Tulisan ini merupakan tanggapan dari tulisan Mas Mashuri Mashar (Nano) yang berjudul Menghitung Kerugian (Selain) Merokok yang merupakan tanggapan dari tulisan saya sebelumnya yang berjudul Menghitung Kerugian Merokok. Sebelumnya saya ingin berterima kasih atas tanggapan yang baik dari Mas Nano.

Saya bukan barisan anti rokok, atau setidaknya saya tidak bergabung dengan komunitas tersebut. Selain itu, alasan saya mengambil topik rokok bukan hipertensi dan diabetes seperti kata Mas Nano, saya tulis dengan nama panggilan yang tertulis supaya tidak ada kesalahan penulisan nama, adalah karena salah satu faktor terkena hipertensi dan diabetes adalah genetik.

Selain itu, rokok juga berperan juga dalam kedua penyakit tersebut. Tapi bukan berarti yang tidak merokok tidak akan terkena hipertensi dan diabetes.

Saya ambil contoh genetik, DM tipe 1 di mana orang yang kekurangan insulin, hormon pemecah glukosa menjadi glikogen, itu penyebabnya 85 persen oleh autoimun, dan kebanyakan pertama sekali akan mengenai anak-anak atau pada umur 30an-40an.

DM tipe 2, di mana orang tersebut akan mengalami resisten terhadap insulin, ketika insulin yang diproduksi pada dasarnya cukup tapi tidak bisa mengubah glukosa, adalah faktor gabungan dari  lingkungan dan genetik. Salah satu faktor lingkungan adalah rokok.

Begitu juga hipertensi. Dan DM adalah tingginya glukosa dalam darah, di mana semua karbohidrat bisa diubah menjadi glukosa, bentuk paling sederhana, termasuk nasi yang merupakan sumber karbohidrat orang Indonesia.

Selain itu, efek hipertensi dan DM akan berdampak pada diri sendiri dan dampaknya akan ada ketika umur sudah tua dan itu adalah tanggung jawab sendiri. Rokok juga berdampak di masa tua. Ketika seseorang merokok, orang sekitar akan terkena dampaknya. Yang paling banyak adalah keluarga kita dan itu bukan hanya tanggung jawab sendiri melainkan tanggung jawab bersama.

Untuk itulah saya mengajak untuk memikirkan kembali dampaknya. Adapun persoalan berhenti atau tidak, tak aka berpengaruh bagi saya, melainkan perokoklah yang akan merasakan pengaruhnya.

Selain itu, konsumsi gula (karbohidrat) adalah sumber utama kita. Jika saya mengukur kerugian karbohidrat, saya hanya mengukur kerugian 1 bulan berhenti, karena kita bisa mati dalam 1 bulan tanpa makan. Lalu, kenapa gak makan daging yang banyak lemak yang merupakan sumber energi sekunder? Untuk persoalan ini akan ada dampak lain yang dihitung.

Konsumsi garam (NaCl) juga tidak boleh dihilangkan, kenapa? Karena Na+ yang sumber utamanya dari NaCl (garam) adalah penting bagi tubuh dan merupakan salah satu ion yang paling penting. Walaupun konsumsi keduanya secara berlebih juga tidak baik, tapi menghilangkan keduanya sama fatalnya. Beda dengan rokok, berlebihan punya dampak buruk, tapi ketika tidak mengkonsumsi sama sekali akan memberi dampak positif.

Selanjutnya Bung Nano juga menyinggung masalah petani tembakau, apabila barisan anti rokok menang dalam pertarungan ini. Tembakau tidak hanya bisa dijadikan rokok, ada banyak produk sampingan yang bisa dihasilkan seperti kosmetik, parfum, dan lain sebagainya.

Ini belum lagi saya memasukkan isu seperti pajak rokok yang kecil di sini, anak SD yang dengan mudah membeli, banyaknya perusahaan yang dimiliki asing di Indonesia yang menguasai industri rokok karena di negara mereka industri rokok sangat sulit. Betapa pemerintah seakan tidak peduli terhadap persoalan rokok dan belum juga menerapkan kebijakan yang baik di bidang ini.

Di luar negeri harga rokok bisa sampai Rp.100.000. Bukan karena barang mewah, tapi karena sadar dengan dampak buruknya.

Tulisan ini niatnya sama dengan tulisan sebelumnya, untuk mengajak para perokok memikirkan ulang dampak merokok pada dirinya sendiri, keluraga, dan orang lain. Ingat, bahwa berhenti atau tidak setelah membaca tulisan ini, saya tidak merasakan dampaknya, tapi kalian sendirilah yang merasakan dampaknya.

Semua orang punya persepsi masing-masing, saya harap kalian bisa mengambil sisi positif dari semua tulisan ini. Terima kasih.