usaha yang sangaat serius dari segenap komponen bangsa untuk meredamnya bukan malah memanas-manasi yang bisa membuat disintegrasi bangsa, cara beragama harus diperbarui dengan melakukan transformasi pada dimensi mitos, logos dan etos keagamaan demi mewujudkan Indonesia yang aman.
Islam dalam surat Al-kafirun untukmu agamamu dan untukulah, agamaku (qs Al kafirun:6) di mana toleransi dan agama menjadi fundamental ditatanan kehidupan kita baik yang sifatnya habluminallah dan juga habluminannas sejak zaman nabi saja toleransi agama saja sudah ada, dan memaksakan kehendak adaalah sifat yang sangat bertentangan dengan pancasila.
Sejak Indonesia ini berdiri, perwujudan toleransi sering kita lihat dari berbagai acara keagaamaan mulai dari saling menjaga rumah ibadah agama lain saat melakukan ibadah, saat perayaaan hari besar keagamaan dan juga dalam proses pembangunan rumah ibadah ini semua hanya kita bisa lihat di Indonesia sebagai bangsa yang besar dan mencintai keberagaman.
Dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (2) juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Persoalan agama itu adalah hak asasi bagi warga negara Indonesia yang hakiki dan prinsipil dan itu sifatnya wilayah privat karena agama yang diakui di Indonesia ada 6 yaitu islam, kristen, katolik, hindu, budha dan konghucu setiap warga negara bebas memilih dan menjalankan.
Menjalankan agama masing-masing tanpa paksaan dan tekanan karena telah diatur dalam undang-undang, Selagi masih mengakui adanya tuhan dan agama yang telah diatur dalam undang-undang maka wajib beragama karena Indonesia tidak mengenal ateisme yang tidak mengenal tuhan dan ini tentu berbeda dari prinsip nilai yang dikandung dalam ketuhanan kita.
kekerasan antar umat beragama adalah sikap dan sifat yang harus dihilangkan daari negeri ini. jangan sampai ada lagi konflik- konflik yang berbau agama muncul dari negara kita cukuplah konflik dimasa lalu sebagai bahan pelajaran bagi semua golongan bangsa mayoritas merangkul minoritas dan minoritas menghargai mayoritas.
Konflik dimasa lalu yang benuansa SARA disebabkan egosentris yang berlebihan sesama anak bangsa yang selalu menggaungkan mayoritas dan minoritas tanpa menghargai sesamanya, pluralisme kita dibutuhkan saat ini untuk menangkal benih konflik dan perpecahan, kita boleh beda dalam hal agama dan keyakinan namun hidup berdampingan tetap kita jaga sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan.
Sifat memaksakan kehendak adalah proses destruktif dalam hal kebhinekaan kita perlu saling menghargai dan menghormati sesama penganut beragama. Dan salah satu penyebab melemahnya jiwa nasionalisme kita adalah karena kita sering menganggap bahwa perbedaan itu tidak mutlak, oleh kaarena itu jadikan perbedaan sebagai kekuatan dan anugerah dari Tuhan yang wajib kita syukuri.
Pemerintah harus cepat turun tangan dalam menghalau setiap tindakan intoleransi diindonesia dengan menegakan hukum yang seadil-adailnya bagi yang memercikan bara konflik di negara kita sikap melindungi minoritas adalah salah satu tanggung jawab pemerintah yang dipilih secara konstitusional oleh seluruh masyarakat Indonesia dan menjadikan ideologi pancasila sebagai satu-satunya ideologi.
Sikap fanatisme yang berlebihan pada suatu agama dan tanpa landasan yang tepat kadang menjadi bom waktu bagi pengikutnya karena karena dorin yang diberikan selama ini di telan mentah-mentah tanpa memilahnya dan inilah yang menyebabkan cikal bakal bibit eksteremisme akan tumbuh di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk.
Media cetak, elektronik dan sosial seringkali memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku masyarakat kita yang mudah terprovokasi dan termakan isu yang sifatnya sentisitif seperti SARA oleh karena itu media harus berperan aktif dalam memberikan asupan nutrisi yang konstruktif bagi masyarakat.
Penegakan hukum bagi siapa saja yang memberikan informasi yang sifatnya memprovokasi dan mengancam kemajemukan kita perlu di tindak tegas dan karena telah diatur dalam undang – undang nomor 11 tahun 2008 atau UU ITE yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, teknologi informasi secara umum.