Masalah dalam dunia pendidikan seakan tidak ada habisnya. Setiap kali ada upaya untuk memperbaikinya, ada saja masalah baru yang hadir dalam pelaksanaannya. Hal demikian ditandai dengan masih banyaknya masalah sosial yang terjadi, akibat dari perbuatan anak remaja di usia sekolah. 

Lalu, bagaimana seharusnya pendidikan mengubah itu semua.? Dilain sisi kebijakan yang diambil saat ini ialah, bagaimana siswa di persiapkan untuk menghadapi dunia industry yang semakin menggila. 

Sementara itu, persoalan kenakalan remaja tentunya bukan persoalan peningkatan softskill, melainkan persoalan akhlak yang perlu di ubah. Lantas apa sebenarnya yang menjadi masalah utama dalam dunia pendidikan kita saat ini.?

Bagi penganut aliran konstruktivisme, pendidikan sejatinya mengonstruksi makna dalam sebuah pendidikan menjadi sebuah nilai yang baru terhadap suatu perbuatan. Artinya bahwa, pendidikan yang hari ini ada, perlu adanya pembinaan secara mendalam atau dengan kata lain direkonstruksi ulang agar menghasilkan suatu konsep yang benar-benar cocok dengan keadaan saat ini. 

Pendidikan yang diarahkan kepada mempersiapkan peserta didik untuk menghadapi pasar industry, justru sekolah terlihat seperti pabrik robot yang siap pakai. Padahal pendidikan bukan hanya persoalan materi, namun ada pendidikan non materi yang harus menjadi nilai. 

Dengan kata lain, pendidikan hanya mengajarkan bagaimana cara mendapatkan cuan dengan belajar giat sehingga menjadi seseorang yang bisa dipakai di mana saja. Pada realitasnya, semua orang membutuhkan materi. 

Namun justru dengan paradigma itu, pendidikan saat ini berubah menjadi bom waktu kerusakan generasi yang pada akhirnya akan menjadi sebuah masalah baru dalam pendidikan. Yang terjadi ialah, bagaimana dunia kompetisi atau persaingan itu telah diajarkan sejak dini. 

Akhirnya bukan, nilai kebersamaan atau kesamaan yang terhimpun, melainkan bagaimana caranya seseorang bisa mengalahkan orang lainnya. Muncullah pendidikan yang secara kualitas di depan umum sangat baik dan penuh dengan prestasi, padahal di dalamnya banyak terdapat masalah yang akibatnya banyak membunuh karakter peserta didik.

Menurut Paulo Freire, ada tiga tipologi aliran dunia pendidikan. Walaupun sebenarnya tipologi ini ia sampaikan pada abad yang lalu, namun masih sangat relevan dengan keadaan konsep pendidikan saat ini. 

Pertama, pendidikan yang konservatif yaitu pendidikan yang masih mempertahankan cara-cara lama untuk mendidik. Misalnya masih menggunakan kekerasan, ceramah terus menurus dan sebagainya. Aliran pendidikan tersebut tidak mampu melakukan perubahan terhadap pendidikan. 

Kedua, ialah pendidikan yang liberal pendidikan yang tidak yang bersinggungan dengan keadaan masyarakat atau pendidikan hanya mengurusi dirinya sendiri tanpa ada hubungan baik antara masyarakat dan pendidikan. 

Dan yang ketiga ialah, pendidikan kritis di mana pendidikan ini menjadi sebuah alternatif untuk menjadikan pendidikan sebagai pelajaran untuk membentuk siswa yang adil, jujur, menolong sesama dan saling menyayangi, sehingga tercipta peserta didik yang manusiawi.

Pedagogy Critis

Pada tanggal 16 Mei 2022 beredar sebuah tulisan dari seorang anak SMK yang baru saja lulus, mengkritik pendidikan yang berlangsung saat ini. tulisan yang diterbitkan oleh omong-omong.com sentak menggemparkan dunia maya. 

Pasalnya seorang anak SMK yang baru saja lulu berani menuliskan kritiknya terhadap sekolah yang selama ini ia anggap sebagai ilusi. Dilain sisi ia mengkritik sekolah yang selama ini hanya berfokus kepada bagaimana mendisiplinkan siswa, tapi lupa bagaimana cara mencerdaskan siswanya. 

Siswa dibuat tunduk dan patuh atas semua aturan tanpa harus mempertanyakan apa alasan aturan itu di buat. Sekolah seakan tidak memberikan kebebasan kepada siswanya untuk menunjukkan perspektifnya mengenai sekolah.

 Beberapa pengamat pendidikan telah mencoba menjelaskan bahwa pendidikan sejatinya mampu menjadi penggerak untuk meningkatkan daya pikir yang kritis, memberikan kesempatan kepada siswa untuk benar-benar mengeskplorasi potensi yang ia miliki. 

Hal demikian yang dikatakan oleh Paulo Freire dengan konsep pendidikan kritis. Saat ini konsep sekolah hanyalah mempersiapkan siswa menjadi cerdas, tanpa mengasah daya kritis siswa terhadap berbagai hal. Adapun siswa yang kritis, maka ia akan menjadi musuh bersama dan pelan-pelan mulai disingkirkan. 

Ivan Illich mengemukakan sekolah merupakan sarana umum yang palsu, maksudnya ialah sekolah pada awalnya menjadi terbuka kepada semua orang tapi dalam kenyataannya sekolah hanya terbuka kepada mereka yang memiliki banyak sumber daya.

Upaya menghadirkan pendidikan kritis di saat ini, tidak lain adalah mempersiapkan siswa yang memiliki rasa empati terhadap keadaan masyarakat sekitarnya. 

Dengan melatih peserta didik menjadi kritis mulai di instansi sekolah, maka kita akan melahirkan generasi yang memiliki critical thinking yang mampu menjadi penerus yang otentik. 

Kita perlu memperhatikan keadaan ini, kita tidak bisa hanya mencetak manusia yang akan menjadi robot, di mana tuannya mengarahkan maka di situ lah ia harus berada. Perlu adanya perubahan konsep yang baik, yang itu menyesuaikan dengan kondisi masing-masing satu pendidikan di daerah. 

Sebab tidak semua konsep pendidikan ang ditawarkan hari ini mampu di terjemahkan di daerah-daerah terpencil. Setidaknya ada beberapa poin yang di tawarkan oleh pendidikan kritis.

Pertama, ialah pendidikan kritis memberikan daya berpikir yang bukan hanya sekadar tunduk dan patuh terhadap sebuah aturan. Melainkan memberikan kesempatan untuk siswa memberikan tanggapan terhadap aturan-aturan tersebut, agar sekolah memiliki referensi untuk melakukan perbaikan melalui kritik dari siswa tersebut. 

Kedua adalah dengan pendidikan kritis siswa mampu menjadi pribadi yang idealismenya terjaga dan mampu menjadi seorang siswa yang sangat peduli dengan keadaan sosialnya. 

Ketiga dengan pendidikan kritis siswa tidak bergantung dengan jasa-jasa yang diberikan oleh profesi manapun, ia memiliki kesempatan belajar dari pengalaman dan teman sebayanya. 

Tentunya pendidikan kritis tidak hanya terpaut dengan tiga poin tersebut, namun jika tiga poin itu di renungi maka kita akan menghasilkan siswa yang mampu menjadi generasi yang hebat di masa depan.