Siapa yang berperan menentukan keadilan? Adakah yang lebih arif dari tindakan pemerintah itu sendiri. Keadilan yang ada didalam negara merupakan keadilan yang konotasinya sedikit lebih condong ke arah kehidupan sosial yang termaktub di sila kelima pada dasar negara Indonesia. Sudah menjadi alasan konkrit dan logis jikalau keadilan yang demikian terarah kepada konteks sosial, karena segala hiruk pikuk aktivitas negara tidak terlepas dari kehidupan sosial masyarakat. 

Bukan hanya itu, kita bisa melihat dari sudut pandang sistem yang digunakan dinegara Indonesia, sistem yang digunakannya menggunakan sistem demokrasi, yang dimana pada sistem demokrasi ini yang memiliki kedaulatan penuh adalah rakyat itu sendiri, maka menjadi suatu keniscayaan bilamana pemerintah didalam menjalankan tugasnya memenuhi kebutuhan serta hak dari si pemegang kedaulatan ini.

Didalam tubuh demokrasi kita yang sekarang ini terdapat beberapa luka yang dibiarkan, salah satunya luka dalam hal menentukan keadilan.  Pejabat/birokrat yang memang diamanahkan oleh rakyatnya seringkali bersandiwara dipanggung yang paling akurat yakni panggung instititusi. Institusi menjadi sebuah alternatif kekuasaan para birokrat negara, dalam hal menyusun agenda kerja, kerangka kebijakan, mengatur alokasi kebijakan, rapat paripurna dan lain sebagainya yang dapat dipelintir untuk kepentingan pribadi atau kelompok mereka, pada akhirnya rakyat yang menjadi objek dari hasil yang diaturnya. 

Apapun hasilnya rakyat tetap mengamini atas keputusan birokrat yang bertugas namun dalam syaratnya posisi birokrat tidak boleh memihak individu atau kelompok yang dapat merusak hak keadilan bagi rakyatnya. Banyak hal dikatakan adil dan tidak adil; tidak hanya hukum, institusi, dan sistem sosial, bahkan juga tindakan tindakan tertentu, termasuk keputusan, penilaian dan tuduhan. Kita juga menyebut sikap sikap serta kecenderungan orang adil dan tidak adil. Namun kebijakan yang dibahas adalah kebijakan dalam menentukan sebuah produk keadilan sosial. Dasar kebijakan yang menentukan keadilan sosial disini adalah hasil dari kombinasi antara kebijakan publik dan kebijakan sosial yang biasa disebut Public Policy and Social Policy.

Bagi kita, subjek utama keadilan adalah struktur dasar masyarakat, atau lebih tepatnya cara lembaga lembaga sosial utama mendistribusikan hak dan kewajiban fundamental serta menentukan pembagian keuntungan dari kerja sama sosial. Struktur dasar masyarakat hal pokok yang harus difokuskan kepada birokrat setempat, kebijakan dalam menentukan keadilan sosial yang dihadirkan tidak dibenarkan secara tegas jika diintervensikan oleh konstitusi politik, apalagi birokrat secara kasat mata rakyat melakukan tindakan sesuai jalan koridornya namun faktanya bertolak belakang dengan maksud dari birokrat itu sendiri; bisa jadi birokrat yang dalam hal ini melakukan sebuah pembenaran yang semu. 

Begitu beratnya dalam proses menentukan keadilan sosial, perlu digaris bawahi kembali birokrat negara akhir akhir ini tidak serius untuk menilik lebih lanjut terkait kebijakan yang dikeluarkannya dalam menentukan keadilan sosial, perlu dianalisa agar mendapatkan hasil sintesa yang dibutuhkan karena untuk menentukan keadilan sosial itu sifatnya menyeluruh dan bertujuan melahirkan kesejahteraan. Misalnya dalam hal kesejahteraan masyarakat, pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan di bidang kesehatan dalam hal ini Kartu Indonesia Sehat. 

Masyarakat dapat berobat secara gratis di klinik/rumah sakit terdekat namun kebijakan disini hanya fokus terhadap personal dan tidak universal. Misalnya, apabila ada seorang laki laki yang telah berkeluarga (suami) dan memiliki anak satu atau lebih, ia mengalami penyakit yang harus dirawat dirumah sakit dalam waktu beberapa minggu namun si suami ini mendaftar melalui bpjs/Kartu Indonesia Sehat maka kebijakan tersebut hanya sebatas fokus kepada hal administratif finansial saja dan personal bukan universal, kebijakan ini tidak memikirkan bagaimana nasib keluarganya? 

Apakah ada pemasukan nominal rupiah bagi keluarganya atas sebab akibat si suami terbaring dirumah sakit selama beberapa minggu dan karena hanya si suamilah yang menjadi pemasukan keuangan dan menentukan titik keseimbangan keluarganya, dalam hal ini si suami sebagai tulang punggung keluarga. Apakah kebijakan hanya sebatas personal? Seharusnya kebijakan untuk keadilan sosial yang notabene tujuannya melahirkan kesejahteraan paripurna rakyat memikirkan sejauh itu, menjalar kepada sifat ke-universal-annya, tidak semata mata hanya sebatas itu, dan itu adalah sebuah misal dari pelbagai misal yang keliru dan berharap tak patut ditiru

Ini sebagai koreksian urgen birokrat terhadap kebijakan sosial, yang harus dianalisa adalah outputnya, apakah mencapai titik kulminasi kesejahteraan/keadilan ataupun sebaliknya. Rakyat berhak mengkritik terhadap pelbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah/birokrat negara, krikitik disini juga ada dua macam apakah kritik yang konstruktif (membangun) atau kritik yang destruktif (menjatuhkan) kita selaku rakyat berharap mengeluarkan sebuah kritikan yang konstruktif kepada pemerintah untuk menjaga keseimbangan masyarakat Indonesia yang plural, bukan berarti konteks plural disini adalah penghambat persatuan, justru adanya kepluralan itu sebagai potensi kekuatan unik dan kekayaan yang hanya dimiliki oleh Indonesia.