Dahulu saya tidak mengenal dunia tulis menulis, baru sekitar setahun belakangan ini saya sering menulis dan ini tidak terjadi secara kebetulan. Pandemi Covid-19 yang mulai saya rasakan dampaknya ini di triwulan pertama tahun 2020. Dampak yang sangat nyata adalah waktu yang jadi bertambah banyak karena banyak kegiatan yang tidak bisa dilakukan saat itu. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan oleh pemda setempat dan itu membuat waktu saya menjadi berlimpah.
Saat itu ada seorang kawan yang membuka kelas daring tentang tata bahasa Indonesia dan mengajak saya bergabung di kelasnya. Dia adalah tetangga satu kompleks di tempat saya tinggal. Terus terang saat itu saya tidak tertarik untuk mengikutinya. Saya sudah terlalu tua untuk kembali belajar tata bahasa Indonesia, begitu saya berpikir saat itu. Saya tidak menemukan cara untuk menolaknya dan berbekal perasaan tidak enak, akhirnya terpaksa saya mengikuti kelasnya juga.
Sekali, dua kali dan akhirnya saya terus mengikuti kelasnya sampai selesai. Kurang lebih sekitar dua bulan kelas tersebut berlangsung dan dalam satu minggu ada dua kali pertemuan. Selama mengikuti kelas tersebut, sang mentor mendorong para peserta kelas tersebut untuk membuat tulisan berbentuk artikel. Sang mentor akan mengedit tulisan para peserta sampai tulisan tersebut layak dikirimkan ke media daring yang memang banyak terdapat di dunia maya.
Saya yang awalnya tidak pernah menulis merasa ragu saat diminta membuat tulisan. Akibat terus ‘dipaksa’, akhirnya saya mencoba membuat sebuah tulisan yang temanya adalah kegiatan yang saya lakukan setiap harinya. Tidak mudah membuat tulisan yang pertama tersebut, karena saya harus menerapkan apa yang saya pelajari dari kelas sang mentor ke dalam tulisan tersebut. Dengan segala kesulitan yang ada, akhirnya selesailah tulisan pertama tersebut.
Awalnya saya ragu untuk mengirimkan tulisan itu kepada sang mentor, tapi akhirnya saya memutuskan untuk tetap mengirimkan kepadanya untuk diperiksa. Banyak sekali coretan merah hasil pengeditan di tulisan saya tersebut, tapi dari sana saya banyak belajar. Saya perbaiki tulisan tersebut sesuai dengan arahan yang diberikan dan saya kirimkan kembali kepadanya. Setelah diedit lagi, tulisan tersebut kembali lagi kepada saya dengan coretan yang jauh lebih sedikit. Akhirnya setelah saya perbaiki, tulisan tersebut dianggap layak untuk dikirimkan ke sebuah media yang juga direkomendasikan oleh sang mentor.
Tidak disangka, ternyata tulisan tersebut benar dimuat di media tersebut, dan sulit diceritakan bagaimana senangnya perasaan saya saat itu. Orang yang selama hidupnya tidak mengenal dunia tulis-menulis, tulisannya bisa diterbitkan di sebuah media. Hal itu membuat saya bersemangat dan mencoba membuat tulisan-tulisan selanjutnya.
Saya adalah orang yang sering memikirkan suatu hal, tetapi dari kacamata atau sudut pandang yang tidak umum atau berbeda dengan cara pandang kebanyakan orang. Selama ini hanya saya pikirkan atau paling jauh mendiskusikannya dengan orang-orang terdekat saja, hanya sebatas itu yang saya lakukan. Dengan sedikit kemampuan menulis yang baru saya pelajari ini, saya jadi seperti mendapatkan ‘mainan’ baru. Hal-hal yang selama ini hanya berada dalam kepala saya, mulai bisa saya tuangkan satu-persatu dalam bentuk tulisan.
Tidak terasa, selama hampir setahun ini saya sudah menulis lebih dari lima puluh artikel dan itu tersebar di berbagai media daring. Akhirnya saya berpikir untuk mengumpulkan tulisan-tulisan tersebut agar bisa terdokumentasi dengan baik dalam bentuk sebuah buku.
Sebagai orang yang belum pernah menghasilkan sebuah buku, tentu ini bukan pekerjaan mudah. Saya banyak belajar dan bertanya mengenai langkah-langkah membuat sebuah buku. Sebagai Langkah awal, saya mencoba menyusun tulisan-tulisan tersebut berdasarkan kategorinya dan terbagilah semua tulisan saya tersebut menjadi delapan kategori. Langkah selanjutnya, saya menjadikan delapan kategori tadi menjadi bab dalam buku tersebut. Jadi buku tersebut terdiri dari delapan bab dan saya buatkan daftar isinya.
Sebuah buku tentu harus memiliki kata pengantar yang fungsinya adalah mengantarkan buku tersebut ke tangan para pembacanya, akhirnya saya meminta sang mentor untuk membuat kata pengantarnya sebagai bentuk penghormatan saya kepadanya karena sudah ‘menceburkan’ saya ke dunia tulis menulis ini. Selain sang mentor, saya juga meminta seorang kawan yang juga seorang public influencer untuk menuliskan kata pengantar juga di buku tersebut. Jadi di buku tersebut ada tiga kata pengantar termasuk kata pengantar saya sebagai penulis.
Selain daftar isi dan kata pengantar, saya membuat juga blurp atau semacam sinopsis –penjelasan singkat tentang isi buku dan biasanya diletakkan di sampul belakang buku. Selain itu saya buat juga biografi singkat tentang diri saya yang juga akan diletakkan di sampul belakang. Setelah semua proses tersebut selesai, atas rekomendasi sang mentor, saya dikenalkan dengan sebuah penerbit yang biaya penerbitannya cukup terjangkau. Singkat cerita saya memutuskan untuk menerbitkan buku pertama saya ini melalui penerbit yang berkantor di Banyumas, Jawa Tengah ini.
Sesuai kesepakatan, penerbit tersebut mengurus urusan layout tulisan, desain sampul, pengurusan nomor ISBN (International Standard Book Number) --kode identifikasi sebuah buku yang bersifat unik--dan percetakannya. Setelah melalui proses sekitar tiga minggu berurusan dengan penerbit ini, akhirnya jadilah buku pertama saya ini yang saya beri judul “Analekta Yudistira”. Saat ini saya juga sedang menyusun buku kedua dan ketiga yang rencananya juga akan diterbitkan di tahun 2021 ini juga, tetapi melalui penerbit yang berbeda. Saya mencari penerbit yang lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal saya. Semoga buku ini bisa memberikan manfaat bagi yang membacanya.