Di era keterbukaan kini yang terfasilitasi media dan teknologi sebagai ajang dari mereka berekspresi, belajar, dan mengikuti tren zaman yang semakin memberi pengetahuan beragam. 

Perkembangan internet, telah menciptakan ruang terbuka dengan  informasi yang mengalir seperti air bah membuat orang lebih mudah mendapatkan rujukan dalam waktu cepat. Hanya keterbatasan paket data, waktu dan memori yang menghalangi informasi tersebut bisa terserap.

Di sisi lain, keterbukaan ruang publik, justru banyak diisi oleh orang yang tidak berkompeten sedang menerangkan ilmu kepada orang lain dengan cara yang mudah dipahami dan sangat meyakinkan, namun substansinya keliru. 

Media-media dan para pemilik otoritas sering melibatkan orang yang tidak berkompeten dalam bidang ilmu untuk wawancara dan dimintai pendapatnya bahkan terkadang media pro aktif memuat dan menyebarkan tulisan opini mereka. Maka lingkaran pengetahuan makin menjauh dari jalur yang benar. Informasi salah tadi mengalir, bermuara dan mengendap dalam ingatan kolektif masyarakat tanpa bisa dicegah.

Era media dan teknologi membuat kepakaran sebagai sesuatu yang dapat dikatakan "samar" melalui terbukanya peranan setiap diri manusia dalam mengekspresikan dirinya melalui media lewat pemikiran dan karya-karyanya. Untuk itu, di mana pengetahuan menjalar pada ruang-ruang internet kini. Bagaimana kemampuan manusia belajar semakin di lekatkan pada sumber data yang lengkap, baik kajian politik, kebudayaan, filsafat, hingga keberagamaan manusia itu disandingkan secara dekat dan terbuka.

Di abad ke-21, ruang internet yang dominan telah mengubah ruang public itu menjadi sebuah bagian dari kompetisi yang sehat antar manusia, yang didasarkan pada sisi kemampuan serta keseriusan dalam belajar bidang tertentu meski hanya berbekal teknologi yang sudah mapan seperti pengetahuan di dalam teknologi internet.

Tidak salah ketika banyak penggiat-penggiat media social kini menjadi wajah baru intelektual public. Banyak dari mereka berbicara agama, politik, ekonomi dan masalah-masalah social yang terjadi dibungkus dalam wadah kebudayaan. Tidak sedikit pula mereka berbicara teknologi yang perannya akan terus dikembangkan pada kemajuan zaman sebagai upaya merawat kemajuan sains.

Sebab itu tentang "kepakaran", saat ini mulai banyak berganti wajah dan semua orang dapat menjadikan wajahnya sendiri seperti apa tergantung pada bidang ilmu yang ingin digelutinya; menjadi suatu kekuatan intelektual yang dapat ditawarkan kepada publik.

Semua individu di era majunya teknologi terlibat layaknya semua orang dapat mempunyai medianya sendiri untuk berkarya, berekspresi, dan berpandangan dengan cara yang sama pada dunia guna mengeksplorasi berbagai kesempatan diri dengan pengetahuan yang dipelajarinya.

Dengan istilah intelektual yang semakin luas peranannya menjadi intelektual public yang komprehensif. Mungkinkah "media" khususnya media social dan peran media lain, yang telah mendukung eksistensi, bagaimana wajah intelektual public semakin baru dan dapat terus diperbaharui.

Maka dari itu dengan peran-peran intelektual yang lebih selektif dalam bidangnya masing-masing dan juga membuka kesempatan yang lebar bagi siapapun yang ingin terjun dalam pergulatan intelektual public dewasa ini, akankah berbuah positif bagi peradaban dunia dan manusia ke depan.

Pergulatan intelektual, tentu bersifat positivitik, yang mana setiap individu dapat berkembang masing-masing dengan intelektualnya. Salah satu contoh dari banyak bidang pengetahuan; setiap orang dapat menjadi pelaku yang ahli, bahkan tak jarang dari mereka merupakan actor dari inovasi-inovasi yang disediakan teknologi internet dengan konten-konten yang menarik publik.

Ada peranan intelektual yang terjadi di era teknologi internet saat ini, di mana siapa yang mampu mengkombinasikan ilmu pengetahuan dan keterampilannya melalui kemajuan teknologi, di situ mereka akan menjadi seorang intelektual yang mahir dalam bidangnya masing-masing dan dapat menjadi pemenang di jaman sekarang ini.

Begitu pun bidang sosial-politik, di mana media semakin menjalar dekat dengan individu. Semua orang dari berbagai latar belakang dapat menyalurkan gagasan baik gagasan social yang dialami individu secara langsung, maupun gagasan politik atas dasar idealisme individu, yang pandangan-pandangan politiknya dapat di publikasi secara luas di internet memungkinkan gagasan tersebut dibaca banyak orang.

Maka melihat bagaimana dinamika social yang terus berubah,  di mana kini keadaan politik, social, dan ekonomi, maupun budaya masyarakat di era media yang semakin maju menjadi salah satu tantangan dan peluang bagi dosen untuk berperan dalam mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan di ruang digital.

Saat ini, dosen makin dituntut untuk ikut terlibat dalam perbuahan social yang lebih luas tanpa ada embel-embel atas nama formalitas. Karena bagaimana pun latar belakang itu tumbuh dipandang sebagai sebuah kewajaran atau pakar dalam bidangnya.

Kepakaran dosen yang selama ini hanya mapan di ruang perkuliahan dan ranah pembelajaran kampus,  sudah harus bergeser ke ranah publik untuk mengisi bidang-bidang tertentu yang dapat menjadi rujukan public untuk mengerakkan suatu perubahan.

Semua dosen adalah cendekia yang kiprahnya harus nyata dalam masyarakat. Untuk menampakkan jadi diri seorang dosen, salah satunya adalah memanfaatkan media online, media cetak dan berbagai media pemberitaan untuk menunjukkan jati diri atau kepakaran dosen kepada publik; yakni melalui tulisan atau tayangan yang dapat diakses publik secara mudah dan berkelanjutan.

Keterlibatan dosen atau akademisi di ruang digital menjadi factor terbukanya wajah intelektual public, sebuah "post" baru mendukung peradaban manusia era teknologi. Dosen dapat mengambil peran; menjadi pemain dalam mengembangkan kepakarannya, khususnya dalam menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan keterampilan melalui ruang digital.

Tentu sudah dapat ditebak, dosen atau akademisi yang popular adalah yang menguasai media saat ini dengan berbagai ide-ide, gagasan, konsep pengetahuan dan keterampilan yang mereka tawarkan. Oleh sebab itu dalam hal kepakaran dosen, terkadang menjadi identitas tersendiri. 

Seorang dosen atau akademisi yang mampu menyebarluaskan ide-ide, gagasan, konsep pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya di ruang digital merupakan peran dari identitas kualitas kepakarannya.

Tak dipungkiri jika banyak dosen yang tak mau turun memberikan pencerahan. Mereka lebih senang berada di singgasananya dan melihat dari jauh sambil sesekali melirik sinis. 

Terdapat beberapa hal yang menghalangi terjunnya para dosen atau akademisi, ini menyapa khalayak. Pertama, mereka tak memiliki cukup ruang untuk berbagi pengetahuan, hanya para pemilik otoritas yang mampu mengundang narasumber dan juga memiliki cukup dana untuk menyewa hotel atau ruang pertemuan.

Kedua, mereka juga tak memiliki cukup waktu karena disibukkan dengan kerja-kerja profesionalnya. Ketiga, para akademisi, pakar ini masih menahan diri untuk tidak tampil di publik dan tidak cukup percaya diri berhadapan langsung dengan audiens.

Dalam kontek memberikan pelajaran kepada publik, salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dosen adalah menulis artikel ringan, opini, atau artikel ilmiah popular yang diterbitkan pada media massa. Media massa diklaim sebagai milik publik. Hanya sekitar 10% dari pembaca atau penonton atau pengakses media massa berasal dari unsur perguruan tinggi, unsur terbesarnya (90%) publik di luar kampus.

Ketika karya dosen termuat pada media massa, maka sekaligus terjadi pembelajaran kepada publik. Soal relevansi efektivitas atas pemuatan karya itu adalah perkara lain, tetapi paling tidak; ada bagian publik yang membaca karya itu. Dengan dosen, akademisi  membuat karangan yang diturunkan dari materi kuliah maupun dari hasil riset dosen, maka materi pembelajaran yang notabene hanya untuk mahasiswa; sekaligus dapat menjadi bahan pembelajaran kepada publik.

Bagi seorang dosen, menulis adalah sebuah keharusan. Baik menulis jurnal, artikel, laporan penelitian, maupun buku-buku ilmiah. Menulis dan mempublikasikan karya ilmiah merupakan salah satu syarat kepakaran dosen. Menulis juga merupakan bentuk tranformasi dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan pengabdian kepada masyarakat. 

Namun, fakta yang terjadi di lapangan, komitmen dosen dalam menulis dan mempublikasikannya masih tergolong rendah. Menulis di ruang digital belum membudaya di kalangan dosen. Dosen lebih tertarik mengekplor kepakarannya di ruang kuliah.

Sebagai tenaga pendidik dan pengajar, tugas dosen bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran di dalam kelas. Lebih dari itu, dosen memiliki tanggungjawab moral untuk menulis dan atau tampil menunjukkan jati diri sebagai pakar. Seorang dosen haruslah memiliki karya untuk menjadi contoh mahasiswa.

Dosen harus memiliki kemampuan menuangkan gagasan melalui tulisan. Kemampuan menulis bagi dosen merupakan suatu keharusan dan akan lebih baik bila para dosen menuangkan tulisan dalam bentuk artikel opini di media massa dengan begitu, dosen bisa dikenal secara luas lewat tulisan mereka di media cetak nasional. 

Dengan begitu, gagasan, pikiran, atau hasil penelitian para dosen akan dibaca secara lebih luas oleh publik dan lebih bermanfaat buat masyarakat banyak jika dibandingkan dengan menulis di jurnal, karena menulis di jurnal yang membaca kalangan tertentu, kalangan ilmiah saja.

Namun, masih banyak dosen yang kesulitan merumuskan gagasan dan pikirannya melalui artikel opini di media cetak. Tidak jarang, penulis yang notabene seorang dosen itupun mendapat banyak hambatan dan tantangan dalam melaksanakan kegiatan riset dan menulis di sela-sela kesibukan sebagai dosen. 

Tetapi, apapun hambatan dan tantangannya, pekerjaan sebagai dosen dengan tugas tidak hanya mengajar mahasiswa tetapi juga mengajar publik harus terlakoni dengan sempurna dan berimbang.

Tidak sedikit juga dosen kesulitan mengkonversi hasil penelitian yang dituliskan di jurnal menjadi tulisan artikel, opini atau ilmiah populer untuk media massa. Menulis artikel, opini atau karya ilmiah populer diperlukan ketajaman pikir dan sensitivitas rasa. 

Penulis harus mampu menemukan kesenjangan hubungan antara theoretical world  dengan emphirical world. Setelah menemukan kesenjangan itu, penulisnya harus mencari data empirik dan menemukan relevansi dengan teori, menjelaskan hubungan itu dalam kalimat yang mudah dipahami publik dan menyimpulkan pikirannya itu untuk dipersembahkan kepada publik sebagai unsur pembelajaran.

Singkatnya, era pergolakan intelektual berbasis teknologi khususnya media-media di internet, memang secara langsung dapat membangun dan mengembankan kepakaran dosen yang sudah mapan sebelumnya yang difasilitasi teknologi sebagai pemain peran intelektual public. Inilah tantangan masa kini dan mendatang, di mana intelektualitas dosen juga diuji untuk dapat menjadi pemain di ruang digital.