Sandwich. Makanan Barat ini lezat.  Terdiri atas roti tawar dengan lapisan sayur, telur mata sapi, daging dan keju, Sandiwich ini bikin lidahmeleleh. Apalagi jika ditambahkan mayonnaise dan saus tomat,teksturnya bikin ngiler.

Tapi tunggu dulu. Kalau kata sandwich ini digabungkan dengan kata generasi menjadi “generasi sandwich”, maknanya menjadi negatif. Bukannya bikin ngiler, tapi justru bikin pusing tujuh keliling. Generasi sandwich itu seperti lubang hitam yang mengerikan.

Generasi sandwich (sandwich generation) mengandung makna negatif karena merepresentasikan generasi yangberlapis-lapis layaknya sandwich.  Lapisan ini minimal terdiri atas lapisan atas (kakek-nenek), lapisan tengan (orangtua-bapak-ibu), dan lapisan bawah (anak-anak). 

Generasi sandwich tentu saja merujuk pada lapisan tengah yang dalam hal ini menjadi penanggung beban hidup untuk kakek-nenek, keluarganya sendiri dan anak-anaknya. Eko P. Pratomo dalam bukunya “50 Financial Wisdom”  merumuskan dengan apik generasi sandwich sebagai generasi yang harus mendukung (mengurus) secara finansial dua generasi sekaligus yaitu anak-anak dan orangtua.

Memang menjadi kebahagiaan tersendiri kalau memiliki finansial yang kuat saat harus menanggung kebutuhan hidup anak-anak sekaligus orangtua. Namun, situasi akan menjadi runyam seperti layaknya Perang Dunia II jika finansial tidak kuat.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana generasi ini bisa ada? Dari sejumlah literatur penulis menemukan kesepahaman akar persoalannya yaitu pengelolaan uang yang amburadul dari generasi lapisan atas (kakek-nenek) tatkala masih bisa mencari nafkah. 

Saat masih muda mereka tidak memiliki kecerdasan pengelola keuangan sesuai prioritas sehingga di hari tuanya justru menjadi beban untuk anaknya (generasi sandwich). Padahal, generasi sandwich juga harus memenuhi kebutuhan keluarga termasuk anak-anaknya. Banyak ditemukan generasi orang tua tidak memikirkan dana pensiun sehingga menjadi generasi sandwich.

Pertanyaannya pentingkah memiliki budgeting  (perencanaan) sejak dini? Tentu saja. Apalagi, dewasa ini godaan untuk “menghambur-hamburkan uang” makin meningkat seiring perkembangan zaman. Social media menjadi medium para pelaku bisnis untuk menggoda dan merayu. Jadi, dewasa ini kita harus menjadi konsumen yang cerdas yang tidak gampang tergoda.

Generasi millenial saat ini menjadi sasaran empuk para pelaku bisnis sehingga mereka gampang terjebak menjadi konsumeris dan hedonis. Belum lagi, globalisasai dengan kemajuan teknologinya membawa virus yang menggerus nilai-nilai kehidupan. Wajah teknologi dalam rupa socmed pun melahirkan sindrom FoMO (Fear of Missing Out). 

Parapeneliti dari University of Essex, University of California, danUniversity of Rochester dalam laporannya yang berjudul Motivational, Emotional, and Behavioral Correlates of Fear of Missing Out  mendefiniskan sindrom FoMO itu semacam ketakutan yang dirasakanbahwa orang lain mungkin sedang mengalami suatu hal atau kejadian menyenangkan, namun orang tersebut tidak ikut merasakan hal tersebut.

Tatkala seseorang sudah terjangkiti Sindrom FoMO, ia sudah seperti mabuk kepayang dan harus mengikuti tren. Mereka takut ketinggalan zaman.Tak ayal, mereka ini lantas abai dengan perencanaan keuangan. 

Aplikasi Social Media pun menjadi sarana untuk unjuk eksistensi biar tidak dianggap ketinggalan zaman. Namun, di sisi lain, Social Media ini menjadi sarana untuk stalker karena Kepo. Dari itu ia menjadi gampang iri.

Karena dikit-dikit tak mau ketinggalan dan gampang iri, pengelolaan keuangan mereka ini parah alias amburadul. Nah, kalau sudah kebablasan, bisa-bisa di masa tua menjadi beban generasi sandwich.

So,solusi untuk semua ini tentu saja keberanian untuk memutus generasi sandwich. Kita semua tentu berharap di masa tua tidak ingin menjadi beban anak kita.

Cara menghabisi generasi sandwich itu bermula dari disposisi kita saat ini, tetapi bukan berarti menyarankan orang tua kita untuk menghentikan dukungan finansial pada kakek-nenek kita yang tidak produktif. Yang urgent adalah mempersiapkan hari tua dengan cerdas dan bijaksana.

Kalau ada anggapan bahwa kecerdasan finansial itu privilege untuk mereka-mereka yang cerdas, itu kebohongan besar.  Saat ini kecerdasan finansial itu milik semua orang. Dewasa ini sudah banyak platform modern yang bisa menjadi solusi.

Banyakplatform keuangan modern terpercaya. Tak hanya aman, platform modern ini juga banyak fiturnya, seperti IPOTPAY yang baru-baru ini diluncurkan. Platform fintech dari IndoPremier ini cukup unik. Selain bisa memaksimalkan saldo dengan hasil setahun terakhir di kisaran 7-9% per tahun (gross), platform ini memiliki fleksibilitas tanpa batas dan dapat digunakan untuk bayar, beli, hingga transfer dana tanpa limit di hari yang sama. Platform ini bisa menjadi salah satu pemutus generasi sandwich. 

Banyak platform yang bisa menjadi solusi. Cerdas-cerdaslah memilih platform. Pilihlah platform yang benar-benar terpercaya dari beragam platform terpercaya. Perencanaan keuangan saat masih bekerja, tentu efekif memutus rantai generasi sandwich sehingga kita tak akan terperosok dalam lubang hitam finansial yang mengerikan saat usur.