Lorong
tempat buruh bertemu
suara terpadu
komunikasi berjalan
selebaran beredar
bisik-bisik mengusik
keluh kesah penindasan
pelecehan seksual
PHK sepihak
Lorong
suara-suara sayup
rencana pengembalian kawan
untuk bekerja kembali
ajakan bersatu
menghitung hasil keringat
tuntutan mogok
melawan penindasan
untuk merdeka
Penggalan puisi di atas ditulis tahun 1993 ketika rezim Orde Baru sangat represif terhadap gerakan buruh. Pada tahun-tahun itu buruh memiliki tuntutan sangat jelas dari yang paling ekonomis tentang keadaan kerja sampai ke yang bersifat politik menuntuk kebebasan berorganisasi, termasuk membangun partai politik yang dibangun buruh untuk melawan penindasan.
Pada tahun yang sama seorang buruh bernama Marsinah terbunuh ketika mogok menuntut upah dan perbaikan kerja di pabriknya. Marsinah terbunuh sebagai martir, sekaligus simbol perlawanan buruh dalam memperjuangkan hak-hak buruh. Di tempat yang berbeda, kawan-kawan buruh di-PHK, ditangkap dan dipenjara, termasuk penulis yang dipecat dan diinterogasi polisi di kantornya karena mengorganisir mogok.
Sikap represif tersebut tidak membuat buruh takut untuk membangun gerakan buruh. Buruh bersama mahasiswa dan aktifis buruh tetap bergerak membuat jaringan buruh secara nasional meskipun risiko PHK, penjara dan nyawa sekalipun.
Tuntutannya jelas untuk perubahan kehidupan ekonomi, sosial dan politik yang lebih baik bagi kaum buruh, mulai kenaikan upah, perbaikkan kerja, dan kebebesan berorganisasi untuk membangun partai politik yang independen.
Setelah gerakan reformasi tahun 1998, upaya-upaya untuk membuat organisasi buruh lebih muda, tidak serepresif tahun-tahun sebelumnya. Jika sebelum tahun 1998 organisasi buruh dengan mudah diketahui wataknya, terbagi menjadi dua: pertama “serikat buruh kuning“, serikat ini mendapat restu pemerintah maupun pengusaha, tuntutan bersifat ekonomis.
Yang kedua disebut ”serikat buruh sejati”, tidak mendapatkan restu dari pemerintah maupun pengusaha, tuntutannya dari yang ekonomis sampai politik, kebebesan berserikat. Setelah reformasi tahun 1998 buruh bebas mendirikan serikat buruh dan berpolitik, semua serikat buruh masuk ke arena panggung politik.
Meskipun demikian, di dalam tuntutan yang disampaikan secara terbuka organisasi-organisasi buruh masih terlihat wataknya, tetap saja ada pembedanya, mana serikat buruh yang setia dengan perjuangannya untuk menempatkan buruh sebagai pelaku utama dalam memperjuangkan hak-haknya, dan mana yang sekadar memanfaatkan buruh untuk membonceng politiknya dengan menggunakan buruh.
Organisasi buruh yang baik, setiap melakukan tuntutan selalu dituntun oleh aturan dan mekanisme organisasi, setiap tuntutan yang akan disampaikan selalu ada kritik terhadap isi, isu, dan kemanfaatannya. Jika dalam menuntut syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka organisasi dianggap bermasalah dalam membangun organisasi yang benar. Organisasi berjalan tidak lagi dituntun oleh aturan organisasi melainkan aktor-aktor yang bermain di organisasi.
Organisasi tidak lagi menjadi sehat karena arah gerakan didasarkan subjektifitas aktor yang ada di dalamnya, tidak lagi respons terhadap masalah dan situasional yang dihadapai buruh. Buruh tidak lagi bersikaf kritis, kritik-otokritik di dalam menjalankan dan memutuskan kegiatan organisasi buruh tidak terbangun secara sehat.
Nakhoda organisasi buruh hanya ditentukan oleh segelintir aktor yang menjadi pengurus dan aktor penentu yang di luar. Bisa saja aktor di serikat buruh memiliki legitimasi terhadap jalannya organisasi, namun karena otoritasnya ada di luar maka arah gerakan buruh berada di tangan aktor yang ada di panggung luar, sungguh berbahaya.
Bila kemudian, di beberapa media dan media sosial ramai dari pernyataan ketua serikat buruh akan menggerakkan ribuan buruh untuk mogok 2 Desember 2016 menuntut Ahok yang dianggap penistaan agama. Alasan yang dikemukan turun ke jalan bersama dengan Gerakan Nasional Pembela Fatwa MUI, karena ada korelasinya dengan arogan kekuasaan.
Setiap alasan yang bersifat normatif selalu ada motif yang tersembunyi. Tentu akan terasa kesulitan untuk mengetahui motif tersebut karena hanya yang empunya yang tahu. Namun, bila motif tersembunyi menggunakan organisasi motif tersebut bisa diraba, diterawang diketahui dengan cara menghubungkan antara tuntutan dan tujuan organisasi.
Misi atau motif utama pembentukan organisasi adalah menyelesaikan masalah yang dihadapi buruh, sehingga setiap tuntutan harus bisa memberikan keuntungan anggota secara langsung. Pertanyaan selanjutnya serikat buruh yang akan melakukan mogok tanggal 25 November 2016, kemudian berubah menjadi 2 Desember 2016 tersebut memiliki motif apa?
Tulisan di sini tidak untuk mengkritisi perubahan strategi dari tanggal 25 November 2016 menjadi 2 Desember 2016. Benarkah mogok itu berhubungan dengan kehendak buruh atau adanya motif lain dari aktor yang memiliki legitimasi? Untuk mengetahui motif yang tersembunyi dari mogok nasional bisa dilihat dari tuntutannya apakah sesuai dengan organisasi atau tidak, anggota atau tidak?
Pembentukan organisasi buruh dibentuk karena kesamaan masalah yang dihadapi para anggota sebagai buruh. Masalah buruh dengan pekerjaanya, masalah buruh dengan pemerintah yang mengatur tentang aturan perburuhan, masalah buruh dengan hak-haknya, masalah buruh dengan kapasitasnya sebagai buruh untuk berhak menjadi ketua organisasi sampai presiden. Masalah-masalah tersebut mencoba diatasi dengan pembentukan organisasi buruh.
Berhubungan dengan rencana mogok nasional yang digaungkan oleh sebuah organisasi buruh tentang “penistaan agama”. Apakah motif tersebut sudah sesuai dengan cita-cita awal pembentukan organisasi buruh? Ketika banyak buruh yang di-PHK, masih banyak yang kerja kontrak, pelecehan terhadap perempuan, asuransi yang tidak berpihak pada buruh, pengangguran, penangkapan aktivis buruh, serta masih banyak hak buruh yang dilanggar.
Seberapa penting dan strategis tuntutan penistaan agama tersebut sehingga harus menggerakkan ribuan buruh. Sejauh mana hubungan perut lapar, PHK, pelecehan terhadap perempuan dengan penistaan agama yang masih debatable? Pertanyaan-pertanyaan ini penting supaya motif yang tersembunyi bisa diketahui oleh anggota.
Penistaan agama yang dituduhkan ke Ahok sebenarnya bersifat tafsir, bukanlah kebenaran absolut karena kebenaran berada pada mereka yang menafsirkan. Di masyarakat umum bahkan di buruh sendiri masih debatable, tentang tafsir, tergantung persepsi masing-masing buruh berdasarkan sudut pandangnya.
Persoalan penistaan agama yang dipertentangkan tafsirnya bukanlah kebutuhan langsung maupun tidak langsung yang dirasakan buruh. Kebutuhan yang dirasakan langsung oleh buruh sekarang ini adalah kebutuhan hidup minimal (sandang, papan, pangan, pendidikan dan rekreasi); kerja tetap (tidak kontrak); asuransi jaminan hari tua; organisasi buruh yang kuat; partai buruh yang kuat.
Kebutuhan-kebutuhan itulah yang bisa langsung dirasakan manfaatnya untuk kehidupan dan kesejahteraan buruh. Dugaan penistaan agama adalah sesuatu yang dianggap bukan kebutuhan langsung maupun tidak langsung karena didasarkan persepsi. Menjadi berbeda dengan pelarangan ibadah yang berhubungan langsung dengan buruh. Dalam hal ini buruh masih bisa menjalankan agamannya secara baik dan aman tanpa ada halangan apa pun.
Pertanyaan selanjutnya, kalau tidak ada hubungannya dengan kebutuhan langsung buruh, lalu motif apa untuk melakukan mogok nasional terhadap dugaan penistaan agama? Motif sembunyi ini tidak bisa dilihat dan dibuktikan secara langsung tetapi bisa dirasakan maksudnya dari cara kerja yang melatarbelakangi mogok.
Kalau tuntutan yang dibangun bersifat subjetif, menjauh dari cita-cita, menjauh dari realitas buruh, menjauh dari hak-hak buruh yang melekat, sudah dipastikan yang mendapatkan manfaat langsung bukan anggota atau buruhnya melainkan aktor-aktor yang menginginkan pemogokan.
Kalau Marsinah mengajak teman-temannya mogok menuntut upah dan perbaikan kerja dengan motif untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya dan teman-temannya yang menjadi buruh di PT Catur Putra Surya, Sidoarjo, para aktor ini mogok nasional menuntut dugaan penistaan agama agar Ahok dipenjara, sementara para buruh tidak mendapatkan langsung kemanfaatan dari mogok ini. Lalu, apa motifnya?
Karena tuntutan ini tidak langsung berhubungan dengan buruh, maka yang merasakan keuntungan dari mogok ini adalah mereka-mereka yang sedari awal menuntut Ahok mundur. Dari alur inilah bisa dilihat motif yang tersembunyi kenapa menuntut mogok menuntut penistaan agama dengan melihat kedekatan hubungan aktor-aktor dengan lingkaran yang tidak suka Ahok?
Sungguh sedih, darah yang mengalir dari tubuh seorang Marsinah untuk memberikan pelumas bagi perjuangan buruh, demi cita-cita yang agung menyejahterakan buruh telah dikotori debu tipu muslihat.
Maafkanlah kami, Marsinah! Kami berjanji akan membersihkan debu itu dengan membangun kesadaran kritis dan persatuan kaum buruh melalui kepemimpinan organisasi buruh di mana segala aktivitas dan kegiatan yang dilakukan tunduk pada aturan dan mekanisme organisasi.