Ini bukan hanya sekadar pendeknya jarak pandang dan sesaknya nafas penduduk Kota Palembang karena kabut asap. Kisah kebakaran hutan di Sumatera Selatan tahun 2015, adalah kisah perjuangan petugas pemadam kebakaran, yang tidak terlihat oleh masyarakat perkotaan.

Ada lebih dari 3.000 titik api penyebab kebakaran, yang harus dipadamkan yang tersebar pada 58.000 hektar lebih hutan di Sumatera Selatan. Cuaca yang ekstrem, dan kebiasaan masyarakat sekitar perkebunan menjadi faktor utama pemicu kebakaran.

Tahun 2015 adalah tahun terberat bagi Pak Egon dan rekan-rekan, di tim pemadam kebakaran hutan Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas wilayah Sumatera Selatan. Suhu rata-rata wilayah Kota Palembang dan sekitarnya maksimal 30-31 derajat celcius. Berdasarkan pencitraan satelit, Bulan Juli hingga September 2015 suhu berkemungkinan mencapai 35 derajat celcius.

Area kerja Pak Egon di Ogan Komering Ilir adalah kabupaten yang akan merasakan dampak itu lebih awal dibanding area lain di Sumatera Selatan. Persiapan awal jelas telah dilakukan. Mendeteksi sumber panas, dengan peralatan seadanya terasa hampir sia-sia, untuk melawan kebiasaan buruk masyarakat sekitar, yang terbiasa membakar lahan.

“Kami butuh hidup, dan dengan cara ini kami bertahan”

Selalu saja hal itu jadi alasan mereka untuk melakukan pembakaran. Mungkin, api tidak lagi terlihat membakar permukaan lahan, yang katanya sudah mereka padamkan. Tapi gambut di bawah lapisan tanah memiliki unsur karbon, yang dapat menyimpan panas dan sumber-sumber api yang gampang menyebar.

Hari yang sudah diprediksi itu datang, titik-titik api yang tersimpan mulai membakar permukaan lahan. Pak Egon dan tim kewalahan, karena sumber api yang tersimpan muncul pada waktu yang bersamaan. Titik-titik api yang tersebar di banyak lokasi, lebih banyak dari jumlah personil mereka. Mereka yang terbiasa mengenali kepala api sebagai musuh utama yang harus dihajar, menjadi kebingungan.

Cuaca seolah-olah memfasilitasi api untuk berkembang dan membelah diri, menghajar pohon-pohon akasia yang sudah dibuat kering sebelumnya. Peralatan yang tersedia tidak mampu untuk menyelesaikan masalah ini. Pak Egon menyerah tapi tidak akan diam dan pasrah, yang mampu mereka lakukan hanya memblokade agar api tidak menjalar kamana-mana lagi.

Kebakaran ini bukan lagi hanya masalah milik perusahaan. Asapnya telah mengepung sebagian Sumatera, ini bencana nasional. Upaya pemadaman dilakukan secara besar-besaran. Pemerintah membentuk tim gabungan. TNI dan POLRI diikutsertakan.

Pak Egon seperti kembali mendapat tambahan amunisi, semangatnya yang tidak pernah padam kembali terbakar, diapun membakar semangat timnya agar lebih besar, jauh melebihi api yang coba mereka padamkan.

Pantang pulang sebelum padam. Semangat itu yang terus tertanam, berhari-hari, yang mereka tau hanya bagaimana api ini segera mati. Entah sudah berapa hari tidak mendengar kabar anak istri. Api di depan raga dan jiwa menggenggam rindu pada keluarga. Mereka percaya, ada doa yang akan melindungi mereka.

Suhu terasa semakin tinggi satu tim terkurung api. Jika mereka bertahan, panas mampu meledakkan tangki bahan bakar mobil mereka. Merenobosnya mungkin sama, mobil akan meledak juga. Pilihannya hanya, keluar dengan segala resiko atau diam dan mati. Mereka mengambil keputusan. Mobil melaju kencang, menerobos api dengan penuh keyakinan.

Setelah semua upaya dilakukan, akhirnya api bisa dipadamkan, asap sudah tidak terlihat lagi. Empat puluh lima hari yang sangat berat sekali, untuk Pak Egon dan tim. Mereka bisa pulang, melepas rindu setelah empat bulan bertahan di area perkebunan yang terbakar. Menyisakan traumatis yang sangat mendalam. Lebih dalam dari luka bakar yang mereka rasakan.

Tidak akan ada anggota tim yang mau melihat api-api sebesar itu lagi, bahkan di dalam mimpi. Kebakaran besar di tahun 2015 menyisakan kisah pahit bukan hanya untuk Pak Egon dan tim, tapi juga untuk perusahaan tempat Pak Egon bekerja. Inovasi dimulai, diawali dengan penambahan jumlah pemberani yang terus bersiap diri untuk menghadapi api nanti.

Perusahaan menambahkan beberapa fasilitas berupa tekhnologi canggih. Laki-laki berusia muda, dengan semua pengalaman dan kemelekan teknologinya, memimpin tim itu. Mares Prabadi. Dia membagikan pengetahuannya tentang teknologi, dengan harapan perang melawan api tidak akan seberat dulu lagi.

Teknologi pembaca panas, yang mampu mendeteksi dini kemungkinan terjadinya titik api, tidak perlu berjam-jam seperti dulu lagi. Kamera pembaca asap jarak jauh, yang disebar dibanyak lokasi. Citra satelit pembaca cuaca, membuat mereka dapat melakukan persiapan awal yang jauh lebih matang dari sebelumnya.

Tahun 2018, El Nino kembali membayangi. Berharap cuaca ekstrem seperti tiga tahun lalu tidak terjadi lagi. Mimpi buruk itu mungkin akan kembali. Mares Prabadi menyemangati, kali ini kita dibantu teknologi. Kita tidak akan berperang, karena kita tidak akan membiarkan api untuk datang.

Keep Zero”..... teriaknya,“

Zero Fire” jawab Pak Egon dan tim dengan lantangnya.

Senyum lebar kini milik mereka, karena peperangan itu mungkin ada, tapi mereka telah jauh lebih kuat dari sebelumnya. Mereka terus memantaskan diri, berinovasi menjadi kesatria api.