Sepertinya sikap ketar-ketir Presiden Biden sangat dirasakan sekali oleh para ahli Dunia saat mendapati "Balon mata-mata" Tiongkok yang berujung ledakan rudal oleh jet tempur F-22 AS pada 4 Februari kemarin.

Juga tak sedikit dari ahli Dunia yang memberikan hipotesa mereka terkait Balon mata-mata tersebut di antaranya ;

He Yuan Ming (Dibaca : Analis Kekuatan Udara Independen) yang mengatakan bahwa,

"Jalur yang dilalui oleh Balon mata-mata diperkirakan dekat dengan pangkalan rudal AS sehingga alasan Tiongkok yang mengatakan bahwa Balon tersebut tak sengaja keluar jalur sangatlah tidak masuk akal." 

Tidak hanya itu, Marco Rubio (Dibaca : Komite Intelijen Senator Partai Republik) pun turut mengatakan bahwa,

"Memang benar itu adalah Balon mata-mata Tiongkok, sebab dalam 5 tahun terakhir, Tiongkok kian mendramatisir spionase (Dibaca : pengintaian atau pemantauannya) terhadap AS."

Dan hipotesa di atas kian diperkuat oleh statement yang disampaikan oleh Arthur Holland Michel (Dibaca : Carnegie Council for Ethics in International Affairs) yaitu,

"Balon mata-mata memang sengaja dibuat 'Ketahuan' sebagai wujud peringatan dari Tiongkok bahwa mereka memiliki teknologi yang canggih dan minim risiko eskalasi berwujud Balon." 

Situasi ini tampaknya kian diperkeruh terlebih keputusan yang dibuat oleh Antony Blinken (Dibaca : Mentri Luar Negri AS) berupa pembatalan kunjungannya ke Beijing yang semula dijadwalkan pada tanggal 5 Februari 2023.

Kunjungan ini direncanakan pasca pertemuan tatap muka Presiden Biden dan Presiden Jinping pada momentum KTT G20 Bali, November 2022 kemarin dan bertujuan untuk mencairkan kembali ketegangan antara Tiongkok Amerika yang sudah berlangsung sejak tahun 2017.

Blinken memaparkan bahwa jika dirinya nekat berangkat sesuai jadwal kesepakatan bersamaan dengan munculnya "Balon mata-mata" tersebut, justru nantinya malah berujung kunjungan tingkat tinggi. 

Sebetulnya, terkait Balon mata-mata ini, Kementrian Luar Negri Tiongkok sudah mengeluarkan statement sebagai wujud klarifikasi berupa,

"Itu bukan balon mata-mata. Politisi dan media Amerika sengaja memanfaatkan insiden ini sebagai dalih untuk menyerang dan mencoreng nama Republik Rakyat Tiongkok." 

Namun yang tak kalah menarik di sini adalah terkait "Keberpihakan" Taiwan. 

Dimana Taiwan dalam pandangan Tiongkok merupakan Provinsi yang memisahkan diri, sedang dalam pandangan Taiwan itu sendiri, mereka adalah suatu Negara yang independen.

Sehingga turut menjadi sorotan pula terkait apa yang disampaikan oleh Kementrian Luar Negri Taiwan terkait Balon mata-mata,

"Tiongkok telah melakukan pelanggaran hukum wilayah udara, dan tidak boleh ditoleransi dalam komunitas Internasional yang beradap." 

Taiwan seperti sedang memanfaatkan keadaan dengan memunculkan paradigma baru bagi Negara-negara lainnya dalam memandang Tiongkok saat ini. 

Serta menanggapi hal tersebut, Direktur CIA William Burns mengatakan bahwa,

"Sebenarnya dengan atau pun tanpa Balon mata-mata, Tiongkok tetaplah menjadi saingan terberat bagi Amerika dalam hal Geopolitik,

Dan dengan atau pun tanpa Balon mata-mata, ketegangan Tiongkok beserta Amerika sudah dirasakan sejak tahun 2017."

Seperti beberapa bulan yang lalu misalnya. Christopher Wray (Dibaca : Direktur FBI) menyampaikan bahwa,

"AS dibuat resah dengan didirikannya Kantor Polisi tidak resmi oleh Tiongkok di kota-kota besar Washington.

Berikut Stasiun layanan Polisi Tiongkok sebagai upaya yang dilakukan untuk menghubungkan Tiongkok dengan United Front Work Department (Dibaca : Partai Komunis yang menyebarkan propagandanya di Luar Negri)."

Itulah mengapa AS sontak dibuat panik meski Tiongkok menyebut "Amerika terlalu berlebihan" memberikan reaksi terhadap Balon mata-mata tak berawak itu. 

Lagi pula Presiden Biden seolah berada di posisi yang serba salah sebab di satu sisi, Tiongkok memberikan peringatan yang serius atas penembakan Balon yang sembrono.

Namun dalam tatanan pemerintahan AS sendiri, Presiden Biden justru disebut lamban dalam mengambil keputusan untuk menembak Balon mata-mata hingga menunda beberapa hari.

Belum lagi masalah yang tak kunjung beres terkait Laut China Selatan dimana Tiongkok mengklaim bahwa ; RRT memiliki kedaulatan terhadap hampir seluruh dari Laut China Selatan.

Tentu saja Amerika menentang hal tersebut dan mengatakan bahwa ; Laut China Selatan merupakan perairan Internasional sehingga Amerika pun memerintahkan kapal beserta pasukan Militernya untuk beroperasi di wilayah itu. 

Serta yang paling menjempit keberadaan Amerika adalah kedudukan Tiongkok yang sudah menempati nomor urut ke-2 Perekonomian Dunia, tepat di bawah Amerika. 

Sedikit kilas balik bahwa dulunya, Tiongkok dan Amerika sama-sama terikat dalam hubungan Ekonomi yang " Merajai" pasar Asia Pasifik. 

Hanya saja, Tiongkok bertumbuh dengan sangat pesat dan digadang-gadang siap untuk menyaingi Amerika dalam sektor apa pun. 

Sepertinya konflik ini akan berbuntut panjang terlebih sekarang Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengatakan bahwa,

"Pasca dikumpulkannya puing-puing Balon yang jatuh di dekat 14 meter pantai Myrtle, Carolina Selatan, kami perlu memastikan dan mempelajari lebih lanjut terkait Balon mata-mata."

Dan informasi terakhir dari pihak Tiongkok sendiri bahwa mereka telah melakukan "Pemecatan" terhadap Kepala Biro yang mengendalikan arah Balon mata-mata hingga memasuki langit Amerika.