Tidak ada laporan tentang aksi terorisme yang terjadi di Madura. Sebagai salah satu pulau yang secara teritorial termasuk ke dalam daerah Jawa Timur, Madura terkenal dengan wilayah yang multicultural, mayoritas penduduknya beragama Islam, dan yang pasti dikenal banyak orang adalah budaya dan tradisi uniknya

Seperti beberapa daerah lainnya di Indonesia, Madura telah mengalami beberapa kejadian kekerasan dan konflik, terutama pada masa lalu, namun tidak ada catatan tentang tindakan terorisme di wilayah tersebut.

Meskipun demikian, sebagai wilayah yang mayoritas penduduknya beragama islam, Madura tidak dapat dianggap terbebas dari ancaman terorisme. Oleh karena itu, warga Madura, seperti warga di daerah lainnya, harus tetap waspada dan mematuhi tindakan keamanan yang diberlakukan oleh pemerintah untuk melindungi diri mereka dari ancaman terorisme

Hal ini dapat dilihat dari tragedi konflik yang mengatasnamakan agama, sebut saja Konflik antara umat Islam dan Hindu pada tahun 1996 di daerah Pamekasan, Madura. Konflik ini bermula dari sebuah kecelakaan lalu lintas yang melibatkan seorang pengemudi truk yang merupakan umat Islam dan seorang pengendara sepeda motor yang merupakan umat Hindu. Setelah kecelakaan terjadi, terjadi keributan antara kelompok umat Islam dan Hindu yang akhirnya berujung pada kontak fisik

Ataupun Kerusuhan Sumenep pada tahun 2011 antara kelompok Muslim dan Kristen. Insiden ini dipicu oleh tuduhan penghinaan agama yang dilakukan oleh seorang siswa Kristen terhadap Islam. Kelompok Muslim marah dan menyerang warga Kristen, sehingga puluhan rumah dan gereja Kristen dirusak dan dibakar, serta belasan orang terluka.

Hal yang sama juga terjadi di Sampang pada tahun 2012. Pada saat itu terjadi kerusuhan antara kelompok Muslim dan Ahmadiyah di Sampang, Madura. Saat itu masyarakat Sampang mengecam ajaran Ahmadiyah sebagai paham yang sesat, sehingga masyarakat pada saat itu mengusir para pengikut Ahmadiyah dari wilayah tersebut. Akibatnya, puluhan rumah dan tempat ibadah Ahmadiyah dirusak dan dibakar, serta dua orang tewas dan ratusan lainnya mengungsi

Beberapa Bentuk Kekompakan Masyarakat Madura

Selain terkenal karena sate-nya, madura juga dikenal karena sikap dan kekompakannya dalam hidup bermasyarakat. Salah satu contohnya adalah; Pertama, sikap Gotong Royong, hal ini telah menjadi salah satu tradisi yang erat dipegang oleh masyarakat Madura. Mereka sering kali bekerja sama dalam membersihkan desa, membangun rumah, memperbaiki jalan, atau dalam acara adat lainnya.

Kedua, Menghargai orang Lain, orang Madura memiliki cara tersendiri untuk memberikan penghormatan terhadap orang yang baru mereka kenal, terutama orang yang lebih tua dan yang memiliki jabatan yang lebih tinggi. Mereka juga sangat menghargai tamu, dan akan memberikan sambutan yang hangat kepada siapa pun yang berkunjung ke rumah mereka

Ketiga, Bersemangat dan pantang menyerah, masyarakat Madura dikenal sebagai orang yang bersemangat dan pantang menyerah. Mereka memiliki semangat yang tinggi dalam bekerja, belajar, atau dalam segala hal yang mereka lakukan. Mereka tidak mudah menyerah meskipun menghadapi masalah atau rintangan yang sulit

Keempat, Kepedulian Sosial, masyarakat Madura sangat peduli dengan keadaan sosial di sekitar mereka. Mereka sering membantu orang yang membutuhkan dan terlibat dalam kegiatan sosial seperti membantu korban bencana alam, memberikan bantuan kepada orang yang sakit, atau membantu anak-anak yatim.

Kelima, Keharmonisan, masyarakat Madura dikenal sebagai masyarakat yang harmonis dan penuh toleransi. Mereka memiliki tradisi yang mengajarkan tentang keharmonisan antar umat beragama dan suku. Mereka selalu menjaga kerukunan dan saling menghormati satu sama lain.

Kekuatan Komunal

Dari beberapa kasus kekerasan dan konflik yang mengatasnamakan agama sebagaimana disebutkan di atas, kiranya dapat kita ketahui bahwa potensi masuknya paham radikal itu tetap ada. Akan tetapi ada beberapa hal yang menghambat hal tersebut, oleh karenanya sampai saat ini tidak ada aksi terorisme yang terjadi di Madura, khususnya di kabupaten Pamekasan

Pertama, karena masyarakat cenderung eksklusif dan bersikap “bodo amat”. Mereka akan sangat berhati-hati jika sudah dihadapkan pada persoalan agama. Hal ini banyak dipengaruhi oleh kedudukan dan pengaruh “Kiai” yang bagi masyarakat Madura dianggap sebagai guru, dan segala hal yang diucapnya adalah suatu kebenaran. Meski terdengar ekstrem, hal ini benar adanya

Ketika dihadapkan pada suatu persoalan yang bersinggungan dengan agama, mereka cenderung bersikap acuh tak-acuh, hal ini juga banyak dipengaruhi oleh faktor Pendidikan yang jika dibandingkan dengan pulau Jawa, Madura masih tertinggal jauh. Disadari atau tidak, hal tersebut mampu menyaring terhadap paham yang mereka yakini kebenarannya

dan yang Kedua, karena kekuatan solidaritasnya. Bahkan mereka tidak hanya bersolidaritas dalam hal-hal yang positif, dalam hal-hal yang negatif-pun mereka juga sangat kompak

meski terdengar sangat “kolot” dan sangat terbelakang, secara tidak langsung dua hal tersebut memiliki pengaruh besar dan menjadi counter untuk melawan masuknya paham radikal di madura, khususnya di kabupaten pamekasan.