Seratus hari masa kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti dan Rohidin Mersyah atau sering disapa hangat para fans-nya dengan sebutan Duo RM sedang memasuki paruh kedua. Adapun yang menjadi sorotan publik yang paling fenomenal adalah di bidang pembangunan manusia khususnya sektor kesehatan, karena produktivitas masyarakat sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarga dibutuhkan kondisi fisik dan sosial yang baik dan normal.

Dalam bidang kesehatan harus dipahami bersama bahwa janji untuk menyehatkan masyarakat, bukan sekadar menyediakan fasilitas penyembuhan bagi orang sakit. Membangun upaya pengendalian penyakit, bukan semata-mata mengobati orang sakit. Sekaligus menggeser komitmen, membangun tidak berlandaskan paradigma sakit tetapi mengacu pada paradigma sehat.

Problematika kesehatan dewasa ini secara umum masih diwarnai seputar belum optimalnya fasilitas layanan kesehatan terutama bagi masyarakat miskin. Tidak bisa dipungkiri beberapa waktu yang lalu, Provinsi Bengkulu menjadi trending topik di media nasional terkait warga masyarakat Bengkulu yang berada di Kabupaten Kaur dengan membawa pulang jasad bayinya yang meninggal dimasukkan ke dalam tas akibat tak mampu membayar sewa ambulance dari RSUD M Yunus di Kota Bengkulu.

Dengan demikian, publik memotret sisi buram betapa sulitnya masyarakat miskin memperoleh layanan kesehatan untuk pengobatan dan penyembuhan penyakit yang diderita, bahkan betapa sulitnya mendapatkan pelayanan transportasi ambulan bagi masyarakat miskin hanya karena tidak mampu membayar biaya rumah sakit atau sewa transportasi layanan rumah sakit.

Ketika kebijakan tentang pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin digulirkan oleh pemerintah pusat melalui Program Jamkesmas yang kini dikenal dengan kartu BPJS dan KIS, yang selanjutnya banyak didukung oleh Pemerintah Kabupaten/Kota maupun Pemerintah Provinsi dengan menyediakan anggaran bagi masyarakat yang tidak terdaftar dalam kuota Jamkesmas.

Bahkan program kampanye para calon eksekutif dan legislatif untuk dalam mendapatkan simpati masyarakat dengan menggulirkan progran layanan kesehatan gratis, maka sejatinya ada niat mulia dari pemerintah dan pemangku kepentingan untuk menyejahterakan rakyatnya.

Namun, pelaksanaannya sering terjadi ketidaksesuaian apa yang diharapkan oleh masyarakat, hal ini bisa saja terjadi karena berbenturan dengan kebijakan dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang sama-sama memiliki kepentingan secara politis, sehingga masyarakat miskin yang menjadi korban dengan dalih peraturan yang dibuat tidak sesuai dengan pihak pusat maupun pihak penyedia layanan kesehatan.

Akhirnya, yang terjadi adalah saling menyalahkan siapa yang salah dan siapa yang benar. Oleh karena itu, perlu adanya kontrol sosial terhadap pelaksanaan program Jaminan kesehatan masyarakat baik dalam bentuk BPJS, KIS maupun kebijakan daerah dalam sektor kesehatan. Termasuk juga media massa dalam memberikan kontrol sosial terhadap pelaksanaan program Jamkesmas ini.

Peliputan media massa secara universal sangat diharapkan. Jadi tidak hanya meliput perilaku pemberi pelayanan, tetapi juga perilaku pengguna pelayanan. Lebih dari itu, karena pepatah mengatakan, “Lebih baik mencegah daripada mengobati.” Maka menjadi tugas para pemangku kepentingan untuk mendorong masyarakat miskin agar bisa menjalani hidupnya dalam kondisi tetap sehat. Memfasilitasi mereka untuk menjaga kesehatannya agar tidak jatuh sakit.

Hal ini tidak hanya tugas dari dinas kesehatan saja, akan tetapi gerakan kolaboratif dari semua unsur stakeholder untuk membangun masyarakat dan infrastruktur harus dilihat dari unsur paradigma sehat, baik itu tata kelola sanitasi lingkungan, pembanguan infrastruktur yang memihak kepada masyarakat, pendidikan dan perilaku hidup bersih dan sehat di tengah-tengah masyarakat serta kebijakan layanan kesehatan yang berpihak kepada masyarakat miskin.