Media sosial merupakan media online dimana para penggunanya bisa dengan bebas mengakses fitur-fitur yang ada di dalamnya dengan sangat mudah. Namun, di dalam media sosial tersebut ada dua dampak yaitu dampak positif dan negatif.
Dampak positif dari media sosial yaitu untuk mengakses pelajaran, mendapatkan informasi terkini dan berkomunikasi lebih mudah. Sedangkan, dampak negatif dari media sosial yaitu masyarakat akan sangat mudah mengakses konten-konten yang tidak mendidik dan melanggar aturan seperti contohnya pornografi.
Sebagai masyarakat yang baik seharusnya kita dapat memilih berita atau tontonan yang layak dan tidak layak untuk dikonsumsi. Karena tidak dapat kita pungkiri, di dalam media sosial itu tidak hanya terdapat hal baik dan penting saja, tetapi banyak pula hal buruk yang akan menjerumuskan kita.
Pengguna media sosial saat ini tidak hanya orang dewasa dan remaja, tetapi banyak anak di bawah umur yang bermain media sosial tanpa pengawasan dari orang tua.
Peran orang tualah sangat penting untuk mengawasi dan mengedukasikan anak-anak ketika sedang bermain media sosial. Namun, sekarang sudah banyak sekali kasus anak-anak di bawah umur yang melakukan tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan pada usia tersebut. Itu semua disebabkan karena kurangnya pengawasan dan edukasi dari orang tua kepada anak-anak ketika sedang bermain media sosial.
Pers dan media yang memiliki peran sebagai penyedia dan pengumpul informasi yang diharapkan mampu memberikan berita akurat kepada masyarakat luas. Media tidak hanya berusaha memberikan informasi, tetapi juga harus memahami masyarakat.
Pemilik media diharapkan memiliki dana yang cukup untuk memproduksi dan mendapatkan pelatihan manajemen tentang surat kabar, serta memahami peraturan perundang-undangan terkait surat kabar yang bersifat media online dan media cetak.
Maraknya oknum yang tidak bertanggung jawab dengan mudah memperjualbelikan konten video pornografi di media sosial salah satunya seperti di twitter, melalui website resmi Kemkominfo, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemkominfo, yaitu Ismail menyampaikan ”Banyak sekali ditemukan akun-akun twitter yang mengandung unsur-unsur pornografi yang sangat meresahkan”.
Maraknya kasus pornografi media sosial tentunya sangat tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi pasal 4 (1) yang berbunyi : Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat :
a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang
b. kekerasan seksual
c. masturbasi atau onani
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan
e. alat kelamin
f. pornografi anak
Dalam undang-undang tersebut pun dijelaskan ketentuan pidana pasal 29 sebagai berikut : Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun atau pidana denda paling sedikit Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta) dan paling banyak Rp.6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Fenomena video porno yang belum lama ini terjadi seperti "Kebaya Merah" memperlihatkan bahwa ada perubahan di bisnis pornografi. Dari dulu yang hanya berbentuk kaset atau hanya di situs pornografi, kini mudah ditemui di media sosial. Maka, dari situlah banyak masyarakat yang menjadikan konten pornografi itu sebagai bisnis yang menjanjikan untuk diperjualbelikan.
Memang harus diakui, perubahan zaman membuat semua semakin mudah dalam segala hal terutama untuk mengakses konten-konten yang tidak seharusnya kita akses seperti contohnya pornografi.
Sebab, meski Kominfo rajin memblokir situs berbau pornografi, tetapi nyatanya masih banyak masyarakat yang mengakses konten-konten tersebut dengan mudah.
Kasus konten pornografi menduduki kasus konten pelanggaran terbesar di halaman internet, baik dalam bentuk gambar, cerita, maupun gambar bergerak atau biasa dikenal dengan video. Hal tersebut adalah bukti penyalahgunaan media sosial yang dilakukan oleh masyarakat.
Maka, tidak dapat kita pungkiri bahwa sekarang ini konten pornografi sudah banyak sekali diakses oleh masyarakat, bahkan ada yang sampai membuat kecenderungan.
Bagaimana jika konten pornografi itu diakses oleh anak-anak di bawah umur ? Tentu dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental mereka dan bukan tidak mungkin mereka akan kecanduan lalu terjerat pada seks bebas, yang mana hal tersebut akan merusak masa depan mereka.
Anak-anak yang seharusnya menonton konten yang mendidik karena mereka adalah generasi pemimpin di masa depan untuk negara ini, tetapi malah menonton konten yang tidak baik dan dapat merusak generasi mendatang.
Tugas orang tua, sekolah dan pemerintah adalah memberikan pendidikan literasi kepada anak-anak agar mereka tidak menjadi korban ulah sebagian oknum yang tidak bertanggung jawab. Tanpa kerja sama yang solid dari berbagai pihak, upaya untuk meredam peredaran video pornografi ini niscaya akan sulit dilakukan.
Semoga artikel ini bisa dibaca oleh pihak yang memiliki hak dan wewenang untuk menghapus atau memblokir konten pornografi yang beredar di media sosial agar bisa menyelamatkan generasi muda Indonesia yang akan menjadi penerus di masa mendatang.