Ketika masih duduk di bangku sekolah. Ada kalanya siswa merasakannya yang namanya malas mengerjakan tugas atau menunda untuk mengerjakannya. Hal ini memang lumrah terjadi kepada siswa. Lalu bagaimana ketika hal tersebut menjadi kebiasaan dan pada akhirnya menjadi penyakit?.
Mungkin agak lucu kedengarannya menunda mengerjakan tugas bisa menjadi penyakit. Tetapi kebenarannya memang ada, ketika kebiasaan menunda-nunda tersebut sudah sulit dihilangkan maka akan menjadi penyakit yang dinamakan procrastination.
Apa itu procrastination?. Istilah ini merujuk pada gangguan psikologis pada orang-orang yang suka menunda pekerjaan hingga menit-menit terakhir. Meski deadline telah mendekat dan hal yang harus dikerjakan tersebut bersifat prioritas, tetap saja ditunda-tunda untuk mengerjakannya dengan segera. Walau terlihat sepele, namun kebiasaan ini akan sangat merugikan jika seseorang menjadi procrastinator terlalu lama.
Kondisi tersebut merupakan kondisi yang saya alami saat ini. Memang menunda-nunda pekerjaan apalagi tugas sekolah sudah menjadi kebiasaan saya. Kebiasaan tersebut bermula ketika setiap di beri pekerjaan rumah oleh guru, entah itu memiliki deadline sehari, dua hari, ataupun seminggu saya pasti mengerjakannya ketika sudah mepet deadline.
Saya pada awalnya pasti akan merasa tugas yang diberikan susah walaupun saya belum melihat atau mengecek tugas apa yang diberikan oleh guru. Dan pada akhirnya saya akan malas untuk memulai mengerjakan tugas tersebut.
Dan terkadang walaupun deadline tugas sudah mepet saya sering mencari kesibukan yang tidak penting seperti menonton film, bermain gadget, dan lain-lain. Bahkan mengerjakan tugas yang saya rasa mudah walaupun deadline masih lama.
Saya juga terlalu bergantung pada mood untuk mengerjakan tugas. Ketika saya merasa mood saya tidak baik maka saya akan mengerjakan tugas tersebut ketika mood saya sudah membaik dan tidak mempedulikan deadline.
Saya juga terkadang merasa terlalu percaya diri bahwa saya bisa mengerjakan tugas dengan cepat. Tanpa tahu seberapa banyak dan seberapa tinggi kesulitan tugas yang diberikan.
Walaupun pada awalnya kebiasaan tersebut tidak terlalu mempengaruhi kestabilan nilai akademik saya. Saya hanya menganggap bahwa saya hanya lah pemalas saja.
Tetapi ketika memasuki bangku kuliah saya merasa ada yang salah terhadap diri saya. Saya membandingkan tugas sekolah ketika SMA dengan tugas sekolah ketika kuliah. Kemudian saya menyimpulkan bahwa lebih susah dan lebih banyak tugas kuliah.
Lalu saya bertanya kepada diri saya sendiri mengapa saya bisa dengan santainya menunda-nunda tugas tersebut. Ketika saya tahu deadline sudah mepet dan masih banyak tugas lainnya yang mengantre untuk dikerjakan.
Saya akhirnya sadar bahwa saya tidak sekedar pemalas saja. Kemudian saya kebetulan menemukan artikel yang membahas tentang penyakit procrastination. Dan saya merasa kondisi yang saya alami sama persis dengan ciri-ciri pengidap penyakit tersebut.
Saya akhirnya merasa saya adalah seorang procrastinator. Mungkin kondisi yang saya alami banyak dirasakan oleh pelajar zaman sekarang. Dan bahkan tidak menyadari bahwa sudah menjadi seorang procrastinator.
Meski terdengar sepele, procrastination atau kebiasaan menunda pekerjaan bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental dan masa depan. Ada banyak efek negatif dari procrastination, antara lain:
- Memicu stres dan gangguan kesehatan,
- memicu munculnya gangguan kecemasan, hasil yang tidak memuaskan karena saat mengerjakan tidak maksimal. Bahkan ketika sudah kronis dan susah menghilangkan kebiasaan buruk tersebut akan mengancam masa depan, seperti karier.
- Efek yang ditimbulkan pun juga tidak main-main. Maka pengidap penyakit tersebut mampu mengatasi kebiasaan procrastination jika merasa memilikinya.
Ketika saya sadar bahwa saya seorang procrastinator. Tentu saja saya ingin berhenti menjadi procrastinator. Ada banyak cara untuk berhenti menjadi procrastination.
Salah satunya adalah dengan membuat jadwal atau planning. Ketika ada tugas dari dosen saya akan mengecek terlebih dahulu seberapa banyak dan tinggi tingkat kesulitan tugas yang diberikan.
Kemudian saya akan membuat daftar tugas yang prioritas harus dikerjakan terlebih dahulu dan membuat deadline harus selesai kapan. Walaupun tidak mudah untuk keluar dari kebiasaan menunda-nunda pekerjaan. Saya tetap merasa optimis bahwa saya bisa berhenti.
Dan saya menanamkan pada diri saya bahwa saya harus bisa berhenti menjadi seorang procrastinator. Saya sebenarnya juga merasa bersyukur karena saya dapat mengetahui kondisi saya bahwa saya seorang procrastinator, dan masih ada waktu untuk berhenti.
Dari kondisi yang saya alami dapat disimpulkan bahwa kebiasaan buruk yang kecil seperti malas dan menunda-nunda pekerjaan akan menjadi penyakit psikologis yang serius yaitu procrastinator. Dan efek yang ditimbulkan juga tidak main-main.
Harapan saya ialah orang-orang di luar sana tidak menyepelekan kebiasaan buruk seperti malas dan menunda pekerjaan yang akhirnya akan menjadi penyakit. Dan saya juga berharap bahwa orang-orang dapat mengenal luas penyakit psikologis procrastination. Dan bahaya yang ditimbulkan.