Menjadi mahasiswa adalah suatu privillage yang di miliki oleh setiap pemuda. Mereka merupakan sebagian dari 35% pemuda seusianya yang bisa menikmati bangku kuliah.

Mereka juga berkesempatan menyelam di dalamnya sumur ilmu pengetahuan. Membuat lingkaran lingkaran diskusi tentang apapun dan dimanapun. Sehingga tercapai pengetahuan yang cukup untuk bekal lulus nantinya.

Tidak sampai di situ, kerap kali mereka memanfaatkan masa mahasiswa mereka untuk membenturkan diri sebelum terbentuk di berbagai organisasi kampus.

Seakan beranggapan bahwa masa mahasiswa adalah masa mereka meneksplore diri mereka selagi bisa. Memanfaatkan waktu untuk sekedar meninggalkan cerita.

Mereka tak ingin meninggalkan kampus tercintanya dengan hanya sekedar nama di ijasah. Alangkah lebih indahnya nama mereka menjadi bagian dari sejarah di kampusnya.

Entah dalam hal kompetisi, akademisi atau luar biasanya kehidupan organisasi. 

Dan lebih indahnya jika mereka memanfaatkan masa mahasiswa mereka untuk mengembangkan jaringan.

Ilmu yang di dapat di kampus tak harus dari buku dan lingkungan kelas. tetapi juga bisa di ambil dari seberapa banyak orang yang mereka temui, apa saja hal yang mereka diskusikan dan bagaimana cara meloby seseorang untuk mencapai hal yang di cita citakan.

Dan seolah tak berhenti disitu, Tak jarang mereka berhasil menjadi motor penggerak aksi turun ke jalan.

Dengan semangat yang tinggi membela dan mengawal suara rakyat hingga sampai pada wakilnya.

Tak segan menjadikan diri mereka sebagai tameng dan rela kehilangan nyawa sampai suara itu benar benar sampai dihadapan orang-orang yang katanya para wakilnya.

Tapi itu dulu, sekarang mahasiswa bukanlah lagi mahasiswa. Mahasiswa sekarang bukanlah mahasiswa yang senantiasa menjunjung tinggi Tri Dharma Perguruan Tinggi: pendidikan, pengembangan dan penelitian, pengabdian masyarakat. 

Mahasiswa bukanlah lagi mahasiswa yang independen dan benar-benar menyuarakan kepentingan rakyat. 

Melainkan mahasiswa sekarang adalah mahasiswa yang menyuarakan kepentingan mereka masing masing. Mahasiswa sekarang adalah mahasiswa yang lebih mengutamakan perut dan reputasinya sendiri.

Bahkan berani mengorbankan nilai nilai pertemanan, hanya demi segelintir kepentingan yang busuk.

Lalu, mahasiswa sekarang khususnya semester atas pragmatis, idealis ataukah Realistis? Sebentar. Kita lihat dulu pengertian dua kata itu di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 

Menurut KBBI, pragmatis berarti bersifat praktis dan berguna bagi umum; bersifat mengutamakan segi kepraktisan dan kegunaan (kemanfaatan); mengenai atau bersangkutan dengan nilai-nilai praktis; mengenai atau bersangkutan dengan pragmatisme.

Sedangkan, kata idealis berarti orang yang bercita-cita tinggi, pengikut paham idealisme.

Kemudian Realistis adalah cara berpikir yang penuh perhitungan dan sesuai dengan kemampuan, sehingga gagasan yang akan diajukan bukan hanya angan-angan atau mimpi belaka tetapi adalah sebuah kenyataan. 

Pengertian mudahnya, idealisme berarti menetapkan satu cara untuk mencapai tujuan, cara lain dikesampingkan. Dalam pragmatisme tidak terkungkung pada satu cara, tetapi lebih fleksibel. 

Dan realistis adalah menerima keadaan, dan menjalani hidup sesuai kemampuan dengan mengedepankan usaha diri sendiri.

Mahasiswa yang idealis ada dua; sebagian besar tidak mempunyai kebebasan dalam berpikir dan tidak pernah berpikiran terbuka (open mind). 

Dan yang kedua Mahasiswa idealis senantiasa berpikiran terbuka (open mind), sepanjang itu tetap dalam jalur untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan.

Lalu bagaimana kehidupan mahasiswa sekarang?, khususnya mereka yang sedang berada pada fase sesmester yang tidak bisa dikatan sebagai maba lagi?.

Dalam pandangan saya, sebagian besar mahasiswa sekarang merupakan mahasiswa kelewat pragmatis. 

Mereka sangat open minded. Hingga mereka tidak mempunyai pendirian, mudah terombang-ambing oleh beragam aliran pemikiran. Tentu itu tidak baik.

Ketumpulan pembacaan situasi yang busuk, hingga terlalu gampang menyimpulkan suatu hal dari omongan orang.

Menjadikan dirinya sebagai pinokio yang di setir segelintir orang dalam perjalananya sebagai mahasiswa.

Yang baik menurut saya adalah mahasiswa harus mempunyai standing position yang jelas. Mereka harus mempunyai karakter.

Tidak masalah jika mereka idealis. Tidak masalah jika mereka pragmatis bahkan realistis. Yang menjadi masalah adalah ketika mereka setengah-setengah dan tidak mempunyai standing position yang jelas. 

Idealis, pragmatis dan realistis sama-sama baik. Mereka mempunyai tujuan yang sama, bermanfaat bagi sesama. Hanya caranya saja yang berbeda. 

Mungkin nantinya akan ada beberapa crash tentang karakter diatas. Tinggal bagaimana mereka sebagai mahasiswa menyikapinya.

Antara idealisme dan pragmatisme mungkin saja terjadi crash. Dan kemungkinan untuk terjadi crash cukup besar.

Mungkin menurut saya, realistis adalah pilihan terakhir yang harus diambil. Disini kita belajar menerima kenyataan bahwa kita tak lagi super power seperti masa awal sebagai mahasiswa.

Jika dirasa cukup dengan cerita dan pengalaman yang sudah kita lalui, ya sudah mungkin ini saatnya mereka kembali ke tujuan awal.

Bahwa tujuan akhir dari kuliah adalah wisuda. Usia yang dianggap mulai memasuki usia matang tak harus terus menerus berada di lingkaran organisasi.

Bukakan ruang untuk junior junior kalian belajar. Biarlah mereka berkembang dan terbentur sama bahkan lebih dari kalian.

Oleh sebab itu, mahasiswa harus selalu menjunjung tinggi sikap open mind (berpikiran terbuka). 

Sikap open mind menjadi jembatang untuk mengatasi jurang antara pragmatisme dan idealisme. Sikap open mind juga dapat mencegah terjadinya fanatisme yang berlebihan.