Konflik antara Rusia dan Ukraina mengenai masalah Krimea telah menjadi topik pembicaraan di hampir semua negara di dunia. Karena konflik perjuangan Krimea tidak lagi hanya urusan Rusia dengan Ukraina, tetapi juga telah melibatkan Uni Eropa dan AS.

Ukraina adalah salah satu negara bagian Uni Soviet sebelum akhirnya dibebaskan dan merdeka pada tahun 1991. Menjelang akhir tahun 2013, Ukraina menjadi perhatian dunia, setelah negara itu dihancurkan oleh konflik. 

Klimaks peristiwa tersebut berubah dengan cepat menjadi perang saudara dan menyeret Rusia, Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) untuk campur tangan dengan membawa kepentingan nasional masing-masing. 

Pada awalnya, konflik antara warga ini dipicu oleh kekecewaan rakyat Ukraina terhadap Presiden Yanukovich. Konflik kemudian menjadi semakin panas dan lebih buruk, ketika sang presiden melarikan diri ke Rusia untuk meminta perlindungan dan bantuan dari Pemerintah Vladimir Putin. 

Karena itu, ini secara tidak langsung membuat Rusia terlibat dalam urusan internal Ukraina. Meskipun demikian, Rusia tampaknya memanfaatkan kondisi kacau Ukraina sebagai peluang untuk terlibat dalam urusan internal negara tersebut. 

Rusia kemudian membuat terobosan yang mengejutkan Amerika Serikat dan Uni Eropa dengan menyerbu Krimea dan menguasainya.
 
Perilaku negara dalam upaya mencapai tujuan nasional yang melintasi batas negara dapat dijelaskan dengan menggunakan model aktor rasional. Model ini diluncurkan oleh Graham T. Allison ketika ia mencoba menganalisis mengapa dan bagaimana tindakan AS terhadap Uni Soviet bisa menciptakan pangkalan nuklir di Kuba pada tahun 1961. 

Menurut Allison, model ini sebenarnya merupakan bagian dari paket model analisis yang mencakup juga model politik birokratis dan model organisasi.

Krisis Ukraina yang dimulai oleh masalah domestik kemudian berkembang menjadi masalah regional.  Krisis mulai mencapai klimaks ketika Rusia benar-benar mengajukan permintaan rujukan untuk penduduk Krimea. Warga negara Krimea yang didominasi etnis dan pro-Rusia disambut oleh referendum. 

Tidak seperti Rusia, Uni Eropa bahkan tidak mengakui referendum tersebut. Uni Eropa melihat referendum sebagai tindakan ilegal. 

Uni Eropa tidak bisa berbuat banyak untuk mengatasi Rusia karena negara ini masih memegang peranan penting, yaitu sebagai pengimpor gas alam. Mayoritas negara anggota UE masih bergantung pada pasokan gas dari Rusia. 

Mengingat Jerman adalah negara terbesar yang menerima gas dari Rusia, sulit bagi Uni Eropa untuk melakukan pembalasan yang kuat terhadap negara tersebut.

Adapun jika Ukraina memilih meningkatkan hubungan perdagangan dengan menjadi anggota Uni Eropa, menurut Schepp, negara ini akan menerima lebih banyak produk murah dari negara-negara Uni Eropa. Ukraina akan mendapatkan hak istimewa, termasuk non-tarif. 

Hal itu tentu akan berdampak negatif pada ekonomi Rusia, karena produk murah dari Uni Eropa yang memasuki Ukraina juga akan dengan mudah masuk ke Rusia. Dengan begitu, produk dalam negeri Rusia akan terancam. 

Faktanya, Rusia dan Ukraina memelopori perdagangan bebas. Akibatnya, Ukraina akan sangat membutuhkan produk Uni Eropa yang murah, yang dapat membahayakan produk dalam negeri Rusia.

Jumlah ruang yang kecil untuk Uni Eropa membuat organisasi regional ini meminta bantuan dari AS. Uni Eropa berharap bahwa AS dapat memberikan lebih banyak kekuatan untuk menanggapi tindakan Rusia. 

AS membantu Uni Eropa tidak hanya untuk solidaritas sekutu. Ada alasan rasional lain yang juga mendorong negara federal tersebut hingga bersekongkol dengan Uni Eropa untuk melawan Rusia. 

AS kemudian berusaha mencegah Ukraina membangun hubungan dagang yang lebih dekat dengan Rusia karena dikhawatirkan akan mendorong ketergantungan Ukraina pada Rusia. Jika ketergantungan Ukraina terus diizinkan, AS khawatir Ukraina semakin terperangkap dalam pengaruh politik dan ekonomi Rusia. 

AS juga melihat Ukraina menempati posisi strategis untuk membendung pengaruh Rusia di Eropa. Ukraina memiliki area strategis di Laut Hitam, yang tidak pernah beku di musim dingin. AS khawatir jika Laut Hitam didominasi oleh Rusia, konsekuensinya dapat merusak stabilitas keamanan Eropa. 

Tanggapan AS kemudian adalah segera mengirim pasukannya melalui NATO untuk mencegah intervensi Rusia lebih lanjut di Ukraina.

Di sisi lain, Rusia merasa dirinya tidak bersalah. Rusia merasa bahwa AS terlalu curiga terhadap negara tersebut. Meski begitu, memang tindakan Rusia mengendalikan Krimea adalah untuk memperkuat keamanannya di garis terluar di Eropa terhadap ancaman Barat, terutama AS dan NATO. 

Dengan mengendalikan Krimea yang sangat strategis, Rusia memiliki daya tawar yang lebih besar dalam penyelesaian krisis Ukraina vis-avis AS dan Uni Eropa. 

Alasan ekonomi juga menjadi faktor penting lain yang memotivasi Rusia untuk terlibat dalam krisis Ukraina. 

Keinginan Ukraina untuk menjadi anggota Uni Eropa dipandang oleh Rusia sebagai ancaman yang dapat membahayakan produk dalam negerinya. Karenanya, adalah pantas dan rasional jika Rusia akan selalu berusaha mencegah ancaman itu terjadi.