Perusahaan dan instansi negara, kedua organisasi ini menjadi langganan dari aktor-aktor yang terlibat korupsi. Dalam hal ini tentunya keuangan negara yang dirugikan atau reputasi perusahaan yang dipertaruhkan. Menurut data KPK ditahun 2020, jika digabungkan pegawai pemerintah dan legislatif –termasuk dprd- terdapat 47 aktor, sedangkan sektor privat 32 aktor, keduanya merupakan penyumbang terbanyak diantara yang lain. Dibalik data itu, terdapat satu problem yang dihadapi yaitu adanya konflik kepentingan yang menyebabkan terjadinya korupsi uang negara, atau bisa disebut sebagai fraud dalam perusahaan.
Terlepas dari itu, secara umum setiap organisasi dipastikan mendapati kerugian dengan adanya konflik kepentingan. Misal, sebuah perusahaan, yang seharusnya berjalan sesuai visi dengan sistem manajerial yang sudah ditentukan, lalu diputar balikkan oleh salah satu pihak-bisa dari internal ataupun eksternal- yang menyebabkan berubahnya orientasi visi organisasi. Terlebih jika berkaitan dengan keuangan, yang menyebabkan kerugian.
Konflik kepentingan sendiri sukar didefinisikan, tetapi umumnya dia berkaitan langsung dengan organisasi dan aktor dalam organisasi tersebut. Jika merujuk kepada KPK (dalam Transparency International Indonesia, 2017), konflik kepentingan yang dimaksud ialah situasi dimana seseorang penyelenggara negara yang mendapatkan kekuasaan dan kewenangan berdasarkan peraturan perundang-undangan memiliki atau diduga memiliki kepentingan pribadi atas setiap penggunaan wewenang yang dimiliknya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi kualitas dan kinerja yang seharusnya.
Berkaca kepada pengertian KPK, hal tersebut jika dikontekstualisasikan dengan organisasi negara -dalam hal ini berupa badan negara, kementerian, atau badan usaha milik negara. Jika ditarik secara lebih umum, dapatlah ditarik menjadi sebuah organisasi yang didalamnya terdapat sekumpulan orang, memiliki struktur yang bekerja untuk mencapai visi yang ingin dicapai.
Lalu pertanyaan besarnya, mengapa konflik kepentingan berbahaya dalam sebuah organisasi? Lalu apa hubungannya konflik kepentingan dengan korupsi? Dari mana awal mulanya konflik kepentingan terjadi? Bagaimana mendeteksi konflik kepentingan dalam sebuah organisasi? Bagaimana mencegah konflik kepentingan dalam sebuah organisasi? Yang dalam hal ini organisasi tersebut bersifat publik ataupun privat.
Bahaya Konflik Kepentingan
Jika ditanya apa yang dikhwatirkan dari adanya konflik kepentingan dalam organisasi? Jawaban sederhananya ialah terdapat satu pihak –bisa individu atau sekelompok individu- yang diuntungkan diatas kepentingan besar organisasi. Terlebih ketika berkaitan dengan sumber keuangan atau program penting sebuah organisasi.
Jika aktor –dalam hal ini dia memiliki konflik kepentingan- menduduki jabatan struktural dalam sebuah organisasi, misal bendahara, maka alokasi penganggaran dana diperuntukan untuk kepentingan aktor tersebut.
Dalam hal sebuah program, jika aktor tersebut merupakan manajer program, menyusun dan merencanakan sebuah program, memiliki kepentingan tersendiri, maka program tersebut diperuntukan untuk memenuhi kepentingannya. Dalam hal pengadaan proyek semisal, jika pejabat atau struktur yang membutuhkan pengadaan barang atau jasa, jika dia memiliki kepentingan, apalagi berkaitan dengan keuangan, maka pengadaan barang atau jasa tersebut diperuntukkan untuk kepentingannya.
Lalu dampaknya ialah, akan adanya disorientasi baik itu pada visi organisasi, yang diturunkan kedalam program atau pengadaan yang menunjang visi tersebut. Program tersebut secara kualitas tidak sesuai dengan apa yang ditargetkan. Terlebih jika mendapatkan suatu kerugian finansial yang menempatkan satu sisi terdapat pihak yang diuntungkan -baik dalam internal ataupun eksternal organisasi tersebut. Disatu sisi finansial organisasi tersebut dirugikan.
Pola Korupsi dan Konflik Kepentingan dalam Organisasi
Untuk melacak adanya konflik kepentingan, mulanya disebabkan karena ada manusia –atau aktor- yang secara maksud dan tujuan tertentu ingin menempatkan kepentingannya lalu mendapatkan keuntungan dibaliknya. Yang bisa disebabkan karena dua hal, pertama memang tujuan awal ketika dia memasuki organisasi tersebut. Kedua karena adanya sistem yang mendukung bagi aktor tersebut untuk melakukannya. Terlebih ketika itu, ketika kepentingan yang dimaksud untuk mendapatkan keuntungan secara finansial.
Dalam hal ini, bisa jadi peristiwa tersebut menjadikan suatu kepentingan yang diarahkan seseorang –atau sekelompok- untuk memasukkan aktor kedalam organisasi tersebut, untuk menguntungkan kepentingan yang diarahkan, dan untuk mengakses sumber daya organisasi tersebut, terlebih ketika kepentingan tersebut ialah berkaitan dengan keuangan atau program-program tertentu yang menguntungkan secara material.
Hal tersebut paling rawan ialah pada pengambil kebijakan, khususnya kebijakan yang berkaitan dengan keuangan yang tentu menguntungkan atau kebijakan yang berkaitan dengan pengadaan yang tentu berkaitan juga dengan proyek-proyek yang menguntungkan secara material.
Dalam hal ini terdapat tiga kelemehan jika melihat pola diatas. Pertama, pola rekrutmen dalam organisasi tersebut yang kecolongan akan adanya aktor yang membawa kepentingan untuk merugikan internalnya sendiri. Kedua, ialah sistem kerja yang memberikan akses untuk melakukan hal yang aktor tersebut ingingkan, apalagi ketika aktor tersebut sadar akan keuntungan material, atau sadar jika posisi strukturnya berpengaruh bagi kepentingan diluar organisasi tersebut secara finansial dan material, lalu memanfaatkannya. Ketiga, ialah pengawasan dalam organisasi tersebut, baik dalam proses awal mula hingga kepada sistem kerja tersebut.
Audit Sistem Organisasi
Dari situlah diperlukan audit sistem dalam organisasi, untuk mengetahui setidaknya tiga kelemahan yang menyebabkan konflik kepentingan. Audit atau yang dinamakan juga dengan pemeriksaan, sederhananya menurut Daeng (dalam Hamzah Halim, 2018) dimana suatu proses penilaian secara independen terhadap data dan fakta untuk menilai tingkat kesesuaian, keamanan, dan kewajaran yang disajikan dalam laporan yang berisikan argumen berbentuk opini dan perbaikan.
Lebih khusus lagi jika memeriksa kecurangan atau Fraud Auditing, dalam hal ilmu Akuntansi menurut Amin Widajaja (1991) kegiatan ini mempunyai tujuan sempit, yaitu mengungapkan kesalahan pencatatan dan disengaja atau penyalahangunaan dibaliknya. Hal tersebut membutuhkan sikap berpikir yang menunjukan adanya potensi kemungkinan curang, diantaranya kewaspadaan dan skeptis. Dalam hal ini, bisa dispesifikkan kepada aktor-aktor yang diduga mendapatkan keuntungan untuk diselidiki secara finansial, baik karena maksud atau karena sistem yang menyebabkan hal tersebut.
Adapun dari pemeriksaan tersebut, dapat dirumuskan sebuah sistem organisasi yang nantinya mengatasi permasalahan konflik kepentingan yang merujuk kepada korupsi atau fraud. Baik permasalahan kecil yaitu celah-celah terjadinya konflik kepentingan dalam lingkup administrasi, laporan, dsb. Hingga kepada permasalahan besar seperti yang mempengaruhi kebijakan dalam organisasi baik yang mempengaruhi keuangan atau program organisasi tersebut, yang semuanya berkaitan dengan sumber daya manusia, bermula dari input awal hingga proses strukturisasi dalam organisasi tersebut.