"Agama (Islam) tidak mengharamkan rokok. Oleh karena itu, tidak perlu MUI melarangnya dengan dalam bentu fatwa."

(KH. Idris Marzuqi, pengasuh Ponpes Lirboyo, Antara/14/08/08)

Perihal rokok yang telah diungkapkan oleh KH. Idris Marzuqi pada dasarnya agama Islam tak melarang. Meskipun ada yang melarang, rata-rata berbegang bahwa rokok itu mubazir, tidak memiliki manfaat. Mubazir di sini berpegang pada al-Quran (QS 17: 26-17) bahwa mubazir itu saudaranya setan, uang yang dimiliki tak pantas untuk dibelanjakan barang-barang yang tak memberi manfaat, dalam hal ini untuk membeli rokok dan membakarnya menjadi abu.

"...dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sungguh para pemboros adalah saudara-saudara setan, dan setan itu sangat ingkar pada tuhannya" (QS 17: 26-17).

Masih banyak dalil-dalil yang melarang rokok, tetapi secara implisit agama Islam tak melarang merokok. Dalam tulisan ini tak ingin menunjukkan bagaimana hukum rokok, tapi bagaimana mengungkap sedikit manfaat rokok dalam kehidupan, khususnya manfaat dalam psikologi dan hubungan sosial.

Tak hanya rokok, kopi pada zamannya juga pernah ada ulama-ulama yang mengharamkan mengonsumsi kopi (lihat buku Kitab Kopi dan Rokok; untuk para pecandu rokok dan penikmat kopi berat karya Syaikh Ihsan Jampes). Dalam perkembangannya kopi memberi manfaat dalam kehidupan ketika ditelisik (dikaji) lebih jauh oleh ulama-ulama, sehingga diperbolehkan mengomsumsi kopi.

Kopi dan rokok

Kopi dan rokok dua hal yang tak terpisahkan dalam kehidupan, khususnya dalam kehidupan saya. Mungkin berbeda dengan kehidupan orang lain. Kebanyakan orang beranggapan, merokok (ngudud) dan minum kopi (ngopi) sebuah kegiatan membuang waktu dan tak penting. Saya ingin mencoba memaknai hidup dari anggapan yang tak penting, tak semua yang tak penting itu tak bisa kita ambil manfaat dalam kehidupan. Secangkir kopi dan sebatang rokok bisa saya katakan sahabat dalam kehidupan, keduanya mengajarkan melihat berbedaan dari ranah yang tak terpikirkan orang lain.

Meminum secangkir kopi, muncul kenikmatan yang tak terpikirkan, nikmat Tuhan seperti apakah itu? Pasti semua orang tahu kopi itu rasanya pahit, begitulah rasa kopi. Bagi penikmat kopi, kebanyakan menganggap semakin pahit kopi menunjukkan semakin nikmat kopi itu sendiri. Di sini saya ibaratkan rasa pahit kopi dalam sebuah kehidupan pasti tak hanya manis seperti madu ataupun gula, tapi hidup itu ada pahitnya, begitulah hidup. Manis dan pahit itu sebuah berbedaan dan berlawanan, bukan berarti tak dapat menyatu, keduanya saling melengkapi dalam racikan.

Racikan manis dan pahit menimbulkan rasa nikmat, kebanyakan orang, pahit itu pelangkap kehidupan, tapi coba kita berpikir terbalik dari anggapan ‘Manis itu pelangkap kehidupan’. Mengapa harus berpikir terbalik? Inilah jawabannya, pahit disini sebuah cobaan atau ujian yang datang dari Tuhan dalam kehidupan. Semakin banyak cobaan dan ujian, semakin nikmat itu muncul dan terlihat. Mengapa demikian? Pasti kita sering mendengar dan melihat, dari  TV, radio, ustaz, dan guru-guru. “Ketika Tuhan memberikan ujian dan cobaan, bahwa pertanda Tuhan mengasihi dan menyayangi hamba-Nya, ada hikmah dibalik itu semua”. Hal istimewa muncul dalam kepahitan, disinilah nikmat kehidupan.

Tak hanya itu, kopi sejak zaman dulu memberi manfaat dalam kegiatan belajar dan berpikir ini tercantum dalam kitab Syaikh Ihsan Jampes (1901-1952 M). "Khasiat kopi terlihat jelas pada mereka yang memiliki kegiatan 'berpikir tinggi', seperti para penyair, pengarang, dan para pengajar." Dalam hal ini kopi sebagai pembangkit (suplemen) kerja otak agar mampu berpikir apa yang tidak dipikirkan orang lain.

Penikmat rokok di Indonesia sudah dicekoki orang tua, guru, dokter, dan iklan-iklan masyarakat tentang negatif rokok. Iklan-iklan muncul di bungkus rokok yang sangat menakutkan, sebagai contoh  “Merokok Membunuhmu” atau “Merokok sebabkan Kanker paru-paru dan Bronkitis Kronis” dan masih banyak yang menakutkan. 

Bagi saya, yang sudah saya ungkapkan “Rokok dan kopi adalah sahabat kehidupan” mengapa begitu? Meskipun banyak iklan-iklan bersebaran dan menakutkan. Disini saya teringat cerita dalam novel ‘Kambing dan Hujan’ karya Mahfud Ikhwan, kebiasaan santri, kyai, dan pesentren tentang rokok.

Mahfud Ikhwan mengungkapkan manfaat merokok lewat dialog dua sahabat, Muk dan Is. Dia (Mahfud Ikhwan) membantah tentang kesia-siaan (mubazir) merokok, dengan jawaban sederhana ‘memberi manfaat bagi perokok itu sendiri’. Dalam hal ini menurut saya rokok itu memberi ketenangan dan membuka suasana menjadi tidak tegang, teman (Muk dan Is) yang sudah bertahun-tahun tidak tatap muka, suana bisa cair hanya dengan sebatang rokok. 

Setidaknya kebiasan merokok itu ikut dengan Kyai ‘Ulama pewaris Nabi’, dengan cara inilah Muk mengikuti nabi. Merokok yang tak kalah pentingnya, dapat memecahkan suasana yang tegang menjadi persaudaraan (relasi senior dan junior), sehingga menimbulkan manfaat diskusi dan menyerap ilmu dari hasil perbincangan dari senior.  

Menjadikan rokok dan kopi sebagai sahabat karena kebiasaan ngopi dengan orang yang lebih tua dan lebih bijak dariku. Ketika ngopi banyak bertanyaan (diskusi) pada mereka yang lebih tua tentang berbagai macam hal dan ilmu. Ibarat petasan yang meledak dengan satu pemicu, hanya menanyakan satu pertanyaan, di sinilah mereka (senior) berceloteh  jawaban panjang lebar sehingga banyak pelajaran yang di dapat dari orang lain. Dari sinilah pengalaman mereka, apapun yang mereka (orang yang lebih alim) ketahui, tanpa mereka sadari bahwa mereka sedang membagikan ilmu secara cuma-cuma. Itulah cara bagaimana bersahabat pada secangkir kopi dan sebatang rokok.