Indonesia sebagai Negara majemuk merupakan entitas yang banyak terdiri dari suku, ras, agama yang hidup saling berdampingan satu sama lainnya. Hal ini menjadi nilai kekayaan yang tak terhitung dan merupakan anugerah tersendiri. Hidup di Indonesia adalah menjalani hidup yang penuh kebersamaan tak ayal menjadikan tantangan dan sensasi tersendiri bagi bangsa kita. 

Kesadaran akan perbedaan yang ada semata - mata adalah cara pandang yang harus kemudian kita pakai bahwa dengan multikulturalisme yang kita miliki, kesatuan dan persatuan kita sebagai bangsa Indonesia adalah harga mati yang perlu terus dijunjung tinggi.

Berangkat dari kesadaran semacam ini, multikultarisme yang kita miliki jangan kemudian justru menjadi alasan kita saling membedakan satu dengan lainnya, merasa paling unggul satu dengan lainnya dan malah memicu perpecahan di tengah bangsa kita. 

Dalam menjalani kehidupan kita, kesatuan dan persatuan sebagai harga mati adalah kristalisasi daripada falsafah populer kita “Bhineka Tunggal Ika”, bahwa walaupun sebagaimana kita berbeda - beda, sejatinya kita tetaplah satu, tetaplah utuh, sebagai Bangsa dan Negara Indonesia.

Kehidupan yang kita jalani di Indonesia, dengan kenyataan dan kondisi dimana Indonesia adalah negara yang penuh dengan kemajemukan sudah seyogyanya menjadikan insan pribadi bangsa kita menjadi kental akan kesadaran toleransi, penghormatan terhadap berbagai ekspresi dan sungkan terhadap segala potensi yang justru mengkotak - kotakan bangsa kita. 

Kita juga perlu melihat secara sejarah, bahwa masa kelam keterjajahan bangsa kita dahulu yang bahkan lebih dari 350 tahun salah satunnya adalah terjadi karena kenyataan belum adanya spirit persatuan dan kesatuan. Latar belakang hadirnya negara kesatuan kita ini juga adalah karena adanya kesadaran atas persatuan itu sendiri yang secara akomodatif dilakukan dalam perumusan pendirian Negara Indonesia.

Namun dalam kenyataannya, kehidupan kita dalam bernegara seolah belum sepenuhnya mampu terlihat seperti yang ideal di atas. Dalam kehidupan kita, masih banyak perilaku atau cara - cara bernegara kita justru rawan mengundang perpecahan bangsa kita. Variabel penunjangnya tentu banyak, dimulai dari kepentingan golongan, politik, bahkan sampai agama menjadi corak yang selalu menyertainya. 

Kebebasan yang Negara kita jamin dengan legitimasi aturan perundang - undangan dalam hal berserikat, menganut kepercayaan atau berekspresi yang pada mulanya dibuat demi mengakomodasi hak - hak dasar warga dan masyarakat Indonesia justru disalah pahami sebagai sarana yang tanpa batasan membabi buta yang hanya membenarkan diri sendiri.

Lebih lanjut, berbicara soal kehidupan beragama misalnya di Indonesia akhir - akhir ini mendapatkan sorotan dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri. 

Semua dikarenakan banyaknya pergesekan sosial yang terjadi dan berlatar belakang permasalahan yang sama terus - menerus dan berlangsung di tengah - tengah masyarakat. Mulai dari kasus penistaan agama, perusakan rumah ibadah, ujaran kebencian, saling mendeskreditkan antara satu umat dengan umat yang lain, terorisme, serta bom bunuh diri.

Fenomena-fenomena tersebut akhirnya semakin memberikan sentimen keagamaan di Indonesia. Tajamnya sentimen keagamaan menjadikan bangsa terkotak - kotak berdasarkan agama dan kepercayaan. Kehidupan masyarakat yang hadir seolah menjadikan rasa kekeluargaan, persatuan, dan kerukunan bangsa menjadi renggang. 

Padahal, dengan beragamnya paham agama yang hadir di Indonesia, masyarakat harusnya mampu menjadikan kita menjalani kehidupan dengan lebih religius, kehidupan yang saling menghormati satu sama lainnya menjadi laku hidup yang menempel pada karakter masyarakat religius kita.

Padahal sebagai Negara Hukum, Indonesia rasa – rasanya tidak pernah kekurangan norma maupun aturan perundang - undangan yang mengatur bagaimana kehidupan berbangsa dan bernegara kita agar bisa saling berdampingan satu sama lain dengan toleran dan penuh hormat. 

Berbagai aturan yang ada pun sering kali sudah menjalani sosialisasinya atau pelatihannya melalui berbagai platrom pendidikan, namun sekali lagi, efektivitas implementasi hukum yang ada dan realitas kehidupan kita yang mendambakan masyarakat madani malah justru jauh dari kata tercapai.

Hal lain yang menyebabkan ini, adalah adanya kegagalan dalam mendialogkan pemahaman hukum dengan realitas sosial di Indonesia yang multikultural, plural, dan beragam. Misalnya dalam keberagamaan, kegagalan mendialogkan pemahaman ini akhrinya dialami oleh kelompok yang tidak mau mentolelir dan sulit berkompromi dengan pemahaman agama lain yang berbeda.

Kekakuan menyakini paham agama sendiri yang paling benar dan perlu dianut membawa kejumudan ekspresi beragama kita. Semakin lama, jika hal ini terus berlangsung dan tidak dihentikan, kekhawatiran perpecahan antar bangsa kita menjadi hal yang sangat merugikan kehidupan bangsa kita.

 Hal semacam ini akhirnya mengharuskan Negara memiliki cara berpikir dan bernarasi sendiri agar tidak terjebak dalam sekat ruang-ruang sosial. Lebih lanjut, cara berpikir ini mampu kita lihat dengan keilmuan atau ilmu sosiologi hukum. Sosiologi Hukum yang secara sederhana merupakan ilmu yang mempelajari dan mengkaji keterkaitan antara aspek-aspek sosial dan aspek-aspek hukum, antara dinamika kehidupan sosial dan keberadaan hukum. 

Artinya melalui ilmu sosiologi hukum ini juga, kita bisa melihat bagaimana corak keberagaman yang bangsa kita miliki dapat memberikan implikasi masyarakat kita dalam melihat Hukum sebagai suatu norma dan aturan itu sendiri. 

Dengan mempelajari dan mengkaji banyak kaitan hukum dan fenomena sosial serta realitasnya di masyarakat pada akhirnya kita mampu melihat lebih jauh bagaimana sejatinya efektivitas fungsi hukum yang dapat kita rasakan pada kehidupan sosial. 

Hukum sebagai suatu konsep tidak hanya berhenti pada tataran angan-angan dan romantisme normatifitas yang tercatat atau terkodifikasi, namun mampu dilihat peran dan fungsinya di masyarakat, implemenentasi Hukum sebagai alat yang memberikan pengaruh pada kehidupan masyarakat


Ihdinas shirotol mustaqim, wassalam

Oleh Muhamad Ikhwan Abdul A. ManajerProgram Al Wasath Institute