Kondisi ekonomi di Indonesia yang saat ini dapat dikatakan bahwa sedang mengalami resesi sehingga tidak sedikit terbitnya berbagai permasalahan yang harus di alami oleh perusahaan-perusahaan yang terkadang dapat menyebabkan kebangkrutan pada perusahaan sehingga adanya kendala salah satunya yaitu tidak mampunya perusahaan melakukan pembayaran utang yang mereka miliki.
Keadaan demikian disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan dari debitor yang telah mengalami kemunduran. Tidak mampunya perusahaan untuk melakukan pembayaran utang, maka akan menimbulkan permasalahan antara perusahaan dengan kreditor, dengan keadaan tersebut maka kreditor telah merasa dirugikan oleh debitor. Kreditor dalam hal ini dapat untuk mengajukan tindakan nyata yaitu salah satunya pengajukan pailit untuk debitor di Pengadilan Niaga.
Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Dengan tujuannya yaitu untuk melakukan pembagian kekayaan debitor oleh kurator kepada semua kreditor dengan memperhatikan hak-hak dari berbagai pihak yang bersangkutan.
Sebagai gambaran umum yang harus diketahui bahwa, kepailitan merupakan suatu usaha yang dimana semua hasil sitaan dan eksekusi atas seluruh harta kekayaan debitor dengan tujuan untuk membagikan harta tersebut dan membayar atas utang-utang debitor kepada seluruh para kreditornya.
Proses kepailitan yang dialami oleh debitor tidak lain hanya bertujuan untuk menyelesaikan masalah utang-utang secara Pari Passu Prorata Parte (semua harta kekayaan debitor, demi hukum merupakan jaminan bersama untuk para kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara proposional diantara mereka, kecuali jika para kreditornya berdasarkan undang-undang perlu untuk didahulukan dan menerima pembayaran tagihan).
Proses penyelesaian perkara kepailitan di Indonesia yaitu hanya dilakukan di Pengadilan Niaga, sebab dari terjadinya perkara kepailitan, dikarenakan adanya kreditor yang dirugikan dikarenakan utang dari debitor terhadap kreditor telah jatuh tempo dan dapat ditagih, namun debitor tidak dapat untuk melunasinya, dengan itu bahwa harus adanya permohonan pailit yang dilakukan oleh kreditor untuk mendapatkan haknya kembali.
Bagaimana Penerapan Pembuktian Sederhana
Pembuktian dalam perkara perdata yaitu upaya untuk mendapatkan kebenaran formil (formeel waarheid). Kebenaran formil yang didasarkan pada formalitas hukum sehingga akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Sempurna berarti hakim tidak memerlukan alat bukti lain untuk memutus perkara selain berdasarkan alat bukti otentik dimaksud.
Sedangkan mengikat berarti hakim terikat dengan alat bukti otentik kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. Berdasarkan pasal 1866 KUH Perdata, alat bukti yang diakui dalam perkara perdata terdiri dari bukti tulisan, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah.
Dalam perkara kepailitan dikenal dengan pembuktian sederhana namun terkait definisi dari apa yang dimaksud dengan pembuktian sederhana tidak di definisikan secara detail dalam undang-undang.
Akan tetapi undang-undang No 37 tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang ini menjelaskan bahwa “permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi”.
Pasal 8 ayat 4 undang-undang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang pada pasal tersebut hanya bertujuan untuk mewajibkan hakim untuk tidak melakukan penolakan permohonan pernyataan pailit yang dapat dibuktikan secara sederhana.
Akan tetapi pasal tersebut tidak dapat untuk ditafsirkan bahwa permohonan kepailitan yang tidak dapat dibuktikan secara sederhana maka majelis hakim pada pengadilan niaga wajib menolak untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Pembuktian sederhana dalam proses kepailitan dapat dipahami bahwa berdasarkan undang-undang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang bahwa berkaitan dengan bukti-bukti yang digunakan berdasarkan fakta yang dapat digunakan untuk membuktikan secara sederhana.
Prosedur pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan tidak diatur secara khusus dalam undang-undang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, apabila dijelaskan melalui pasal 8 ayat 4 undang-undang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang dimaksud dengan pembuktian sederhana yaitu: (1) pemohon membuktikan bahwa debitor memiliki 2 (dua) atau lebih kreditor, (2) pemohon membuktikan bahwa debitor tidak melakukan pembayaran yang dimana waktu pembayaran telah jatuh tempo dan dapat untuk di tagih.
Hingga saat ini beban pembuktian dalam perkara kepailitan hanya dibebankan kepada pemohon dalam hal ini kreditor, pada dasarnya adanya kesulitan yang harus dilakukan oleh kreditor dalam hal berkaitan dengan membuktikan bahwa debitor yang memiliki lebih dari 2 (dua) kreditor dan adanya utang yg telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Walaupun pada dasarnya untuk melakukan terkabulnya permohonan pailit hanya dengan membuktikan secara sederhana, namun terkadang adanya problematika yang terjadi yaitu dimana pada saat proses pembuktian perkara pailit oleh kreditor yang dimana tidak adanya pertimbangan lain seperti melihat keadaan perusahaan terlebih dahulu dan pembuktian sederhana pun dapat dianggap cenderung melindungi kepentingan kreditor yang memiliki itikad tidak baik.