Kumulai baris pertamaku dengan terlebih dahulu menyulam dirimu menjelma puisi
menjadi yatim jika pada tiap barisnya kau tak bermukim
menjadi piatu jika tiap sajaknya bukan kau yang berhulu,
namun akan berdenyut manakala di dalamnya kau kusebut
Aku menulismu sebagai kata-kata yang liris dalam puisiku
Namamu bersetubuh dengan penaku
menari di atas jazirah kertas yang maha luas
menjamahmu begitu bebas
Kalimatku pantang titik jika kata-kata tak mengandung namamu
Puisiku memuat ribuan diksi indah yang tak lain ialah pujian bagimu
tak akan terbaca jika tanganmu tak kujadikan penanya
tak akan bermakna jika senyumanmu tak menjadi referensi utamanya
Sebab ia akan menjadi puisi yang hanya mau menampung sabda-sabdamu
Aku hidup sejak kali pertama namaku kausebut
Cintaku berdegup manakala auramu kuhirup
Hanya kepadamu aku merasa takjub
Ruhku tak lain ialah aliran nafasmu
Mencintaimu adalah tarikat yang harus kutunaikan
Memilikimu adalah darma yang harus kutuntut
Hidup abadi di relung cintamu selalu dipenuhi beraneka ragam rasa
Ingatanku yang bersemayam pada sosokmu
rinduku yang bermukim pada segala sesuatu yang meliputimu
serta segelintir orang yang menjadi medan terjal untuk mendekatimu
adalah sejumlah kehendak yang harus kutebas
Kau selalu terbuka seperti stasiun
Di tubuhmu tumbuh segala macam pelukan
selamat jalan dan selamat datang
Kau selalu robek seperti sehelai karcis demi mengantar aku pergi kemanapun
untuk kembali sekali lagi
Kemudian tidak lagi
Kau tak selalu ada di kakiku
ketika aku membutuhkan langkahmu untuk merambah rantauku
Kau tak ada di mataku
ketika aku membutuhkan pejammu untuk merengkuh tidurku
Kau tak ada di bibirku
ketika aku membutuhkan aminmu untuk meringkas doaku
Dalam dirimu
aku ingin menjadi jantung yang senantiasa memompa denyut cintamu
Aku ingin menjadi darah yang bersirkulasi guna memastikan kehidupanmu
Aku ingin menjadi tulang yang akan mengokohkan rasa cintamu padaku
Aku akan terus mencintaimu
sepasrah gula yang larut demi memaniskan rasa kopinya
Aku akan terus mencintaimu
sepasrah kopi yang jauh dari seruputan penikmatnya
Aku akan terus mencintaimu
sepasrah uap yang mengepul dari cangkirnya
yang pada akhirnya menjelma udara
Aku mencintaimu melebihi tulang mencintai sumsum dan kalsium
mengabdi sebagai isi yang memenuhi kosongmu
menjadi jantung tempat berdenyut
menjadi liang-lahat manakala kau sakaratul maut
mewakafkan diri sebagai tanah yang akan menghimpun jasadmu
Aku memanggilmu lewat puisi yang telah kutenun sendiri, sekali lagi
menjamahmu lewat doa yang kusulam sebagai diksi
bergerak di antara kokohnya tebing-tebing sajak
berlayar dari titik ke koma yang merangkai jarak
Kau dan aku adalah sepasang kata yang membentuk prasa tak bermakna
terselip di antara sajak yang merangkai jejak
terhalang oleh titik dan koma yang mengeram durja
terpisah oleh paragraf yang meriap tak cakap
Aku akan menyusuri seluruh jalan yang membawaku menuju ke haribaanmu
merangkak pada tiap setapak yang membawaku ke pelukmu
Akan kuziarahi dirimu lewat sajak-sajakku
memasuki dirimu dari pelupuk ke tulang rusuk
menyelinap dari tebing batin ke lereng dada
Tak lupa kurasuki hatimu yang, barangkali, sedang berkabut
Kumantrakan agar kau dan aku lekas bertaut
Lalu, saat kau membuka jendela matamu
yang akan kau temui hanyalah aku
Di situlah cintamu tak terkatup waktu
melahirkan rindu dari Rahim tatapanku
Dalam dirimu
kutemukan zuriah rinduku yang terpasung di antara relung hatimu
lalu keluar dari sorot mata yang menembus sukmaku
Betapa ingin dalam dirimu aku bersemayam
menjelma ruh yang senantiasa ragamu butuh
yang hanya pada ragamu ia bertumpu
Wahai zat yang mengalir ke seluruh rindu
aku mencintai segala-galamu
cantik dan burukumu
sehat dan sakitmu
serta segala apa yang melekat pada sosokmu
Tak ada bismillah-ku yang tak diikuti namamu
Tak ada aamiin-ku yang tak didahului doa baik untukmu
Usia cintaku pasrah berdetak di urat nadimu
Selama itu tanpamu, ia takkan terberkati
Maka dari itu, sudah saatnya untuk kau kuyakini
bahwa jarak terjauh yang pernah kutempuh
adalah saat kau memunggungiku
Ketahuilah
bahwa harapanku untuk tinggal di hatimu
jauh lebih besar dari api ke panasnya
Harapanku untuk dicintai olehmu
jauh lebih tinggi dari gunung ke puncaknya
Harapanku untuk dapat memilikimu
jauh lebih kekal dari waktu ke masanya
Doaku mutlak
aku ingin menjadi wajah yang dielus Tuhan lewat tanganmu
menjadi gelap yang dinyalakan Tuhan lewat terangmu
menjadi mimpi yang dirangkai Tuhan lewat tidurmu
menjadi cinta yang diciptakan Tuhan lewat hatimu
menjadi sepasang yang diciptakan Tuhan lewat takdirmu
Akhir kalam
kututup sajak ini dengan aamiin beribu-ribu
Bacalah ia sebagai guru
yang megajarkanmu menghargai orang-orang yang setia menanam rindu
Bacalah ia sebagai masa lalu
yang hikmahnya hanya bisa diambil manakala kau kembali ke haribaanku
Semoga puisi ini mengajarkanmu
bahwa tak ada yang lain tempat kau berpulang, selain aku.