Mari menuju selatan Nusantara sejenak dan singgah di salah satu pulau di Nusa Tenggara Timur. Pulau yang terdiri dari dua negara, yaitu negara merdeka Timor Leste dan kawasan Timor Barat, yang merupakan bagian dari Indonesia.
Timor Barat adalah wilayah yang mencakup bagian barat Pulau Timor. Secara administratif, Timor Barat merupakan bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Salah satu suku yang berdiam di wilayah Timor Barat adalah suku Atoni Meto. Suku ini tersebar hampir di seluruh daratan Pulau Timor yang terletak di bagian selatan Provinsi NTT.
Atoni Meto terdiri dari dua kata, yakni Atoni berarti orang atau manusia, dan Meto yang secara harfiah berarti tanah kering. Pada umumnya orang biasa menyebutkan Atoni Pah Meto yang berarti “orang-orang dari tanah kering” (H.G Schurtle Nordolt, 1966, hal.18).
Sebetulnya, suku bangsa dan kelompok etnis yang mendiami Timor Barat ini sampai dengan sekarang masih terdapat interpretasi yang berbeda-beda. Orang Belu menyebutnya dengan orang Dawan. Sementara para pedagang asing dari luar Timor menyebutnya Atoni.
Ormeling mempergunakan sebutan The Timorese Proper (orang-orang Timor khusus). Sementara Middelkoop mempergunakan ungkapan: people of the Dry Land (Atoni Pah Meto) yang artinya: penduduk, manusia atau orang dari tanah kering. (Ormeling, 1967).
Pada prinsipnya ungkapan yang dipergunakan Middelkoop lebih tepat, aktual, dan relevan. Atoni Pah Meto (People of the Dry Land) artinya: penduduk, manusia, atau orang dari tanah kering (Peter Middelkoop, 1982, hal.143).
Pengalaman mistik dan agama
Setiap agama berawal dari pengalaman mistik manusia. Pengalaman mistik adalah pengalaman kesatuan dengan sesuatu yang lebih tinggi dari manusia, entah itu alam, roh, Tuhan, Allah dan sebagainya.
Pengalaman mistik itu lalu sosialisasikan kepada orang lain, lalu berkembang menjadi agama. Agama lalu menjadi bagian dari cara hidup masyarakat tertentu.
Pengalaman mistik adalah inti dari semua agama. Agama tanpa pengalaman mistik hanya seperti organisasi biasa. Di dalam pengalaman mistik, orang melihat dirinya sebagai bagian dari kesatuan dengan segalanya. Pengalaman ini lalu coba disampaikan seturut dengan cara-cara kultural yang dimiliki.
Pengalaman mistik itu pun terlihat dari cara pandang Suku Atoni Meto terhadap kosmos (jagat raya, alam semesta). Bagi orang Atoni Meto, jagad raya atau alam semesta ini merupakan suatu kesatuan yang utuh serta mempunyai tata tertib yang teratur, tetap dan berjalan menurut hukum-hukumnya. Manusia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari jagad raya.
Untuk itu, manusia selalu berupaya menyelaraskan tingkah lakunya dengan kehendak alam. Manusia harus menjaga keseimbangan hubungan dengan kekuatan-kekuatan gaib baik di langit yang tertinggi maupun di bawah bumi yang terdalam yang membentuk satu kesatuan yang utuh. Masyarakat Atoni Meto lalu menciptakan sebuah konsep tentang nama penguasa kekuatan langit yang tertinggi dan bumi yang terdalam dengan sebutan Uis Neno (Raja langit).
Pengaruh leluhur atau nenek moyang
Masyarakat Suku Atoni percaya bahwa roh nenek moyang mempunyai pengaruh besar terhadap anak cucu dan keturunan yang masih hidup. Mereka menyebutnya dengan istilah Be'i-Na'i, Atokos-abeat, es haube bian-fatu bian; Peut uf-oe'mataf, alikin-apean (Yang duduk dan mengaso. Di sebelah kayu dan batu. Pohon betung dan sumber air,dan yang memberi hidup kepada manusia).
Mereka dipercaya bahwa roh nenek moyang dapat memberi berkah kepada anak-cucu, tetapi dapat juga memberi kutukan bila mereka tak dipedulikan. Mereka menuntut hubungan terus-menerus melalui upacara-upacara.
Pandangan masyarakat Atoni terhadap Wujud llahi
Wujud Tertinggi yang diyakini oleh masyarakat adalah Uis Nano ( Raja/dewa langit). Namun agaknya istilah Uis Neno ini baru muncul ketika datangnya pengaruh agama kristen (Katholik dan Protestan ). Sebelum lahirnya istilah Uis Neno,masyarakat menyebut Wujud Tertinggi dengan istilah Banfenam Taneon, dia yang nun jauh disana dan tak boleh disebut-sebut sebab Dia adalah Suci, Le'u, nuni.
Dalam kehidupan sehari-hari, pemahaman terhadap peranan Uis Neno sama seperti dalam agama resmi. Dia dilangit yang tertinggi, Transcendental, jauh mengatasi segala sesuatu dan Mahasuci (Le'u).
Untuk dapat berkomonikasi denganNya, manusia lalu menghadirkan Uis Neno Mnanu (Tertinggi), ini dalam Uis Neno Pala (Uis Neno dalam kedudukan yang lebih rendah) yaitu Uis Naijan, Uis Pah, Uis Afu (Dewa tanah /Dewi bumi): dan Uis Oe (Dewa air). Pemikiran terhadap Uis Neno ini nyata dalam representasinya berupa sebatang tonggak bercabang tiga yaitu Hau Teas I Hau monef (tiang upacara ).
Kepercayaan akan gaya-gaya Magis ini dalam konsep pemahaman masyarakat disebut : Hau, Le'u. atau Malo ( obat-obatan, guna-guna dan Magig). Konsep ini dapat dirumuskan dalam: dinamisme. fetichisme. bunuk/tabu atau larangan.
Untuk membuktikan adanya konsep kepercayaan ini maka dalam masyarakat dikenal kekuatan-kekuatan Magis seperti : Le'u Nono (magig untuk kelahiran);Le'u musu (magig untuk berperang/mempertahankan diri) ;Le'u fenu(magi untuk merawat/mengobati orang sakit); Le'u abanat (magig untuk menolak kekuatan jahat/bala) ;Le'u kenat (magi untuk mengampuhkan senapan): Le'u/Hau Abakat (magi untuk mencuri); Le'u/Hau Alaut (magi untuk menyusahkan orang lain dengan cara suanggi); dan Le'u untuk memperdaya/menarik wanita (Le'u/hau bife), dan sebagainya.
Selain itu masyarakat Atoni Meto juga percaya akan adanya kekuatan magis untuk mencelakakan orang bila melanggar larangan pada pohon/tanaman yang disebut: Bunuk (tanda larangan). Juga akan adanya hewan/tanaman yang dipandang sebagai asal usul suku dijaman Mithis yang disebut : totem.
Jauh sebelum masuknya agama-agama besar seperti Protestan dan Katolik di Pulau Timor, Suku Atoni Meto sudah bisa membuktikan adanya peradaban sendiri. Agama serta kebudayaan yang dianut, mampu mengatur tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan dengan sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.