Kehidupan kita di dunia ini sedari dulu hingga saat ini tak pernah lepas dari kata logika. Logika sendiri telah turun-temurun diwariskan oleh nenek moyang kita sejak zaman kejayaan Yunani Kuno. Dalam perkembangannya dari zaman ke zaman, logika memiliki arti dan makna yang berbeda-beda. Hal ini berlandaskan atas situasi dan kondisi seturut zamannya, juga atas dasar perkembangan pemikiran manusia. Sebenarnya apa itu logika? Sejak kapankah logika mulai diperkenalkan kepada masyarakat? Bagaimanakah proses perkembangannya hingga memengaruhi pemikiran umat manusia di seluruh dunia? Bagaimanakah pandangan masyarakat zaman sekarang terkhusus warga Unika Widya Mandala Surabaya ketika sepintas mendengar kata logika? Semua pertanyaan tersebut mengusik rasa penasaran penulis, sehingga penulis mencoba untuk menuliskannya dalam serangkaian tulisan ini.
Pengertian Logika
Logika adalah istilah yang dibentuk dari kata Yunani logikos yang berasal dari kata logos. Kata logos berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), kata, percakapan, dan bahasa. Logikos berarti mengenai sesuatu yang diutarakan, mengenai kata, mengenai percakapan, atau yang berkenaan degan bahasa. Menurut Alex Lanur, OFM, logika adalah ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir lurus (tepat). Menurut Kamus Besara Indonesia (KBBI) edisi Lux, logika merupakan pengetahuan tentang cara berpikir yang sehat; ilmu mantik.
Pelbagai macam definisi mengenai logika terus berkembang dari hari ke hari sejauh pemahaman pribadi masing-masing. Hal tersebutlah yang membuat logika senantiasa lestari dan mampu hidup seribu tahun lagi atau beribu-ribu tahun lagi seperti nukilan puisi Chairil Anwar. Lalu, dengan berbagai macam definisi tersebut, sejak kapankah kata logika itu muncul dan berkembang dalam masyarakat?
Seluk Beluk Logika
Logika pertama kali diperkenalkan Zeno dari Citium (334-262 SM) pendiri Stoisisme. Namun dalam sumber yang lain, penulis menemukan perbedaan mengenai awal diperkenalkannya logika dalam masyarakat Yunani Kuno, Bertens menyebutkan bahwasanya kata logika untuk pertama kali diperkenalkan oleh Cicero, tetapi dalam arti seni berdebat. Alexander Aphrodisias sekitar permulaan abad ke 3 SM adalah orang pertama yang menggunakan kata “logika” dalam arti yang sekarang dimaksudkan.
Dalam perkembangannya, Aristoteles-lah yang dikenal sebagai penemu logika, sebab ia banyak mengarang buku tentang logika, meskipun ia berpendapat bahwa logika tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri, tetapi mendahului ilmu pengetahuan sebagai persiapan untuk berpikir secara ilmiah. Aristoteles juga dikenal sebagai penemu logika, sebab ia yang pertama kali memberikan banyak penjelasan secara sistematis mengenai logika itu sendiri. Tak dapat dimungkiri apabila pemikiran dan ide Aristoteles dalam menjelaskan logika dapat memengaruhi pemikiran dan ide masyarakat hingga saat ini. Namun seiring berkembangnya zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran juga senantiasa berkembang. Hal inilah yang memunculkan ide dan pemikiran yang terbaru, yakni logika modern pada abad ke-19.
Ide dan pemikiran senantiasa berkembang menurut pendapat para ahli dalam hal logika, lalu bagaimanakah pandangan dan pemahaman masyarakat umum dewasa ini terkhusus warga Unika Widya Mandala Surabaya terhadap logika itu sendiri? Apa yang ada dalam benak mereka ketika sepintas mendengar kata logika yang sering muncul dalam hidup keseharian?
Logika di Mata Masyarakat
Pada beberapa waktu yang lalu, penulis mendapat kesempatan untuk mewawancarai beberapa orang di luar mahasiswa filsafat Unika Widya Mandala Surabaya tentang arti kata logika bagi mereka. Adapun orang-orang yang telah penulis wawancarai memiliki latar belakang status dan pekerjaan yang berbeda-beda, mulai dari satpam, petugas kebun, mandor, sopir, serta mahasiswa dari Fakultas Kedokteran, Farmasi, dan Psikologi. Penulis bertanya perihal apa yang ada dalam benak mereka ketika mendengar kata logika, seperti halnya “kalau mikir pakai logika, logikanya dipakai, semua itu tidak sesuai dengan logika, dan sebagainya.” Pada awal mulanya beberapa orang yang telah ditanya merasa kesulitan dan kebingungan untuk menjawab, namun beberapa yang lain langsung memberikan argumentasinya dengan lugas.
Jawaban-jawaban yang mereka utarakan juga cukup beragam, namun sebagian besar memberikan penjelasan bahwasanya logika merupakan suatu hal yang sesuai dengan kenyataan dan realitas yang ada. Berdasarkan jawaban tersebut, dapat dipahami bahwa suatu hal dikatakan sesuai logika, apabila sesuatu itu dapat dilihat, diraba, dan dirasakan dengan pancaindra manusia. Dapat dikatakan pula bahwa, suatu hal yang tidak sesuai dengan kenyataan dan tidak sesuai realitas adalah tidak berlogika.
Pendapat lainnya mengatakan bahwa logika ialah pemikiran yang sudah pasti adanya sebagai patokan atau maton. Pendapat ini lebih menekankan mengenai kepastian dari pemikiran. Secara tidak langsung, narasumber ingin mengatakan bahwa logika merupakan suatu hal yang sudah ada sejak dahulu kala dan turun-temurun, yang sudah menjadi pedoman pemikiran bagi masyarakat, supaya sesuai dengan apa yang sudah ada sejak dahulu. Pernyataan ini senada dengan pendapat Hamersma bahwa logika menyelidiki aturan-aturan mana yang harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan kita dikatakan sah.
Pemahaman masyarakat umum di Indonesia mengenai arti dari logika yang sesungguhnya yakni ilmu untuk berpikir lurus, tepat, dan sehat terasa masih kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan logika masih kurang mendapat perhatian. Hal ini yang mengakibatkan sebagian besar masyarakat umum di Indonesia mengalami sesat pikir yang telah terjadi turun-temurun. Dengan adanya perkembangan teknologi 4.0 dan perkembangan pendidikan bagi masyarakat luas, tentu memberikan perkembangan pemahaman mengenai arti dari logika, dengan anggapan bahwa, tiada lagi sesat pikir, yang telah mengendap dalam alam bawah sadar masyarakat, yang mengakibatkan lebih mudahnya masyarakat untuk diarahkan pada psikologi massa buruk dan merusak. Apabila sesat pikir masih berkembang, maka pemahaman masyarakat mengenai logika juga akan tersesat pula.
Kiranya dengan upaya terus-menerus dari pemerintah untuk menggalakkan pendidikan gratis dengan adanya Kartu Indonesia Pintar (KIP) dapat menambah pemahaman dan meningkatkan pola pikir masyarakat secara luas. Tak hanya itu, hendaknya pemerintah juga sedikit memodifikasi sistem pendidikan yang ada di sekolah-sekolah di Indonesia. Modifikasi yang dijalankan sedari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) ialah dengan menekankan pada upaya untuk berpikir kritis dengan cara memberikan banyak ruang untuk berdiskusi, berekspresi, memberikan apresiasi, dan pada akhirnya saling mengutarakan argumentasi yang telah dimulai sejak masa pembinaan tingkat dasar.
Penulis juga beranggapan, bahwasanya di masa yang akan datang, ilmu logika akan mengalami perkembangan dan perubahan makna yang signifikan. Hal ini dikarenakan, banyaknya sesat pikir yang muncul akibat maraknya berita-berita hoaks di masyarakat umum, yang mengikis arti dari sebuah kebenaran. Tak hanya itu, arti logika juga akan mengalami perkembangan seturut perkembangan teknologi dan perkembangan pemikiran oleh para intelek dan para cendekiawan, yang terus-menerus hadir dan bermunculan menghiasi ranah kehidupan masyarakat di dunia.
Kesimpulan
Logika telah muncul sejak sediakala, sejak zaman Yunani Kuno. Semua itu berkat usaha dan kelihaian dari Aristoteles dalam menjelaskan arti logika secara sistematis dalam beberapa buku yang telah ia karang. Hal ini tentu membuat logika semakin mendunia dan dapat diwariskan turun-temurun. Berkat ia pulalah, logika yang sebelumnya dipahami sebagai sebuah seni keahlian dalam berdebat menjadi alat yang mendahului ilmu-ilmu lainnya untuk dapat berpikir secara ilmiah.
Pemahaman logika akan terus berkembang seiring berkembangnya zaman. Namun yang pasti, logika dapat membantu manusia untuk mengolah akal budinya untuk berpikir rasional, lurus, tepat, dan sehat, sehingga dapat menghindarkan umat manusia dari sesat-sesat pikir yang sering berkembang dalam kehidupan keseharian dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
BERTENS, K, Sejarah Filsafat Yunani Kuno, Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius, 1999.
HAMERSMA, HARRY, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat, Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius, 1981.
LANUR, ALEX, Logika Selayang Pandang, Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius, 1983.
RAPAR, JAN HENDRIK, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Penerbit PT. Kanisius, 1995