Berbicara soal media yang terlintas paling pertama adalah media sosial, namun sesungguhnya media itu mempunyai beberapa jenis. Media itu sendiri adalah suatu alat yang atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Dalam realiata yang terlihat kini media berkembang begitu pesat. Tanpa harus mengenal usia maupun kalangan, semua orang kini tidak kaku dan tidak asing lagi jika persoalan penggunaan media.
Contohnya media sosial yang kini digandrungi oleh semua kalangan masyarakat. Semua berita ataupun kejadian yang terjadi dibelahan bumi manapun kini dapat diketahui oleh semua masyarakat berkat adanya media. Sekarang ini media memiliki peranan yang sangat besar dan menjadikan media sebagai pusat perhatian publik untuk mengetahui dan mencari informasi, maupun menyebarkan informasi dan menambah pengetahuan, tidak hanya itu media juga sebagai penghibur.
Sumber informasi yang dijadikan sebagai bahan pemberitaan oleh media juga berasal dari masyarakat itu sendiri. Baik dari golongan masyarakat yang berbasis politik hingga kepada rakyat jelata sekalipun. Di Negara kita tercinta ini memiliki media yang beraneka ragam dengan tingkat perkembangan yang cukup pesat. Mulai dari fungsi media sebagai informasi, pendidikan, mediator, penghibur, pengawasan perilaku social, penyedia lapangan pekerjaan, pengembangan kebudayaan, promosi, pemberi kritik, penggiring opini, hingga pengumpul dukungan.
Jika dilihat dari beberapa fungsi media di atas maka dapat sisimpulkan bahwa sebuah media harus memberitakan berita yang benar dan sesuai fakta. Selain itu media juga bersifat umum jadi harus menyajikan informasi yang layak komsumsi oleh publik semua kalangan. Misalkan saja masyarakat tertentu yang menyukai atau mengikuti suatu hal yang baru atau asing bagi mereka. Begitupun sebaliknya, sekelompok masyarakat ataupun individu yang tak menyukai sesuatu maka ia jadikan media sebagai sarana ujaran kebencian.
Ujaran adalah kalimat yang dilisankan. Ujaran biasanya berupa wicara yang diapit oleh dua kesenyapan. Ujaran selalu berupa lisan, sementara representasi dari ujaran dalam bentuk tertulis. Di kehidupan ini terdapat dua paham, yaitu pro dan kontra. Orang-orang yang pro akan selalu memberikan dukungan ataupun pujian sedangkan yang kontra akan memberikan kritikan. Dalam penggunaan media, sekelompok orang atau individu yang tak menyukai suatu pemberitaan akan memberikan ujaran kebencian melalui media.
Media tidak selalu memberikan dampak yang positif bagi penggunanya, meskipun yang kita harapkan selalu positif. Persaingan politik di era modern ini memberikan peluang seseorang untuk saling menjatuhkan dengan adanya media. Mereka tidak ragu-ragu memberikan ujaran kebencian pada sesuatu yang tidak sepaham dengan dirinya. Di tahun-tahun terakhir media telah menjebloskan beberapa orang dalam jeruji besi karena kedapatan memberikan ujaran kebencian.
Mulai dari kalangan pemerintah hingga kalangan yang biasa-biasa saja, semua akan di berikan hukuman yang sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang juga mengatur soal penyebaran kebencian dalam dimensi SARA ( Suku Agama Ras Antar golongan) yakni terdapat dalam pasal 156, pasal 156a dan pasal 157. Dalam perkembangannya, dibentuk pula Undang-Undang No 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi Ras dan Etnis atau dikenal dengan UU Anti-Diskriminasi dalam menindak penyebaran kebencian berdasar SARA.
Namun dua UU tersebut dinilai belum efektif dan dalam praktiknya masih menemui batasan dalam pengimplementasiannya, khususnya menyangkut penegakan hukum bagi mereka yang melakukan pelanggaran dengan menjadikan SARA sebagai kontennya. Maka dari itu hadir pula UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE). Secara khusus dalam pasal 28 ayat (2), UU ini mengatur soal penegakan hukun yang berkaitan dengan penyebaran kebencian berdasarkan SARA.
Semua UU yang telah disebutkan di atas mempunyai maksud dan tujuan untuk mencegah terjadinya permusuhan, kerusuhan atau bahkan perpecahan yang didasarkan pada SARA. Walaupun ada ketentuan pidana dalam UU tersebut, nyatanya masih banyak pihak yang memberikan ujaran kebencian yang terbukti menjadi penghuni jeruji besi saat ini. Hal tersebut menyadarkan kita bahwa semua orang masih saja ingin menyampaikan pendapat dan ekpresinya tanpa mengenal dan memikirkan hukum pidana UU yang akan mengenainya.
Saat ini media sangatlah bermanfaat sekaligus sangatlah berbahaya bagi penggunanya. Mengapa demikian? Apa yang kita beritakan belum tentu disukai oleh pembacanya, jika hal tersebut terjadi maka itu akan berdampak positif dan dapat membuat ketenaran bagi penggunanya. Tidak sedikit orang yang dibuat terkenal karena peran media sosial yang begitu terpublikasikan. Tapi bagi orang yang tak disukai beritanya bisa saja menimbulkan ujaran yang tak diinginkan.
Ketika hal tersebut terjadi maka pihak yang satu dengan yang lainnya saling memberi dan saling balas-balas hujatan dan cacian dimedia yang akan menimbulkan perselisihan. Jika kedua pihak sama-sama merasa benar maka ditempuhlah jalur hukum sebagai jalan terakhir. Namun hukum juga terkadang dianggap drama bagi masyarakat belakangan ini. Beberapa waktu yang lalu media sosial dikagetkan dengan kecelakaan seorang tokoh politik yang kemudian dikomentari warga internet.
Setelah pemberitaan tersebut banyak ujaran yang kemudian muncul bahwa hukum seperti drama korea, bahwa tiang listrik yang berdiri bukan pada tempatnya, bahkan beberapa orang berdatangan ke lokasi kejadian kecelakaan hanya untuk mengambil foto. Ini semua terjadi karena melihat media yang kemudian di ikuti oleh pembacanya dan itu adalah salah satu contoh bahwa peranan media perlu diperhitungkan dan tidak main-main peranannya didunia hiburan.
Tak hanya itu, sebelumnya juga terjadi perselihan di dunia politk karena ujaran kebencian antara satu agama dengan agama yang lainnya. Indonesia hampir saja menjadi terpecah yang bersumber dari media. Kita semua mengetahui bahkan melihat dimedia bahwa ini sebenarnya hal-hal yang tidak kita inginkan dari pemberitaan media. Karena bisa saja ini menjadi perpecahan antara warga negara dan melupakan dasar negara kita yaitu Pancasila.
Meninggalkan cerita politik, dunia hiburan juga terjadi hal yang serupa. Beberapa artis melaporkan orang-orang yang memberikan ujaran kebencian kepada dirinya di media sosial. Disisi lain seorang penulis yang menuliskan opininya tentang presiden Indonesia dalam bentuk buku juga diberi sanksi karena diduga memberitakan hal-hal yang tidak sesuai fakta. Bukan Cuma itu tapi diberbagai kalangan masih banyak lagi kasus-kasus yang hampir sama yaitu memberikan ujaran kebencian.
Seandainya saja semua pengguna media menggunakan media dengan baik dan benar tanpa harus selalu berkomentar negative dan memberikan ujaran kebencian pasti takkan terjadi pelanggaran hukum pidana yang tertulis dalam KHUP. Seharusnya sebagai pengguna media yang bijak tidak memberitakan hal-hal hoax dan memberikan ujaran kebencian. Dan jangan salahkan media jika kecewa dengan berita-berita hoax salahkan penggunanya yang selalu menebar benih-benih kebencian dan ingat akan satu hak, mulutmu harimaumu. apa yang terlontar dari mulut kita bisa menjadi senjata makan tuan.
Indonesia memang menampung berjuta-juta karakter orang yang berbeda. Perbedaan inilah yang terkadang menggiring orang-orang untuk saling menjatuhkan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang mempunyai keanekaragaman. Ini kemudian yang harus di wanti-wanti karena jangan sampai keanekaragaman ini menjadi bumerang terjadinya perselisihan. Namun jika kita semua sadar bahwa apapun asal usul kita tapi tetap berpegang teguh pada pancasila maka negara kita akan tetap utuh.