Sejak meletusnya konflik antara Rusia dan Ukraina pada tanggal 24 Februari 2022, konflik ini telah menimbulkan isu-isu baru di dunia internasional. Isu kemanusiaan menjadi isu yang banyak mendapat perhatian oleh warga dunia. 

Rusia telah melakukan invasi terhadap Ukraina untuk mempertahankan keamanan negaranya dari ancaman yang sekiranya disebabkan oleh Ukraina.

Sebelumnya, diantara Rusia dan Ukraina, memang terjadi sebuah ketegangan yang disebabkan karena rencana dari Ukraina untuk bergabung dengan NATO yang merupakan aliansi pertahanan militer Amerika Serikat. 

Dengan invasi yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina, banyak tuduhan atas pelanggaran hak asasi manusia yang telah dilakukan oleh pihak Rusia.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Rusia dan Amerika Serikat memiliki hubungan yang kurang baik. Hubungan buruk ini telah terjalin bahkan sebelum negara Rusia itu sendiri berdiri. 

Mengingat bahwa negara Rusia adalah negara pewaris kebesaran dari Uni Soviet setelah Uni Soviet resmi bubar. Dimana Amerika Serikat dan Uni Soviet pernah melewati masa Perang Dingin yang terjadi dalam jangka waktu yang lama.

Dalam invasi tersebut, Rusia dituduh telah melakukan penyerangan terhadap para warga sipil Ukraina. Pengeboman di wilayah berpenduduk, perusakan terhadap sarana prasarana seperti rumah sakit dan sekolah di Ukraina, serta penggunaan kekerasan dan pembunuhan terhadap warga Ukraina telah melanggar ketentuan HAM dan hukum internasional.

Tindakan-tindakan yang dituduhkan terhadap Rusia termasuk ke dalam pelanggaran HAM tingkat berat. Pelanggaran HAM tingkat berat ini meliputi kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi.

Pelanggaran HAM berat tentunya dengan mudah menarik perhatian masyarakat dunia. Termasuk organisasi maupun lembaga internasional yang bergelut di bidang perlindungan HAM. Hal itu membuat Dewan HAM PBB mengangkat resolusi untuk mengeluarkan Rusia dari keanggotaan Dewan HAM PBB.

Resolusi tersebut muncul setelah muncul laporan bahwa ada pembantaian massal terhadap warga sipil Ukraina di wilayah Kota Bucha. Terdapat beberapa foto dan video yang menunjukkan banyaknya tubuh korban dari pembantaian ini. Pihak Ukraina sendiri mengatakan bahwa telah ditemukan lebih dari 300 mayat warga sipil yang 30 diantaranya dicurigai tewas karena dieksekusi.

Video dan foto yang tersebar memancing perhatian dan simpati masyarakat dunia serta PBB terhadap Ukraina. Apabila pembantaian tersebut memang benar terjadi, maka Rusia tentu saja telah melanggar HAM yang ada. Keanggotaannya sebagai bagian dari Dewan HAM PBB menjadi isu selanjutnya yang muncul setelah Perang antara Rusia dan Ukraina terjadi.

Menjadi pertanyaan besar bagi publik tentang bagaimana bisa Rusia sebagai salah satu anggota dari Dewan HAM PBB malah melakukan tindakan yang jelas melanggar HAM kepada warga sipil Ukraina?

Rusia sebagai anggota dari Dewan HAM PBB telah melanggar hukum-hukum yang mengatur mengenai HAM di dunia. Rusia juga telah melanggar Hukum HAM di negaranya sendiri di mana Dewan HAM PBB sendiri memiliki kewenangan untuk membantu Rusia sebagai negara anggotanya untuk membuat hukum yang mengatur mengenai HAM.

Pertemuan untuk pengambilan suara atas resolusi ini dilakukan pada tanggal 7 April 2022, kurang lebih setelah 2 bulan sejak Rusia pertama kali menginvasi Ukraina. Majelis Umum PBB mengelar voting ini untuk memutuskan apakah akan menangguhkan keanggotaan Rusia sebagai anggota Dewan HAM PBB atau tidak.

Voting ini diikuti oleh 193 negara anggota dengan hasil akhir adalah keputusan bahwa keanggotaan Rusia dalam Dewan HAM PBB akan ditangguhkan. Sebanyak 93 anggota memilih setuju, 24 negara menentang, dan 58 negara lainnya memilih untuk abstain.

Indonesia memilih untuk abstain dalam pengambilan suara ini. Sebagai negara yang memiliki politik luar negeri bebas aktif, setiap keputusan luar negeri yang Indonesia ambil harus berdasarkan dengan kepentingan Indonesia itu sendiri.

Dalam hal ini, Indonesia tidak dapat mengambil keputusan untuk setuju maupun menolak resolusi penangguhan keanggotaan Rusia dalam Dewan HAM PBB. Indonesia masih harus menjaga hubungan baik dan kerja samanya dengan negara-negara yang terlibat. Mengingat bahwa permasalahan Rusia dan Ukraina juga menyangkut negara-negara lain yang terlibat sebagai sekutu.

Indonesia memiIih untuk bersikap netral sesuai dengan politik luar negeri bebas aktif. Menurut Juru Bicara Kementrian Luar Negeri Indonesia, Teuku Faizasyah, keputusan abstainnya Indonesia ini diambil karena belum adanya investigasi yang dilakukan untuk mengetahui kebenaran atas tuduhan bahwa Rusia telah melakukan pembantaian terhadap warga sipil Ukraina di Kota Bucha. 

Indonesia tidak bisa dengan gegabah memutuskan setuju dengan resolusi menangguhkan keanggotaan Rusia sebelum tuduhan tersebut terbukti benar dan Rusia dinyatakan bersalah.

Arrmanatha Nasir, selaku Wakil Tetap RI untuk PBB mengatakan bahwa PBB harus bersikap hati-hati dalam menentukan langkahnya untuk menangguhkan keanggotaan suatu negara. Majelis Umum PBB tidak boleh gegabah karena hal itu dapat menurunkan kredibilitas dan membuat preseden negatif dari badan ini.

Namun, bukan berarti bahwa Indonesia tidak menaruh perhatian besar terhadap kasus pelanggaran HAM yang terjadi. Indonesia tetap menjunjung dan menghargai adanya HAM. 

Nasir mengatakan bahwa untuk saat ini, prioritas dari Indonesia adalah melindungi warga sipil dari Ukraina. Indonesia juga mengatakan bahwa perang yang terjadi saat ini harus segera dihentikan. Kita tidak boleh menyia-nyiakan semua upaya untuk dapat mencapai suatu kedamaian dengan melalui dialog dan juga diplomasi. 

Menurut Nasir, melalui adanya dialog dan juga diplomasi, perang antara Rusia dan Ukraina dapat berakhir. Seiring juga dengan berakhirnya penderitaan rakyat kedua negara.

Alasan lain yang sekiranya menjadi penyebab mengapa Indonesia mengambil keputusan untuk abstain dalam voting ini adalah karena Indonesia memikirkan tentang rencana acara KTT G20 yang diselenggarakan di Bali pada bulan November 2022. 

Indonesia harus dengan hati-hati menjaga segala bentuk tindakan politiknya agar tetap berada pada posisi netral yang akan mendukung keberlangsungan dan juga keberhasilan dari KTT G20 tersebut.

Pada akhirnya, hasil dari voting yang dilakukan oleh Majelis Umum PBB ini memutuskan bahwa keanggotaan dari Rusia akan ditangguhkan. Posisi Indonesia yang abstain membuat keputusan yang diambil Indonesia ini tidak berpengaruh pada hasil voting tersebut. 

Sehingga dapat dikatakan bahwa Indonesia benar-benar menjalankan politik luar negeri bebas aktifnya dengan mengambil keputusan yang sejalan dengan kepentingan dari Indonesia saja.