Literasi sudah menjadi kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seseorang yang terlahir pada era digital saat ini. Berkembangnya teknologi yang kian pesat dan tak ada habisnya, mempengaruhi segala macam aspek kehidupan terutama semakin bertambahnya tantangan dari perkembangan tersebut. Kemampuan literasi itulah yang akan membantu seorang anak menghadapi tantangan atas zamannya, hidup dinamis dan mampu mengimbangi segala macam perubahan.

Literasi tidak lagi dimaknai sebagai kemampuan melek huruf atau yang disebut keberaksaraan, melainkan sudah mencapai tahap bagaimana merefleksikan pemahaman dari keberaksaraan tersebut ke dalam kehidupan nyata, sehingga mampu bersikap dengan terampil dan bijak.

Pemeroleh literasi dapat dilakukan melalui dua tahap, yakni tahap pengalaman dan tahap pengetahuan. Sebelum seseorang mendapatkan pengetahuan literasi seperti membaca dan menulis, pemerolehan literasi didapat melalui pengalaman berupa kegiatan di lingkungan sosial, terutama lingkungan keluarga, dari apa yang didengar pada tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak.

Menurut Morrow (1990), kegiatan literasi di lingkungan rumah dan sekitar sangat mempengaruhi perkembangan literasi seorang anak. Kegiatan tersebut meliputi membaca buku cerita atau membaca nyaring, dialog interaktif antara orang tua atau orang dewasa lain dengan anak, bermain yang terarah, serta kegiatan sosial lainnya. 

Melalui kegiatan membaca cerita, seorang anak akan belajar mengenal bahasa tulis yang terkonversikan dari bahasa lisan lewat pancaindra pendengaran. Kemudian melalui kegiatan interaksi sosial, seorang anak memiliki kesadaran akan bunyi yang diucapkan dan mendorongnya untuk berbicara serta memfasilitasi kemampuan berbahasa, sehingga membentuk pemahamannya terhadap hubungan antara lisan dan tulis.

Melalui kegiatan pengalaman tersebut tentunya dapat mempengaruhi minat dan cara pandang seorang anak terhadap literasi yang mampu meningkatkan keberhasilan pada saat instruksi membaca dan menulis formal dimulakan.

Ketika tahap pemerolehan pengetahuan literasi dimulakan, memudahkan seorang anak untuk tumbuh dan berkembang pada tingkatan berikutnya. Penelitian membuktikan, seorang anak yang dikenalkan literasi dini lebih mudah belajar membaca dan menulis dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan pemerolehan literasi dini.

Pada era saat ini, literasi dini menjadi pondasi kuat dari kemampuan literasi dan dapat disisipkan ke dalam gaya parenting, bahkan dirasa wajib menjadi bagian dari parenting. Seorang anak yang tumbuh di lingkungan yang mengenalkannya pada literasi, dalam hal ini lingkungan paling dekat adalah orang tua, apa yang dibiasakan oleh orang tua kepada sang anak dapat mempengaruhi kemampuan literasinya di masa hadapan. 

Meski seorang balita belum mengerti buku bergambar yang selalu ditunjukkan oleh orang tuanya, namun melalui perkenalan itu lah akan mendorong rasa penasaran mereka untuk lebih ingin mengetahui isi dari buku di dalamnya. Pada saat seorang anak sudah mampu mengenal huruf, maka fase berikutnya mereka akan menyalin simbol tersebut ke dalam bentuk tulisan.

Berikutnya, pada saat seorang anak mampu dan terbiasa membaca, mereka juga akan mampu mengenal struktur tulisan yang memudahkannya menyambungkan kalimat satu dengan kalimat lainnya hingga disebut mampu menulis. Berdasarkan pengamatan, seorang anak pada usia sekolah dasar yang senang membaca lebih cakap menulis dibandingkan anak lain yang jarang membaca, karena kemampuan membaca saling terhubung kait dengan kemampuan menulis.

Selain menulis, tahap selanjutnya setelah kemampuan membaca adalah memahami isi bacaan. Inilah dua poin penting dari makna literasi. Menurut Anshori dan Vismaia (2021) literasi adalah proses interaksi dan transaksi ide dalam teks. Melalui teks, dapat mengenal pikiran orang lain dan melalui kegiatan literasi, dapat menyelami kedalaman pikiran tersebut.

Hal inilah yang menjadikan buku sebagai jendela dunia. Bahwa dari kegiatan membaca menambah bahkan memunculkan ide-ide baru melalui buah pikiran orang lain untuk kemudian disikapi dalam kehidupan sehari-hari.

Pada negara maju, literasi sudah menjadi budaya yang diterapkan bahkan jauh dari sebelum era modern saat ini hingga membentuk ciri khas suatu bangsa. Alangkah baiknya apabila masyarakat kita juga turut menjadikan literasi sebagai sebuah budaya bangsa, dengan sama-sama saling berperan membentuk lingkungan berliterasi, tidak hanya di sekolah, namun juga di lingkungan sosial, terpenting di lingkungan keluarga.

Dimulakan dengan pembiasaan membaca buku di mana pun dan kapanpun, tentunya dari orang dewasa. Ada satu kalimat menarik dari Najwa Shihab, bahwa membaca buku merupakan kegiatan dengan proses yang sangat mudah didapatkan namun memiliki dampak yang sangat mahal dikemudian hari. 

Untuk itu, mari kita bersama-sama menciptakan gerakan literasi dini, dengan mengenalkan anak pada buku. Luangkanlah waktu sebelum tidur orang tua untuk membacakan buku cerita kepada anak, selain mengenalkan dunia literasi kepada mereka, juga meningkatkan kehangatan emosional antara orang tua dan anak.

Ajak dan dampingi anak-anak mencari buku bacaan yang mereka sukai, mengenalkan tempat-tempat yang menambah pengetahuan serta mengaktifkan jiwa sosial mereka. Sebab pembelajaran bermakna justru berasal dari apa yang dipelajari dari sekeliling mereka.

Mari kita tumbuhkan budaya literasi dalam bangsa, demi generasi yang terampil dan bijak menghadapi perkembangan zamannya.