Saat seseorang memperdulikan ataupun memperhatikan orang lain, lalu diabaikan. Maka hal ini dapat menimbulkan kebencian. Karena tidak dipedulikan, tidak diperhatikan, begitu menyakitkan. Sementara kepedulian, perhatian, begitu menghangatkan. 

Misalkan saja ada orang yang keliling dunia hanya dengan berjalan kaki, menggunakan sepeda roda satu, sepeda roda dua, menggunakan kapal kargo, mereka memang tidak membutuhkan perhatian. Tetapi ketika yang berjalan kaki tersebut melintasi negara yang berbeda. Ia tentu membutuhkan makanan dan minuman, bahkan tempat tinggal.

Bagaimana kemudian ketika ia tidak diperhatikan? Tentunya perjalanannya keliling dunia akan menyakitkan, menyengsarakan. Beruntungnya tentu ia akan dipertemukan dengan orang-orang yang memperhatikannya. Ia akan menikmati prosesnya berjalan kaki. Sehingga pada akhirnya ia pun bisa kembali ke negara asalnya dengan senyuman.

Ketika kita memandang orang lain, lalu mereka memandang balik ke kita. Tentu hal ini dapat membahagiakan, sebab kita merasa diperhatikan. Begitu pula dengan dunia kerja. 

Ketika kita merasa dihargai, dilibatkan, diapresiasi, tentunya kita akan semakin menikmati prosesnya. Berbanding terbalik ketika kita diabaikan, diperlakukan seenaknya sendiri, dijauhi, tentu kita bisa saja membenci prosesnya, atau bahkan memiliki keinginan untuk pergi dari tempat bekerja tersebut.

Maka perhatian dan kepedulian penting saat ini. Apalagi sekarang orang mengobrol sambil memperhatikan hp menjadi hal biasa. Padahal itu berarti mengacuhkan teman bicara. Hal ini tentu bentuk dari ketidakpedulian. 

Meskipun hal yang bisa kita perhatikan terbatas. Kita biasanya akan memilih untuk memberikan perhatian pada hal-hal yang kita suka. Hal ini tidak salah. Karena memang memberi perhatian adalah hal yang tidak selalu harus dilakukan untuk semua orang. Tetapi paling tidak kita belajar untuk lebih memperhatikan.

Karena dengan memperhatikan kita juga akan belajar untuk menghargai. Menghargai proses, bukan selalu menjudge, selalu menyalahkan. Sebab apa yang kita sarankan pada orang lain saja belum tentu benar. Kita mengharuskan orang lain seperti demikian, sedangkan kita tidak melakukannya. 

Aneh sekali, kita menyuruh orang lain melakukan hal yang tidak ingin kita kerjakan. Menurut saya hal tersebut kurang baik. Kecuali memang ada batasan kerja yang bisa dilakukan, dan pendelegasian tugas.

Karyawan yang merasa tidak dihargai tentunya akan berpikir ulang untuk bekerja sepenuh hatinya. Ia tidak akan menikmati proses dari bekerjanya, yang sebenarnya memiliki makna. Tetapi ia melupakannya karena diacuhkan, dan bahkan selalu disalahkan pada apa yang sebenarnya memiliki solusi untuk itu. Ketidakpedulian saat ini sudah mulai menjamur.

Seperti pelecehan seksual yang terjadi di rumah ibadah. Apa yang dipikirkan seseorang sampai berani berbuat demikian? Ketika menyakiti orang lain begitu menggembirakan baginya. Ia lebih menuruti hawa nafsunya. Ia berpikir, sekali saja tidak apa-apa, langsung lakukan saja, sebelum ada yang tahu. Sehingga ia tidak memikirkan dampak kedepannya.

Ia berani berbuat seperti itu, karena menganggap bahwa Tuhan tidak akan langsung menghukumnya. Ia beranggapan bahwa tidak akan ada yang melihatnya. 

Sayangnya Tuhan punya rencana lain, banyak orang yang melihatnya lewat CCTV yang telah dibagikan di media sosial. Ini sebagai peringatan agar kita bersama-sama melindungi tempat ibadah. Baik itu agama Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Katolik, dan beragam agama lain.

Orang yang “gila” tersebut seharusnya mendapatkan sanksi sosial yang berat. Kalau tidak, maka akan terus terjadi hal-hal seperti ini. Pada akhirnya orang tidak akan pergi ke tempat ibadah lagi. Seperti orang yang mencelakai imam-imam di berbagai masjid. 

Tujuannya agar para imam tersebut takut menjadi imam. Kalau sudah begitu maka para jamaah akan kebingungan. Ini siapa yang akan menjadi imam? Karena tidak ada yang layak, akhirnya seseorang pun maju. 

Orang yang sama sekali tidak dikenal asal-usulnya. Mengenakan baju kaos, yang menurut adat-istiadat kita kurang sopan kalau masuk ke dalam masjid. Dipimpin orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.

Begitulah yang akan terjadi kalau kita membiarkan kejahatan. Mendiamkan diri kita disakiti oleh orang lain. Kekerasan fisik tidak bisa dibiarkan. Harus dilaporkan dan diproses oleh pihak yang berwajib. Seperti kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan karena merasa lebih tua, kekerasan kepada anak, dan kekerasan lain. Tidak boleh ditolerir. 

Marah yang berlangsung dalam bentuk tindakan kekerasan itu terjadi, karena ia merasa bahwa dirinya lebih berkuasa. Ia merasa bahwa marah adalah cara untuk menyombongkan diri. Bahwa ia lebih berkuasa, dan korban kekerasan tidak akan sanggup melawan balik. Salah, korban kekerasan dapat melaporkannya kepada pihak berwajib.

Memperbolehkan kekerasan kepada anak dengan memukulnya agar anak itu sadar, hal ini tentu tidak dibenarkan. Meskipun itu anaknya sendiri. Kemudian ia melarang anaknya tidak boleh melakukan ini itu, tidak boleh bebas melakukan hal yang dia inginkan, anak dipukul karena ia merasa bahwa anak tersebut tidak sopan padanya. 

Maka anak akan menjadi rendah diri, dalam arti ia tidak akan percaya diri, bahwa dirinya bisa melakukannya. Ia akan cemas dan minder dengan dirinya. Ia akan membenci masa lalunya. Ia akan membenci keluarga dan orang-orang di sekitarnya.

Kekerasan adalah bentuk dari kekejian berbalut kedengkian. Sebaiknya kita berhenti melakukan tindakan kekerasan, sebelum kita tersadar bahwa kita melakukan kesalahan. Dikarenakan kekerasan yang dilakukan oleh siapapun tidak akan dibenarkan. 

Meskipun ia merasa bahwa ia berada di pihak yang benar. Ia merasa bahwa tidak apa-apa bersikap keras kepada keluarganya. 

Padahal kekerasan tidak akan baik, dan tidak akan bisa menyelesaikan masalah dengan baik. Kita perlu mencegah kekerasan yang terjadi dengan tindakan kita.