Hubungan diplomatik Indonesia dengan Cina sudah berjalan lebih dari 60 tahun. Hubungan tersebut banyak yang mengatakan bahwa hasil dari kebijakan luar negeri Indonesia yang bersifat bebas aktif dalam merespon kompleksitas politik internasional pada saat perang dingin.
Hubungan diplomatik tersebut terus berjalan dengan baik sampai saat ini di masa pemerintahan Joko Widodo.
Di awal kepemimpinan pada akhir 2014, Joko Widodo secara terbuka bertujuan untuk mempererat kedekatan dengan berbagai negara.
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya agenda pertemuan bilateral dan kunjungan kenegaraan yang dilakukan oleh Joko Widodo.
Salah satu negara yang menjadi perhatian adalah kedekatan yang terjalin antara Indonesia dengan Cina di masa pemerintahan Xi Jinping.
Perhatian tersebut tertuju melalui agenda APEC yang dihadiri Joko Widodo di Beijing. Joko Widodo pada saat itu mendapat kesempatan untuk mempromosikan Indonesia secara luas.
Kemudian, Xi Jinping bergantian datang ke Indonesia tepat satu bulan setelahnya. Kedatangan Xi Jinping yaitu untuk mengikuti agenda Konferensi Asia Afrika (KAA) yang diselenggarakan di Indonesia.
Setelah itu, hubungan Indonesia dengan Cina yang dekat membawa kedua negara pada hubungan kerjasama bilateral salah satunya yaitu proyek pembangunan kereta cepat atau biasa dikenal High-Speed Rail Project.
Hubungan antara Cina dengan Indonesia dalam High-Speed Rail Project berjalan dengan sangai baik. Hal tersebut bermula di awal pemerintahan Joko Widodo yang banyak menjalin hubungan persahabatan dengan berbagai negara. Salah satu negara yang terlihat kedekatannya adalah Cina.
Joko Widodo di masa pemerintahannya memprioritaskan pembangunan infrastruktur sebagai senjata utama meningkatkan perekonomian Indonesia.
Pembangunan infrastruktur di Indonesia masih sangat minim, hal tersebut berdampak kepada kualitas yang buruk dan tidak dapat bersaingnya Indonesia di pasar Internasional.
Perbaikan yang dilakukan oleh Joko Widodo salah satunya adalah dengan Kerjasama kereta cepat.
Menurut IMF, langkah Indonesia untuk mempererat kerjasama dengan Cina melalui proyek kereta cepat ini merupakan langkah yang cerdas.
Hal tersebut dikarenakan Cina telah menjadi salah satu perekonomiam besar dunia yang mampu melewati Amerika Serikat sebagai hegemoni dunia.
Pembangunan infrastruktur yang cepat dan merata tersebut juga harus diambil mengingat posisi Indonesia yang masih rendah dalam kualitas infrastruktur.
Menurut World Economic Forum, Indonesia menempati urutan ke 92 dari total 144 negara. Dengan poin 3,7 Indonesia masih sangat jauh negara lainnya seperti Singapura di peringkat 2, Korea Selatan di peringkat 22, Cina di peringkat 69 dan India di peringkat 87.
Kerjasama kereta cepat ini awalnya ingin dilakukan dari Jakarta sampai Surabaya, namun mengingat anggaran yang dikeluarkan tidak sedikit, kemudian dibagi menjadi beberapa tahap dan tahap pertama adalah Kereta cepat Jakarta-Bandung.
Pemerintah Indonesia sepakat tidak mengalokasikan APBN untuk kerjasama ini namun menggunakan Business to Business Approachment.
Awal hubungan Cina dengan Indonesia terkait Kereta cepat ini adalah adanya tawaran yang menarik dari Cina untuk membantu dan bekerjasama membangun kereta cepat Jakarta-Bandung.
Meskipun Indonesia telah melakukan pembicaraan mengenai Kereta cepat bersama Jepang, namun belum ada kesepakatan di kedua negara.
Untuk menjalankan proyek ini, pemerintah Indonesia mengeluarkan strategi untuk open investor dengan berbagai negara yang ingin berinvestasi.
Negara pertama yang melakukan tawarannya ialah Cina. Cina menawarkan banyak keuntungan dibandingkan dengan Jepang.
Terlebih, Cina menyepakati juga skema business to business tersebut dan tidak perlu adanya garansi atas nama pemerintahan, hal tersebutlah yang tidak bisa dilakukan oleh Jepang dalam membangun kerjasama. Akhirnya kereta cepat Jakarta-Bandung ini resmi bekerjasama dengan Cina.
Pertimbangan lain dari pemerintah Indonesia untuk mau bekerjasama dengan Cina adalah dikarenakan sistem yang ditawarkan Cina lebih fleksibel, pinjaman yang diberikan juga lebih murah dan estimasi pengerjaan proyek yang lebih cepat.
Poin tersebut sudah memenuhi seluruh permintaan Indonesia dalam mencari investor untuk proyek ini. Namun, tawaran tersebut tidak gratis, Cina mensyaratkan adanya pembangunan perusahaan joint venture antara Cina dengan Indonesia.
Perusahaan tersebut nantinya akan memfasilitasi seluruh perlengkapan terkait kereta cepat dengan pembagian keuntungan yaitu 60% Indonesia dan 40% untuk Cina.
Melihat pembagian keuntungan yang tidak merugikan dan adanya kemungkinan terjadi transfer knowledge dari Cina ke Indonesia tentu tidak menjadi pertimbangan yang sulit untuk Indonesia.
Kerjasama tersebut dapat menjadi lapangan pekerjaan baru dan menjadi tempat untuk transfer teknologi Cina ke Indonesia. Nama perusahaan tersebut yaitu KCIC yang merupakan singkatan dari Kereta Cepat Indonesia-Cina.
Tujuan dari pembangunan kereta cepat ini adalah untuk mempersingkat waktu perjalanan yang perlu ditempuh dari Jakarta sampai Bandung dimana merupakan dua kota yang sangat dinamis pertumbuhannya.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga berharap dengan adanya kereta cepat ini dapat menumbuhkan rasa kepercayaan dari dunia internasional dan ada optimisme semakin meningkatnya iklim berinvestasi di Indonesia melalui pengembangan proyek strategis dan kerjasama dengan berbagai negara.