Marsinah bukan sekadar dongeng. Ia adalah sejarah panjang tentang pelanggaran HAM di masa lalu. Ia merupakan sosok perempuan pemberani yang mampu menyuarakan kegelisahannya dalam menentang ketidakadilan di masa Orba. 

Ia adalah perempuan yang dibunuh karena benar dan dibisukan karena bersuara. Tapi yang hilang hanya raga, Marsinah terus berlipat ganda.

Marsinah adalah perempuan yang lahir pada 10 April 1969 di Nganjuk, Jawa Timur. Sejak kecil ia dikenal sebagai anak yang kritis dan gemar membaca. Sayang, pendidikannya hanya sampai di bangku SMA karena tidak ada biaya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.

Marsinah yang tidak bisa berkuliah memilih untuk mencari pekerjaan ke Surabaya dan tidak mengikuti ti budaya yang tumbuh di masyarakat, di mana perempuan sebaiknya di rumah dan mengurus dapur. Marsinah melawan budaya patriarki seperti itu, ia memilih bekerja sebagai buruh di pabrik plastik Sidoarjo dan berjualan nasi bungkus.

Marsinah telah menepis sistem yang berlaku di masyrakat, di mana perempuan setelah lulus SMA harus di rumah saja dan menunggu seseorang datang melamar. Lalu menikah , melahirkan dan mengurus anak. Tanpa harus memikirkan pekerjaan dan hanya tahu hasil keringat si suami.

Tak perlu kita menebak-nebak kalau ia seorang feminis atau bukan. Tetapi yang perlu kita yakini ia adalah perempuan yang pekerja keras, pemberani dan setia kawan. Berani bersuara, menuntut dan memperjuangkan hak-hak teman dan dirinya sebagai buruh.

Marsinah dan teman-temannya melakukan aksi mogok kerja pada 3 Mei 1993. Mereka menuntut didirikannya serikat pekerja dan mendesak PT. Catur Putra Surya (CPS) sebuah pabrik arloji di Sidoarjo untuk menaikan upah buruh sesuai dengan aturan gubernur.

Setelah aksi itu perwakilan buruh, PT. CPS dan Departemen Tenaga Kerja melakukan perundingan sehingga aksi Marsinah dan teman-teman tidak sia-sia. Walau ada beberapa hal yang tidak terpenuhi seperti Tunjangan Hari Raya (THR) dan uang makan. Tapi setidaknya dengan disepakatinya 11 poin perjuangan kaum buruh telah membuahkan hasil.

Namun sayang kesepakatan itu juga mengakibatkan 13 buruh diinterogasi dan dipaksa untuk mengundurkan diri di markas Kodim 0816. Marsinah dan empat temannya mendatangi markas kodim untuk meminta pertanggungjawaban dan akan membawanya ke pengadilan. Namun belum sampai ke pengadilan, malam itu dalam perjalanan menuju rumah rekannya, Marsinah telah menghilang.

Pada 8 Mei 1993 tepat tiga hari setelah dinyatakan hilang, Marsinah ditemukan tewas mengenaskan di sebuah gubuk di Dusun Jegong, Desa Wilangan, Nganjuk. Menurut dokter ahli forensic dalam buku Indonesia X-Files mengatakan kalau luka-luka pada tubuh Marsinah terjadi karena tembakan.

Sampai saat ini walau raganya telah tiada, suaranya akan terus bergetar di bumi manusia ini. Segala bentuk keotoriteran dan penindasan akan terus dilawan oleh para Marsinah yang baru. Dengan atau tanpa kekuatan mereka akan terus melanjutkan perjuangan melawan ketidakadilan.

Kisahnya telah membuat para manusia tergerak untuk memperjuangkan haknya. Seperti Aksi Kamisan yang terus dilakukan untuk meminta pemerintah menyelesaikan pelanggaran-pelanggaram HAM di masa lalu. Sosok Marsinah juga telah menciptakan gerakan-gerakan perempuan tangguh yang kian banyak menyuarakan dan menuntut haknya.

Misalnya pada May Day 2019 lalu buruh-buruh berziarah ke makamnya di Desa Nglundo, Kecamatan Sujomoro, Nganjuk, Jawa Timur untuk mengirim doa dan mengisi Hari Buruh tersebut dengan kegiatan religi.

Setiap peringatan May Day, wajah marsinah terlihat dalam pakaian, bendera dan bingkai yang dibawa aktivis bak pahlawan. Lalu suara-suaranya diteriakan dalam orasi demo sebagai bentuk penghargaan terhadap Marsinah dan bentuk kepedulian terhadap keadilan dan kemanusiaan.

Semasa hidupnya Marsinah tak hanya memperjuangkan haknya sebagai buruh, tetapi juga haknya sebagai perempuan. Ia telah berjuang untuk kesetaraan. Tidak salah rasanya jka dikatakan kalau isu-isu dan hak-hak perempuan yang sudah banyak dibicarakan di Indonesia pada masa sekarang sedikitnya karena pengaruh perjuangan Marsinah di masa lalu.

Marsinah adalah luka yang terus membekas dan tak kan usang dimakan waktu. Lukanya tak kan sembuh sebelum keadilan dicapai. Marsinah sang buruh arloji yang abadi. Ia tumbuh dan terus melahirkan bayi-bayi perlawanan terhadap penguasa. Kaki-kaki Marsinah yang baru terus berlari mengejar keadilan.

Teriakan-teriakan Marsinah masih terdengar. Sosoknya masih menjadi teladan perempuan kritis dan pemberani. Wajahnya menjadi cermin kemarahan terhadap penindasan. Marsinah adalah pahlawan rakyat. Pahlawan buruh dan kemanusiaan.

Jika Marsinah masih hidup, 10 April 2020 ini ia genap berusia 51 tahun. Ia hilang dan dicabut nyawanya oleh penguasa rezim. Seandainya ia meminta sebuah kado ulang tahun, maka merdekanya kemanusiaan dan menghilangnya penindasan-penindasan rakyat kecil di negara ini mungkin adalah kado paling indah yang ia inginkan.

Selamat ulang tahun Marsinah. Napasmu akan terus berhembus dan perjuanganmu akan terus berlipat ganda. Damailah di surga, doa baik menyertaimu. Doakan kami agar tidak pernah lelah menghapus penindasan di negeri keparat ini.

Panjang umur Marsinah. Panjang umur untuk semua hal-hal baik.