Jalur irigasi yang nyaris tak berisi air; jalan lintas yang berdebu; dan warung-warung kecil yang seakan menyeruak begitu saja dari rumah yang hanya sepetak. Kaki anak-anak berbalut debu dan tanah usai lelarian di siang yang panas.

Pemandangan ini tak beda jauh dari gambaran dua tahun lalu ketika saya menyusur jalan yang sama. Rasanya Serang bergerak lambat dari kebaruan. Dua tahun lalu, saya ikut menyusur jalur irigasi itu untuk sampai di sebuah sekolah dasar di Kragilan. 

Kami baru saja usai menyerahkan meja kursi itu untuk beberapa lokal kelas di sekolah tersebut. Anak-anak gembira dengan meja kursi barunya yang baru saja selesai dicat.

Greshhhh…..anyar, masih wangi. Seolah-olah meja kursi itu barang yang begitu berharga untuk mereka. Dan itulah yang terjadi. 

Ketika saya jalan ke belakang sekolah, tampak tumpukan meja dan kursi dengan berbagai ukuran. Kamu masih ingat bangku kita di zaman SD? Meja kayu solid dengan lubang di tengahnya.

Zaman dulu untuk tempat tinta. Itu zaman dulu. Ketika saya SD, tentu sudah tidak memakai tinta dan bulu sebagai pena. Tapi entah kenapa bolongan di tengah meja itu masih tetap ada.

Dan meja dengan lubang di tengah masih saya jumpai juga dari bangku-bangku yang sudah dikeluarkan dari kelas ini. Barang afkiran ini beragam ukurannya. Padahal ini berasal dari satu kelas yang sama.

“Begitulah bangku anak-anak itu dulunya. Mejanya ada panjang-pendek dan tinggi-rendah yang tidak sama,” ujar seorang guru, seolah membaca pikiranku saat itu.  

Duh…ngenesnya. Bagaimana rasanya kalau bangkumu lebih pendek dari teman di sebelahmu? 

Bandingkan dengan anak-anak yang sekolah di tempat lain: gedung ber-AC, meja kursi modern, peralatan buku yang lengkap. Meski ini perbandingan yang tidak tepat. Tiap daerah memiliki masalahnya sendiri. 

Saya memang tidak menuju sekolah itu lagi. Hanya saja, jalan-jalan di perkampungan di Kota Serang membuat memori dua tahun lalu muncul lagi. 

“Begitulah kondisi  di berbagai sekolah di Serang. Itu yang mendorong kita untuk membantu,” ujar Dani Kusumah, Koordinator CSR di PT Indah Kiat Serang.  

Di perusahaan ini, banyak sekali Jati Belanda yang tidak lagi digunakan. Kayu dengan kualitas bagus bekas peti kemas ini menumpuk.

Sejak tahun 2012, dimanfaatkanlah kayu bekas ini menjadi meubeler bangku dan kursi untuk sekolah dasar. Sekali proyek, 380 set meja dan kursi dibuat. 

Jumlah sebanyak itu bisa digunakan untuk belasan hingga puluhan kelas di Serang. Tiap sekolah bisa mendapatkan bangku baru untuk dua lokal kelas. Kualitas Jati Belanda ini bagus dan pastinya akan tahan lama digunakan.

“Kalau kita beli, satu set dihargai Rp750.000-1.000.000. Tetapi kalau buat sendiri, bisa menekan banyak biaya produksi. Satu set yang kita buat sendiri menghabiskan dana Rp250.000,” papar Dani. 

Dari 2012 hingga sekarang, sudah lebih dari 2000 meja kursi dibuat. Tepatnya 2.280. Permintaan sendiri sangat banyak sebenarnya. Bahkan sekarang sekolah harus antri untuk mendapatkan bantuan meja kursi baru ini.

Bertemu dengan Zainuddin (25) di bengkel tempat pembuatan meja kursi. Saya mungkin menjumpainya juga dua tahun lalu, di sini. Ingatan saya tak begitu jelas, atau mungkin kami berbincang dengan wajah tertutup masker saat itu, sehingga ingatan saya tentang dia buram.

Udin cerita, ia kini sudah punya motor. “Bisa buat boncengin calon istri nantinya,” ujar Udin. Motor ini ia cicil dari pendapatannya di workshop. Ia senang, penghasilannya pasti sekarang, meski belum setinggi UMR di daerah ini. 

Dibandingkan dulu saat masih menjadi panglong, pembuat kusen rumah. Kadang ada pendapatan, kadang tidak. Ia bilang senang kerja di sini. “Bisa beli motor, bisa nabung, meski masih takut untuk punya istri,” ujarnya.

Zainuddin diajak abangnya, Jasrip (35) yang sudah lebih dulu bekerja di tempat ini. 3 pekerja lainnya juga masih saudara atau tetangga. Rerata mereka mendapatkan uang Rp2,4 - 3,4 juta setiap bulannya.

Masing-masing pekerja mendapatkan upah sesuai dengan beban kerjanya. Ada yang mencabut paku, memotong dan menghaluskan, ada juga yang mengecat. Tidak pernah iri dengan pendapatan masing-masing. 

Ada senyum bangga di wajah Udin. Dari tangan Udin ini senyum anak-anak di sekolah dasar di Serang bisa terkembang lebar. Anak-anak di Desa Kragilan, Pontang, Tirtayasa, Lebak Wangi, dan desa-desa lainnya.

Terima kasih Udin. Dari tanganmu akan terukir kenangan indah tentang bangku sekolah

Di Indah Kiat Serang, pembuatan meja kursi untuk sekolah ini terus dilakukan hingga kini. Entah untuk berapa ribu set lagi. 

Meja kursi ini jauh lebih cepat prosesnya dibandingkan kalau harus meminta lewat dana melalui pemerintah. Birokrasi yang tidak mudah ditembus, meski kebutuhan anak-anak mendesak untuk dipenuhi.