Prof Teverne

Beri aku Hakim, Jaksa, dan Polisi yang baik, maka dengan hukum yang buruk sekalipun, aku dapat mempersembahkan hasil yang baik

Penegakan hukum adalah rangkaian langkah aparat penegak hukum dalam melakukan penindakan hukum terhadap setiap pelanggaran yang terjadi. Dengan tujuan meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum serta menegakan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam masyarakat.(Parera, 2016:15)

Sejalan dengan itu maka menurut Lawrence friedman, proses penegakan hukum bisa berjalan dengan efektif dapat ditentukan oleh tiga subsistem yakni: Pertama. Substansi hukum (legal substance). Kedua, Struktur hukum (legal structure). Ketiga.  Budaya hukum (legal culture). (Friedman, 2001:6)

Salah satu subsistem yang perlu mendapat sorotan saat ini adalah struktur hukum (legal structure) yang dalam hal ini adalah Polisi, Jaksa, Hakim, dan Pengacara. Dikarenakan struktur hukum memiliki pengaruh yang kuat terhadap warna budaya hukum. Budaya hukum adalah sikap mental yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau bahkan disalahgunakan.

Dengan demikian struktur hukum yang menyalahgunakan hukum akan melahirkan budaya hukum menelikung serta diskriminatif. Berjalannya struktur hukum sangat bergantung pada pelaksanaannya yaitu aparatur penegak hukum.

Kendati demikian  wajah hukum di Indonesia dewasa ini mengalami krisis penegakan hukum yang sangat memprihatinkan dan sangat kompleks. Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum hampir meliputi seluruh bagian sub sistem penegakan hukum mulai dari pra ajudikasi hingga tahapan eksekusi.

Fakta Krisis Penegakan Hukum

Merujuk pada hasil survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI), menunjukkan mayoritas masyarakat menilai kondisi penegakan hukum di Indonesia buruk. Temuan itu terpotret dalam hasil survei LSI yang dirilis pada bulan Oktober  tahun 2022. Survei LSI ini dilakukan pada tanggal 6-10 Oktober 2022 dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 1.212 responden.

Dengan persentase penilaian penegakan hukum secara nasional sangat baik sebesar 3,3 persen, baik 20,1 persen, sedang 26,8 persen, buruk 29,2 persen, sangat buruk 13,7 persen. Sedangkan yang tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 6,9 persen.

Hasil survei tersebut tidak lepas dari berbagai kasus pelanggaran, penyimpangan dan  penyalahgunaan  hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum itu sendiri. Lebih mirisnya praktik tersebut tidak hanya berlangsung di tingkat atas, tetapi juga di tingkat bawah. Berikut beberapa kasus pelanggaran, penyimpangan dan  penyalahgunaan  hukum oleh aparat penegak hukum:

Pada Februari 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan mantan jaksa Pinangki yang terbukti bersalah dalam perkara yang disangkakan kepadanya. Majelis kemudian menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta kepada Pinangki.

Mantan Jaksa tersebut terlibat sejumlah perkara, mulai dari terima suap USD 500 ribu dari buronan Djoko Tjandra, pencucian uang senilai 444.900 dolar AS, hingga pemufakatan jahat menyuap pejabat Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan hakim agung Sudrajad Dimyati (SD) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penanganan perkara di Mahkama Agung (MA). Penetapan tersangka hakim agung ini terkait operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan di semarang dan Jakarta pada Rabu (21/9/2022).

Advokat yang tersandung kasus suap hakim agung, Yosep Parera, mengungkapkan bahwa selama ini pengacara yang melakukan praktik hukum tersandera. Yosep menyebutkan, pengacara harus mengeluarkan sejumlah uang agar surat mereka bisa terkirim sampai ke meja hakim agung.

Salah satu kasus yang tak luput dari perhatian publik yakni kasus tewasnya Brigadir J yang meninggal di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Kasusnya mulai mencuat ketika Ferdy Sambo yang sebelumnya menjabat Kadiv Propam Polri membuat laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan pada Jumat, 8 Juli 2022.

Kasus yang tadinya mengarah kepada aksi bela diri kemudian berubah menjadi aksi pembunuhan. Bharada E yang merupakan eksekutor suruhan Ferdy Sambo dinyatakan  sebagai tersangka pembunuhan. Ia dijerat pasal berlapis terkait kasus kematian Brigadir J dalam kasus tembak menembak di rumah Irjen Ferdy Sambo. Bukan hanya dijerat pasal pembunuhan, Bharada E juga dijerat dengan pasal turut serta.

Menurut penelusi pelaksanaan penegakan hukum yang diskriminatif menjadikan hukum di negeri ini persis seperti yang dideskripsikan Plato “laws are spider webs, they hold the weak and delicated who are caught in their meshes but are torn in pieces by the rich and powerful”. Bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat.

Kesimpulan

Melihat buruknya serta buramnya penegakan hukum memunculkan sikap sinisme dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum. Serta realita dalam praktik penegakan hukum senantiasa menunjukkan hukum yang meninggalkan rasa keadilan.

Maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa Ketiadaan keadilan ini merupakan akibat dari pengabaian hukum (disregarding the law), ketidakhormatan pada hukum (disrespecting the law), ketidakpercayaan pada hukum (distrusting the law) serta adanya penyalahgunaan hukum (misuse of the law).