Suhu menjelang Konferensi kian memanas. Ramai, gaduh dan bergemuruh, berebut kuasa menjadi orang nomor satu di HMI Cabang Serang. Hal menarik jika di dalam satu periode kepengurusan bisa terjadi dua kali konferensi dengan jarak waktu yang hampir bersamaan. Yang pertama berlangsung pada 8-11 April 2016, sedangkan yang kedua berlangsung 6-7 Mei 2016.

Riuh gaduh perburuan kuasa kian memanas dan mengalami titik didih. Kegaduhan ini semakin mengemuka ketika semua mengklaim kelompoknya paling benar, paling konstitusional, hingga berujung pada adu kekuatan. Ya, meski cenderung garing, inilah dasar awal matinya budaya intelektual yang kritis-progresif.

Keadaan  ini membuat saya, sebagai kader HMI Komisariat Unsera, merasa malu dan marah terhadap segala apologi dan gombal-gombal politikus amatiran di internal himpunan.

Seolah organisasi Islam hanya menjadi arena pertarungan kelompok yang tidak lagi mementingkan esensi dan substansi organisasi himpunan. Seolah kita dijauhkan dari aktivitas sosial bermasyarakat. Seolah kita dihantarkan pada aktivitas yang kontra-produktif. Tak rasional dan cenderung bersifat doktriner.

Saya berkeyakinan, tanpa bermaksud menghakimi, keadaan ini merupakan hasil dari tidak cakapnya seluruh jajaran pengurus. Mulai dari Ketua Umum hingga jajaran departemen di segala bidang struktural.

Seolah (juga tanpa bermaksud menghakimi) mereka lupa janji-janji suci perjuangan himpunan. Seolah mereka ‘pede’ bahwa himpunan ini miliknya yang bisa dimainkan, dimodifikasi, diatur sesuai dengan kemauan pemiliknya. Ini potret kelam himpunan kita.


Jangan Lupakan Janji Perjuangan Kita

Organisasi mahasiswa Islam adalah cermin sebuah komitmen besar tentang Islam dan keindonesiaan, tentang arti perjuangan idiologi kita. Komitmen bersama untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridai Allah SWT.

Janji-janji mewujudkan masyarakat adil makmur di lingkungan eksternal organisasi niscaya terwujud jika objek-subyeknya saling bersinergi. Namun, kondisi objektif internal himpunan kini seperti rumah tua yang tidak lagi ditempati penghuninnya..

Realitas ini terlihat dari kecenderungan adanya perpecahan yang menghabiskan banyak energi, apalagi ketika menjelang momentum peralihan kekuasaan politik. Wajar saja jika kongres setingkat mahasiswa berlangsung lama, bahkan pernah mencapai satu bulan lebih. Bahkan di rumah kita, HMI Cabang Serang, bisa berlangsung hingga dua kali.

Hasilnya, tradisi intelektual kurang terpelihara dengan baik. Juga minimnya ruang bagi pertarungan ide dan gagasan yang memancing kreatifitas pemikiran kader; kurangnya minat baca dan minimnya kader HMI yang mengikuti forum-forum intelektual di lingkungannya. Rupanya, bertemu Alumni dan lobi-lobi politik lebih menarik ketimbang menghadiri forum-forum diskusi yang dianggap membosankan.

Ini adalah kesadaran bersama. Kini, kita dihadapkan dengan realita berbeda. HMI persis berada di ujung gading. Kesadaran untuk bangkit mewujudkan janji perjuangan kita, janji mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridho Allah SWT tak berbekas.

Jika di kemudian hari akan kembali terjadi konferensi untuk ke (tiga) kalinya dalam satu periode, lebih baik aktivis-aktivis HMI masuk partai saja.